Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Pangkal Misteri

Bab 4 Pangkal Misteri

Gerimis turun sepanjang perjalanan menuju sekolah. Papa mengemudikan mobil dengan cepat, menerobos jutaan tetes air. Sisca menatap jalanan basah dari balik jendela. Dia sangat menyukai hujan. Menatap butiran air jatuh, itu selalu terasa menenangkan.

"Pulangnya mau dijemput?" Papa bertanya, tangannya menekan klakson, ada angkutan umum mengetem sembarangan, meng­hambat lalu lintas pagi yang mulai macet di depan.

Sisca tersenyum samar, menggeleng,

"Tidak usah, Pa. Aku bisa pulang sama Pak Danan atau naik ojek saja,"

Papa memandang Sisca sekilas, hubungan keduanya sudah kembali menghangat setelah keduanya membahas berbagai topik ringan kemarin lusa.

"Ini kan hari pertama kamu sekolah, Papa mana mungkin biarkan kamu pulang sendiri."

"Tidak masalah," Sisca tersenyum menenangkan.

"Tapi, Pa, aku hanya agak kesal atas keputusan Papa mendaftarkanku ke SMA Kartika itu."

Papa meringis, "Mau bagaimana lagi? Sekarang pemerintah memperketat sistem zonasi, mau tidak mau kamu harus sekolah di sana, sekolah yang terdekat dengan rumah kita."

Sial. Sisca membatin.

Sekolah itu kan bangunannya sangat kuno, belum lagi desas-desus dari berbagai sumber yang mengatakan bahwa sekolah itu angker.

Bibir Sisca mencebik, "Memangnya benar-benar tak ada pilihan lain?"

"Benar-benar tidak ada lagi." Papa menggeleng.

"selain SMP dan SMA Kartika ya tidak ada lagi sekolah lain dekat sini."

Sisca mendesah kecewa.

Tapi ya sudah, apa boleh buat.

Meski sebenarnya Sisca dan Papa telah membahas persoalan menyangkut sekolah kemarin lusa, tetap saja Sisca merasa kurang puas dengan keputusan yang diambil sang Papa.

Mobil jenis SUV milik Papa Sisca berhenti di depan pelataran SMA Kartika setelah beberapa menit berlalu.

Masih hujan diluar, membuat Sisca buru-buru meraih payung lipat miliknya yang diselipkannya di pintu mobil.

"Aku masuk dulu ya, Pa." Sisca meraih tangan Papanya, menciumnya sekilas,

"Assalamualaikum."

Papa tersenyum hangat, "Waalaikumsalam, belajar yang semangat ya. Jangan lupa do'a dulu kalau mau apa-apa."

"Iya, Pa. Aku masuk dulu."

Sisca mengeratkan jalinan jaketnya, membuka pintu mobil dengan senyum tipis terlukis diwajahnya.

Setidaknya, dia harus bersyukur dengan kembali membaiknya hubungannya dengan sang Papa.

Dia menutup pintu mobil. Tiga detik berlalu, mobil Papa kembali masuk ke jalanan.

Petir menyambar sekilas, disusul gemuruh guntur memenuhi langit. Sisca mendongak, lantas mengembangkan payung. Awan kelabu nampak memenuhi cakrawala sejauh mata me­mandang. Bergumpal-­gumpal, terlihat suram.

Entahlah. Ia selalu suka hujan. Semakin lebat, semakin seru. Sisca membayangkan awan-awan gelap itu dapat membawanya pergi menuju surga, menemui sang Mama.

Dulu, waktu usianya masih sekitar empat tahun, setiap kali hujan Sisca selalu memaksa untuk bermain hujan diluar rumah.

Sesekali Mama mengizinkan atau malah menawari.

Ah, hujan membangkitkan banyak kenangan indah yang dilalui Sisca bersama mendiang Mama dan juga Papa.

Kedua sudut bibirnya tertarik, membentuk seulas senyum yang begitu tenang dan manis.

Kepala Sisca menengadah, masih dengan senyuman menghiasi wajahnya,

"Semoga setelah semua ini, hubunganku dan Papa akan selalu baik-baik saja ya, Ma."

Gadis bersurai hitam pekat itu lantas beringsut masuk ke dalam bangunan tiga lantai itu dengan langkah ragu-ragu —dia tidak yakin dapat memiliki teman apalagi sahabat karib yang memiliki jalan pikiran mirip dengannya dalam bangunan tersebut.

Sisca yakin betul, populasi gadis tomboy yang menyukai hal-hal berbau kekanak-kanakan seperti dirinya tidaklah banyak, tetapi setidaknya dia harus memiliki minimal satu teman.

***

"Selamat datang di SMA Kartika, anak-anak sekalian. Nama saya Pak Daud, wali kelas kalian. Jadi, saya adalah orang tua kalian selama dalam lingkungan sekolah. Setelah ini, kita akan melaksanakan kegiatan perkenalan lingkungan sekolah."

Seorang pria dengan setelan cokelat khas Pegawai Negeri Sipil berseru tegas di depan kelas, di hadapan semua anak didiknya.

Beliau adalah wali kelas X-IPS 2, tempat Sisca akan belajar selama setahun ke depan.

Seisi kelas memperhatikan dengan antusias guru muda tersebut, terlebih para siswi karena beliau cukup err—, tampan.

Tubuh atletis, kulitnya kuning langsat, dipadu dengan rambut klimis namun tidak terkesan kuno, siapa sih yang tidak akan menganggapnya sebagai pria tampan?

"Tapi, sebelum itu, saya akan mengabsen kalian terlebih dahulu."

Pak Daud menjulurkan tangannya ke meja di hadapannya, meraih buku tipis bertuliskan absensi X-IPS 2 dan mulai memanggil satu-persatu muridnya ke depan kelas untuk memperkenalkan diri masing-masing.

Sisca mengamati semua teman sekelasnya yang berada di depan kelas, tetapi tidak begitu berminat. Dia hanya ikut bertepuk tangan sambil tersenyum tipis setelah seisi kelas melakukannya.

"Vincincia Siscada, silahkan maju ke depan," titah Pak Daud sembari lingak-linguk, mencari keberadaan sang pemilik nama.

Mendengar namanya disebut, Sisca lantas bangkit dari duduknya kemudian berderap ke depan kelas dengan senyuman menghiasi wajahnya ; setelah dia sadar menjadi pusat perhatian.

Sisca melempar pandangan netra cokelat terangnya ke semua teman sekelasnya bergantian, sekilas, lalu mengulum bibirnya,

"Selamat pagi Pak Daud sekaligus teman-teman, namaku Vincincia Siscada, panggil saja Sisca. Saya alumni dari SMP Xaverius 1, salam kenal semuanya."

"Sisca, kamu cantik deh mirip orang Korea."

Dari sudut kanan bagian belakang kelas, Bowo bersuara dengan logat khas Jawa yang terdengar sangat kental.

Sisca mengangguk samar dengan senyum yang belum pudar, "Terima kasih, Bowo."

Pak Daud mengalihkan pandangannya kepada Sisca,

"Silahkan kembali duduk, Sisca."

"Berhubung semuanya sudah memperkenalkan diri masing-masing, saya akan memberikan sedikit pengumuman untuk kalian semua."

"Pengumuman apa, Pak?"

celetuk Mark, siswa yang duduk tepat di depan Sisca dengan susah payah.

Wajahnya memiliki aksen Kaukasoid, pertanda kalau dia memiliki darah campuran dengan benua selain Asia.

Menurut penuturan Mark beberapa saat lalu, dia lahir dari Ibu berkebangsaan Indonesia yang menikah dengan Ayah berkebangsaan Kanada.

"Besok sekolah kita akan mengadakan Makrab, singkatan dari malam keakraban. Artinya, besok kalian harus menginap di sekolah. Selama kegiatan Makrab berlangsung, panitia pelaksana serta anggota OSIS akan memberikan kalian macam-macam games untuk memacu kerja sama tim yang baik diantara kalian semua."

"Nantinya, dalam satu tim akan beranggotakan lima orang dari berbagai jurusan. IPA, IPS dan Bahasa, semuanya akan digabung menjadi satu kelompok sesuai nomor undian yang telah ditetapkan oleh panitia pelaksana."

Pak Daud menerangkan dengan serius.

Seketika Sisca langsung teringat dengan rumor-rumor yang di dengarnya beberapa hari lalu menyangkut SMP serta SMA Kartika yang konon angker.

Sisca mendecih, bergumam, "Kenapa pula harus ada kegiatan macam ini? Bikin susah saja."

Pandangannya dia arahkan kepada sebuah lorong misterius yang menjadi trending topic beberapa siswa senior yang sempat berpapasan dengan Sisca tadi pagi.

Entah mengapa, Sisca merasakan kejanggalan tiap kali mengarahkan pandangan ke sana.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel