Bab 20 Misteri Keberadaan Brody
Bab 20 Misteri Keberadaan Brody
Agen rahasia dari kepolisian, Winarya, tengah mempelajari berkas yang barusan dia terima dari atasannya, Pak Mark.
Pria dua puluh tahunan awal itu menelisik dengan teliti tumpukan kertas di hadapannya.
Oh, jadi tugasnya adalah menyelidiki keberadaan seorang anak SMA?
Tidak biasanya dia mendapat misi seperti ini.
Meski misi yang di terima olehnya kali ini tidak sesuai dengan ekspektasinya di awal, Winarya tetap berniat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik mungkin.
Mungkin target operasinya kali ini memang bukan murid sekolahan biasa.
Setelah membaca habis semua berkas di depannya, Winarya lantas menyalakan laptopnya.
Dengan cekatan, dia menyalin data-data yang menurutnya paling penting untuk ia selidiki di lapangan nanti.
Agaknya dia harus langsung melakukan penyelidikan hari ini juga terlebih Pak Mark sudah mewanti-wanti dirinya untuk segera menjalankan pekerjaannya.
Langit masih terbungkus gelapnya cakrawala, hari masih dini tetapi Winarya sudah harus mulai bekerja.
Sudah menjadi tugas dari seorang agen rahasia.
Bekerja di saat orang-orang masih terlelap dalam mimpinya masing-masing.
Di temani secangkir bandrek hangat, Winarya mulai bekerja dengan serius.
Jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard laptopnya. Sesekali, pria tampan berparas oriental itu membenarkan posisi duduknya.
"Beres. Sekarang masih jam tiga dini hari, lebih baik aku tidur dulu sebentar." Winarya bergumam sambil mematikan laptopnya.
Dia kemudia bangkit, beringsut menuju ranjangnya bermaksud untuk tidur sembari menunggu hari terang.
Terlalu berisiko, pikirnya, jika menjalankan misinya sekarang juga.
***
Aroma roti bakar isi selai cokelat yang terasa manis serta menggoda indera penciuman memenuhi seisi dapur kecil milik Winarya.
Pria itu baru saja selesai memasak sarapan untuknya sendiri sebab sebentar lagi dia harus segera berangkat bertugas.
Kemeja slim fit berwarna hitam polos membungkus tubuh atletisnya dengan sangat sempurna —membuat otot-otot di tubuhnya tercetak dengan jelas.
Dua kancing teratas kemejanya dia biarkan terbuka begitu saja, menampilkan sedikit dadanya yang begitu bidang.
Pakaian yang ia kenakan hari ini terlihat sangat kontras dengan warna kulit Winarya yang putih bersih.
Rambutnya yang sedikit bergelombang ditatanya ke belakang dengan balutan pomade, menampilkan kesan berkelas pada dirinya.
Rahangnya tegas serta tajam, hidungnya yang mungil serta mancung semakin mendukung paras Winarya hingga patut di sebut sebagai manusia rupawan.
Bahkan, semasa masih mengenyam pendidikan, Winarya kerap kali di panggil dengan sebutan Elf oleh teman-temannya semasa siswa.
Paras rupawan, tubuh atletis yang menjulang tinggi hingga nyaris mencapai dua meter, barang tentu orang-orang menganggap dia bukan manusia biasa.
Fisiknya betul-betul menjadi idaman sesama kaum adam dan menjadi pujaan para kaum hawa.
Winarya membawa piring berisi lima potong roti bakar itu ke atas meja makan, menarik kursi kemudian menyantap sarapannya seusai berdoa.
Sambil memikirkan langkah-langkah apa saja yang harus dia ambil dalam misi kali ini, Winarya menikmati sarapannya.
Belum tertelan sarapannya, Winarya tersentak setelah mendapati ponselnya bergetar panjang pertanda mendapat panggilan masuk.
Buru-buru Winarya bangkit, melenggang menuju kulkas setelah ingat bahwa ponselnya dia letakkan di atas kulkas.
"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa Winarya dengan berwibawa, seperti biasanya.
"Kau sedang apa?"
"Sedang sarapan, Pak."
"Kalau begitu lekas selesaikan. Secepatnya kau harus turun ke lapangan, bukankah kau ingin mendapat Rank S dalam misi kali ini?"
