Bab 17 Prahara
Bab 17 Prahara
Di bawah kungkungan rasa sejuk, Sisca seolah terhipnotis oleh suara berat sekaligus rendah milik Brody. Sungguh, suara itu membuat Sisca mabuk kepayang dan kehilangan kontrol atas dirinya.
Suara Brody entah mengapa terdengar begitu seksi, meluluh-lantakan akal sehat Sisca saat itu.
Brody dan Sisca saling beradu pandang, menghantarkan emosi cinta yang melilit keduanya dengan begitu kuat.
"Bolehkah aku?" ulang Brody sambil memandang bibir tipis milik Sisca dengan begitu dalam.
Sisca yang hanyut dalam pesona seorang Brody Kent hanya dapat mengangguk dengan patuh.
Tak mau membuang percuma lebih banyak masa, Brody menangkup rahang tirus milik Sisca dengan begitu intim, mempersingkat jarak di antara keduanya.
Kurang dari tiga detik, keduanya telah berpagutan, saling menghantarkan rasa cinta yang begitu menggebu dalam benak masing-masing.
Ciuman manis dengan sedikit gelagat menuntut, menunjukkan bahwa keduanya saling memiliki satu sama lain.
Keduanya begitu terhanyut dalam ciuman yang mereka lakoni hingga tidak menyadari bahwa pondok yang mereka duduki sudah mulai terangkat ke udara karena adanya energi mistis dari pohon beringin tua di dekatnya.
Sulastri murka, ada manusia yang berani-beraninya berbuat tidak senonoh di tempat tinggalnya!
Sisca dan Brody baru sadar maut mengancam keduanya setelah muncul seberkas cahaya hijau yang begitu menyilaukan serta tawa mengerikan yang berasal dari pohon beringin tua itu.
"BERANI-BERANINYA KALIAN BERBUAT TIDAK PANTAS DI TEMPAT TINGGALKU!"
"Sisca, dengarkan aku, aku akan lompat duluan, setelah itu kamu lompat ya. Tenang, aku akan menangkapmu. Kamu percaya padaku 'kan?"
Sisca yang sudah mulai menangis mengangguk lemah menanggapi ucapan Brody.
Keadaan berubah menjadi sangat mencekam, hujan bertukar menjadi badai mengerikan dengan petir serta kilat yang menyambar-nyambar ke beberapa penjuru.
Keringat dingin terlihat menggantung di dagu runcing Brody, menunggu saat untuk melepaskan diri, gambaran betapa takutnya lelaki itu saat ini.
Sementara Sisca, wajahnya sudah penuh dengan air mata akibat merasa benar-benar panik sekaligus ketakutan.
Setelah sempat terombang-ambing kesana kemari akibat kekuatan magis yang menyelimuti pondok yang mereka duduki, Brody akhirnya dapat menyeimbangkan tubuhnya dengan baik.
Bermodalkan nekat serta tekad yang kuat untuk menyelamatkan Sisca, pria itu melompat dari pondok. Namun, pendaratan yang terjadi tidaklah semulus perhitungan Brody.
Dia harus rela jatuh tersungkur hingga dahinya mengalami luka sobek yang cukup lebar.
Namun Brody tidak menyerah begitu saja.
Meski rasanya nyeri serta perih merambati kepalanya, dia terus berteriak meyakinkan Sisca untuk turut melompat dari sana.
"KAU MENYURUH GADIS INI MELOMPAT? SUNGGUH? KAU BUKAN LAKI-LAKI YANG BAIK TERNYATA, SAMA SEPERTI KEKASIHKU DULU YANG PERGI MENINGGALKANKU SEORANG DIRI SETELAH TAHU AKU SEDANG MENGANDUNG ANAKNYA! APA SEMUA LAKI-LAKI MEMANG TIDAK MEMILIKI HATI NURANI SEPERTI ITU?!"
Sosok Sulastri keluar dari celah besar pohon beringin tua dengan wujud yang sangat mengerikan.
Pangkal lehernya bersimbah darah dengan luka menganga yang sangat dalam serta lebar, tubuhnya di balut seragam sekolah lusuh yang sudah kotor oleh darah.
Kemeja seragam yang harusnya berwarna putih bersih itu malah berwarna merah pekat, basah oleh darah yang terus mengocor deras dari luka lebar dari pangkal lehernya.
Kulit Sulastri terlihat sangat pucat dan membiru, seolah menunjukkan betapa menderitanya dia selama ini. Kulit pucat kebiruan itu menggambarkan betapa kejamnya ketidakadilan yang telah merenggut nyawanya dan sang jabang bayi dalam kandungannya sekaligus.
Rambut panjang nan berantakannya juga terlihat menjuntai, menutupi sebagian besar wajah entitas itu, menambah kesan menyeramkan.
Pakaiannya basah kuyup, bau anyir khas darah juga menusuk indera penciuman Sisca maupun Brody.
