Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 19 Investigasi

Bab 19 Investigasi

Raut tegang sekaligus takut terlihat menghinggapi wajah sebagian besar penduduk sekolah setelah mendapati kedatangan polisi ke sekolah mereka.

Pagi ini, Papa Sisca di temani oleh pihak kepolisian serta beberapa staff petinggi sekolah mulai melakukan penyelidikan di lingkungan sekolah.

SMA Kartika pagi itu mendadak senyap.

Semua murid masuk dengan tertib ke kelasnya masing-masing mengikuti arahan para guru.

Saat ini, mereka sedang menanyai teman satu meja Sisca yakni Chandra di ruang guru.

"Kapan kamu terakhir bertemu dengan Sisca?"

Petugas kepolisian mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dari saku jaket kulit yang tengah dikenakannya.

"Saya bertemu dia empat hari yang lalu, Pak, kami terakhir mengobrol waktu jam pulang. Saat itu hujan deras, jadi kami tidak bisa langsung pulang," papar Chandra sambil memandang semua orang di hadapannya lurus,

"Jadi, sembari menunggu hujan berhenti, saya dan Sisca mengobrol ringan di kelas."

"Obrolan yang seperti apa?" Papa Sisca angkat bicara, "apa dia bilang padamu akan pergi ke mana setelah itu?"

Chandra menggeleng, "Sayang sekali tidak, Pak. Dia hanya bilang kalau ada janji dengan pacarnya tetapi dia tidak bilang akan pergi ke mana dengan pacarnya,"

"Lalu, apa kamu mengenal pacar Sisca?" Pak Polisi dengan cermat mencatat keterangan dari Chandra, secercah informasi dari Chandra pasti akan sangat berguna.

"Iya, saya kenal. Dia juga siswa di sini, namanya Brody Kent. Tetapi sejak kejadian hilangnya Sisca saya juga tidak mengetahui keberadaan Brody."

"Pak Kepala Sekolah." Pak Polisi mengalihkan pandangannya kepada Pak Bondan, sang kepala sekolah,

"Apakah Anda mendapat kabar dari orang tua ataupun pihak keluarga dari siswa bernama Brody Kent ini?"

"Tidak." Pak Bondan menghela, "kami hanya mendapat sedikit bocoran informasi, katanya Brody sedang sakit tetapi tidak tahu di rawat di rumah sakit yang mana."

"Apakah arsip sekolah tentang Brody Kent memuat alamat di mana anak itu tinggal?"

Masih belum menyerah, Pak Polisi terus berusaha menggali informasi tentang Brody.

Kemungkinan besar, Brody adalah saksi kunci atas kasus yang di tanganinya kali ini.

"Arsip sekolah hanya memuat nama serta tanggal lahir orang tuanya." Pak Bondan membuka buku arsip tebal di hadapannya, menunjukkan sederet informasi mengenai Brody Kent.

Benar saja.

Data yang ada di sana hanya nama serta tanggal lahir kedua orang tua Brody.

Kenapa anak ini sangat misterius?

Apa yang membuat arsip data yang seharusnya memuat berbagai macam informasi lengkap ini malah tidak banyak membantu?

Bagaimana bisa informasi seputar Brody Kent sangat minim, jauh berbeda dari pada data arsip siswa lainnya?

Pak Polisi mendengus.

Beliau menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi, merasa sedikit pening.

Kasus ini ternyata tidaklah sesederhana perkiraannya di awal.

***

Upaya pencarian Sisca masih tetap di lanjutkan oleh pihak kepolisian meski mengalami kendala akibat minimnya informasi yang di peroleh dari pihak sekolah.

Terlalu banyak kejanggalan dalam kasus ini hingga petugas yang bertugas mengusut kasus ini harus bekerja lebih keras agar dapat segera menemukan titik terang.

Beruntung cuaca hari ini cukup bersahabat, meski mendung tapi tidak turun hujan.

Angin juga bertiup perlahan, tidak begitu kencang.

"Komandan, setelah ini kita harus apa untuk mengusut kasus ini?" Pak Yohan, sang polisi muda bertanya kepada atasannya, Pak Mark.

Keduanya telah kembali ke kantor, melanjutkan pencarian menggunakan jejak digital dengan jalan melacak nomor telepon dari ponsel yang di pakai oleh Sisca.