Winarya mengangguk meskipun tahu sang atasan tidak dapat melihatnya,
"Tentu, Pak."
"Bergegaslah jika kau mau pangkatmu naik ke pangkat yang jauh lebih tinggi. Ingat, Winarya, sainganmu saat ini semakin banyak."
"Baik, Pak. Terima kasih atas nasihat Anda, saya akan berangkat sepuluh menit lagi."
"Tut... tut... tut..." Panggilan itu di putus secara sepihak.
Winarya menghela, "Kenapa atasanku begini semua? Apa tidak ada sedikit pun yang memahami kalau misiku selalu yang paling sulit?"
Apa boleh buat, meski merasa agak sedikit kesal Winarya tetap harus terus bekerja di bawah tekanan seperti ini demi dapat membiayai segala keperluan berobat sang Bunda yang tengah mengidap kanker otak.
Winarya tidak punya pilihan lain.
Hanya dengan pekerjaan ini dia bisa mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat.
Lelaki itu lantas kembali melanjutkan kegiatan sarapannya yang sempat tertunda.
Dalam waktu sepuluh menit dia harus mulai bekerja.
***
Jalanan utama kota Semarang terpantau ramai lancar pagi ini.
Cuaca cerah berawan, membuat perasaan Winarya sedikit lebih baik.
Dia mengemudikan motornya menuju pusat kota Semarang, berniat mencari kediaman Brody berbekal alamat yang di kirimkan melalui pesan singkat oleh Pak Yohan beberapa saat lalu.
Setelah melalui berbagai rintangan, akhirnya Pak Yohan yang telah bekerja sangat keras itu berhasil mendapatkan alamat tempat Brody tinggal.
Polisi muda itu bahkan sampai tidak tidur semalaman demi totalitas dalam kasus ini.
Sambil melirik ponselnya sesekali, Winarya mengemudikan motornya dengan hati-hati hingga dia tiba di sebuah perumahan elit yang terletak di tengah-tengah kota Semarang.
Tiba di pos keamanan, Winarya turun dari motornya.
Dia mendekati petugas keamanan yang sedang sibuk menyapu daun kering yang terjatuh dari pohon di dekat pos.
Pagar tinggi yang terbuat dari besi kokoh nampak menutup rapat perumahan tersebut, pertanda kalau perumahan ini tak bisa di masuki oleh sembarangan orang.
"Selamat pagi, Pak, apa benar di perumahan ini tinggal sepasang suami istri bernama Antonio Kent dan Mayang Trihatmadja?"
tanya Winarya santun setelah sang petugas keamanan menyadari eksistensinya.
Pria sepuh itu tersenyum hangat kemudian mengangguk, "Iya, benar, Nak. Kalau boleh tahu, kamu punya kepentingan apa dengan mereka?"
"Saya harus bertemu dengan mereka karena ada urusan bisnis, Pak."
"Apa kamu dan beliau sudah membuat janji?" Bapak itu menghentikan kegiatannya, memandang Winarya.
"Sudah." Winarya mengangguk kukuh,
"Beliau sudah menghubungi saya melalu pesan singkat semalam, Pak. Makanya saya berani kemari."
"Ya sudah kalau begitu, kamu bisa ikut saya," titah si Bapak.
Mereka lantas berjalan menuju pos keamanan.
Bapak petugas mengambil anak kunci dari dalam pos, kemudian berjalan menuju pagar perumahan.
Dibukanya gerbang kokoh itu dengan sepasang tangan rentanya.
Kasihan, seharusnya di umur yang sudah tidak muda lagi Bapak ini beristirahat menikmati masa tuanya.
Terbesit perasaan iba di hati Winarya tatkala menyaksikan si Bapak masih bekerja dengan giat serta penuh semangat.
"Silakan masuk. Rumah Pak Antonio terletak di blok C, Nak. Nanti kamu bisa tanya ke penghuni lain kalau kesulitan menemukan rumahnya," ucap si Bapak setelah gerbang di hadapannya terbuka lebar.
Winarya mengangguk takzim,
"Baik, Pak. Terima kasih banyak kalau begitu,"
Winarya kembali mengenakan helmnya, menyalakan mesin motornya setelah berpamitan dengan si Bapak.
Lelaki itu resmi memulai misinya.
Akankah dia berhasil?
***