"Kumohon, lepaskan Sisca, dia tidak memiliki salah apa pun kepadamu." Brody memohon. Darah segar terus mengalir dari dahinya.
Sulastri menatap Brody penuh kebencian,
"APA? TIDAK MEMILIKI SALAH APA PUN KATAMU?" Tawa nyaring Sulastri menguar, mengoyak kesunyian senja bertabur rintik hujan hari itu,
"KAU PIKIR BERBUAT TIDAK SENONOH DI RUMAHKU INI BUKANLAH SUATU KESALAHAN? DASAR ANAK MUDA TIDAK TAHU DIRI!"
"Sungguh, kami meminta maaf sedalam-dalamnya." Keringat yang membanjiri sekujur tubuh Brody telah terbawa oleh derasnya guyuran hujan.
Lelaki itu berjuang mati-matian melawan rasa takutnya terhadap sosok Sulastri yang begitu menyeramkan di hadapannya. Ini semua demi Sisca. Dia harus melindungi Sisca. Dia tidak akan membiarkan Sulastri melukai Sisca barang segores.
"Kami tidak bermaksud buruk, kami benar-benar tidak tahu soal keberadaanmu, sungguh, kumohon maafkan kami...."
Untuk kesekian kalinya, Brody kembali memohon. Matanya berkaca-kaca, menahan bulir air mata di kedua pelupuk matanya.
Sungguh, dia takut Sulastri mencelakakan Sisca.
Apa pun, apa pun itu rela Brody lakukan demi menyelamatkan Sisca.
"Kau bisa ambil aku jika berkenan, tetapi kumohon lepaskan Sisca. Percayalah, ini semua salahku, Sisca sama sekali tidak salah!"
Sisca sudah menangis tersedu di dalam pondok.
Perasaannya sudah campur aduk.
Panik, takut, sedih, khawatir, entahlah semuanya telah melebur menjadi satu.
Air mata Sisca seakan tidak ada habisnya.
Dia terus menangis dan menangis karena merasa sangat ketakutan di sertai berbagai perasaan lainnya. Dia takut celaka, namun di sisi lain, dia juga tidak mau Brody celaka.
"TIDAK!" tolak Sulastri tegas,
"AKU AKAN MENAHAN GADIS INI SAMPAI KAU BERHASIL MENEMUKAN KAKAKKU DAN MEMBANTUNYA MENANGKAP PRIA BRENGSEK YANG TELAH MEMBUATKU DAN ANAKKU JADI BEGINI!" Brody menekuk lututnya, membiarkan kedua lututnya bersandar pada tanah,
"Ke mana?! Ke mana aku harus mencari kakakmu? Aku bahkan tidak tahu kau ini siapa lalu kenapa kau menyuruhku menemukan kakakmu? Hah?! Katakan padaku kenapa?!" tuntut Brody dengan segala emosi yang telah mendidihkan darahnya.
Sungguh, dia tidak tahu apa maksud dari semua perkataan Sulastri.
Demi Tuhan dia tidak mengerti.
"DESA BLAKBAKAN! TEMUKAN KAKAKKU DI DESA BLAKBAKAN, LETAKNYA 30 KILOMETER KE ARAH UTARA DARI SINI! LALU KATAKAN PADANYA BAHWA AKU MENUNGGUNYA DI SINI. BAWA PRIA YANG TELAH MEMBUATKU KEHILANGAN KEHORMATANKU SERTA HAMIL DI LUAR PERKAWINAN ITU KEMARI, AKU HARUS MENGHUKUMNYA!"
"Bagaimana caranya?!" raung Brody frustasi.
"TEMUKAN CARANYA SENDIRI, KALAU TIDAK, GADIS INI AKAN MATI DAN MENJADI TEMANKU DI SINI SELAMANYA!" ancam Sulastri dengan pandangan kejam bak tanpa belas kasihan.
Detik berikutnya, pondok beserta Sisca menghilang, tersedot masuk ke dalam pohon beringin tua di hadapan Brody. Tubuh Brody lemas, kehabisan semua tenaganya. Lelaki itu terduduk tak berdaya dengan segala penyesalan yang mulai masuk dan bersarang dalam benaknya.
"Andai aku menuruti ucapan Sisca untuk tidak memaksakan diri pergi hari ini, semuanya sudah pasti tidak akan terjadi..." air mata penyesalan Brody berhasil lolos dari kedua pelupuk matanya.
Dia menangisi segala tindakan ceroboh dan egoisnya hari ini.
Jika saja dia tidak memaksakan kehendak, mungkin Sisca masih bisa pulang dengan selamat ke rumahnya.
Akibat terlalu banyak penyesalan serta ketakutan yang berebut masuk ke dalam kepala Brody, lelaki itu akhirnya jatuh pingsan, kehilangan kesadarannya di tengah derasnya rintik hujan malam jum'at kliwon.
***