Pak Mark menyeruput kopi hitam hangat yang tersaji di hadapannya perlahan tanpa mengalihkan pandangannya dari monitor komputer,

"Aku sudah menurunkan agen kepercayaanku untuk menelisik lebih jauh siapa itu Brody Kent."

Alis Pak Yohan menukik, "Kenapa harus begitu, Komandan? Bukankah Brody hanyalah siswa biasa?"

"Kau ini bagaimana? Bisa-bisanya menganggap Brody Kent sebagai siswa SMA biasa setelah tahu begitu banyak kejanggalan dalam kasus ini?"

Pak Mark berseru, melemparkan pandangannya kepada Pak Yohan, "dia bukan siswa biasa. Hanya golongan tertentu yang dapat memberikan informasi seminim itu kepada pihak sekolah."

"Maksud Anda, perihal data yang begitu minim dalam buku arsip siswa? Itu ada sangkut pautnya dengan kasta?"

Pak Yohan mengernyit.

"Agak mustahil sistim kasta masih berlaku di era milenial seperti saat ini." Pak Mark menggeleng,

"Tidak ada yang mustahil di dunia ini," tangannya kembali bergerak dengan lincah di atas keyboard komputer,

"Brody Kent, lahir di Surakarta pada 26 Januari 1999, lebih tepatnya di dalam lingkungan Keraton. Dari database yang kutemukan ini, aku berasumsi bahwa Brody Kent memang bukan hanya seorang siswa SMA."

"Lalu?" tanya Pak Yohan penasaran.

Pak Mark tersenyum simpul, membenarkan lengan seragamnya, "Dia berasal dari golongan 'Darah Biru'. Sekarang aku paham kenapa informasi tentang dia sangat sulit di temukan apalagi di akses, makanya aku menerjunkan agen untuk menyelidiki langsung di lapangan."

Pak Yohan menghela samar, "Saya tidak menyangka kasusnya serumit ini. Beruntung, pada kasus ini saya di bantu oleh Anda. Saya merasa sangat bersyukur." Pak Yohan meneguk es kopi susunya agak tergesa, menghilangkan dahaga yang sejak tadi membelenggunya akibat terlalu banyak berpikir.

"Aku juga senang bisa turun membantu polisi baru sepertimu. Kau pasti merasa sangat tertekan ya? Tenanglah, aku akan membantu kasus ini sampai benar-benar tuntas."

Pak Mark tersenyum hangat di balik rangkaian komputernya.

Pak Yohan mengangguk hormat,

"Terima kasih banyak, Pak."

"Agenku akan mulai bekerja di lapangan besok," papar Pak Mark, mencomot kudapan mansi di samping gelas berisi kopi hangat miliknya,

"Jadi kita harus bekerja lebih dulu mengumpulkan data-data yang masih dapat kita jangkau. Kudengar kau bisa meretas situs yang bahkan memiliki tingkat keamanan tinggi?" Pak Yohan mendengus geli,

"Anda agak berlebihan menyanjung saya, Pak. Saya hanya menggunakan keahlian itu sesekali. Tetapi untuk kasus ini, nampaknya saya akan menggunakannya kembali mengingat kasus ini cukup sulit serta penuh teka-teki,"

"Kapan kau akan mulai?"

"Saya sedang memulainya, Pak," balas Pak Yohan sambil menyalakan komputernya.

Sorot mata Pak Yohan seketika berubah menjadi lebih tajam.

Pria berusia dua puluh tiga tahun itu menggerakan jemarinya dengan terampil di atas keyboard, sesekali menggunakan mouse yang terletak di sebelah kiri tubuhnya.

Pak Yohan memulai aksinya sebagai seorang Hacker handal, beberapa saat lagi mungkin dia akan mendapatkan informasi yang di butuhkan pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus menghilangnya Sisca.

"Lucu ya, seorang polisi berubah menjadi seorang Hacker kemudian mencuri data. Sebenarnya kau ini penegak keadilan atau bukan?" canda Pak Mark sambil menikmati kudapannya.

"Entahlah," gelak Pak Yohan,

"Saya hanya menjalankan tugasku sesuai perintah atau kebutuhan."

Semoga usaha keras dari kedua polisi muda ini lekas membuahkan hasil.

Terlebih, dalam ingatan Pak Mark terus terngiang bagaimana putus asanya Papa Sisca kemarin.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel