Bab 15 Indahnya Berpacaran
Bab 15 Indahnya Berpacaran
Aroma lembab menyapa indera pembauan Sisca setibanya ia di luar rumah, bersiap untuk berangkat ke sekolah.
Gerimis masih setia turun, meski kecil-kecil bak tetesan embun pagi.
Terlihat sang Papa masih sibuk memeriksa mesin mobil dengan cara membuka kap mobilnya.
Papa memang begitu, sebelum memulai perjalanan beliau selalu memperhatikan kondisi mesin mobilnya secara seksama.
"Sudah belum, Pa?"
Papa mengangguk samar, beliau kemudian membukakan pintu mobil untuk Sisca,
"Sudah, ayo berangkat."
"Terima kasih, Papa." Papa bergegas menuju kursi pengemudi, menyalakan mesin mobilnya.
Waktu sudah semakin mepet, beliau tidak mau anak semata wayangnya itu sampai telat sampai ke sekolah.
"Tak usah buru-buru, Pa. Menyetir dengan tenang saja ya," ucap Sisca mewanti-wanti setelah melihat gerak-gerik sang Papa yang nampak tergesa.
"Memangnya kamu tidak telat?"
Sisca tersenyum tipis, "Tidak kok. Masih ada waktu lebih dari tiga puluh menit, kurasa itu akan cukup jika Papa mengemudi dengan tenang. Lebih baik begitu dari pada nanti terjadi hal yang tidak kita inginkan."
"Ya sudah kalau begitu." Papa mulai menjalankan mobilnya, keluar dari pekarangan rumah mewah mereka melesat memasuki jalan raya yang mulai padat merayap.
Sisca dan Papa asyik berinteraksi, saling bertukar cerita lucu menyangkut pengalaman keduanya beberapa hari belakangan.
Hubungan keduanya terlihat semakin harmonis.
"Pa, mungkin hari ini aku pulang sedikit terlambat, ada tugas kelompok yang akan kami kerjakan bersama di sekolah," tutur Sisca sambil membenarkan sabuk pengaman yang membentang di atas dadanya.
"Tugas kelompok? Uang saku kamu cukup tidak? Kalau ada patungan nanti Papa beri tambahan uang saku."
"Hehe, iya, Pa. Pasti nanti ada patungan untuk biaya print dan fotocopy, materinya kan harus kami presentasikan di depan kelas minggu depan."
Mobil yang di tumpangi keduanya lantas berhenti di dekat gerbang utama SMA Kartika.
Sisca bergegas melepas sabuk pengamannya, meraih tangan sang Papa dan menciumnya penuh hormat.
"Sisca masuk dulu ya, Pa."
Papa tersenyum samar,
"Ya sudah, ini ada uang seratus ribu buat kamu. Dipakai buat patungan ya, jangan buat jajan."
"Terima kasih, Pa! Papa memang yang terbaik."
Sisca tersenyum lebar,
"Assalamualaikum, Pa. Hati-hati di jalan ya."
Papa mengangguk takzim, "Waalaikumsalam,"
Setelah memastikan Sisca masuk ke gedung sekolah dengan aman, Papa memutar setirnya kembali ke jalan raya, melanjutkan perjalanannya menuju kantor.
***
"Kamu sudah makan?"
Senyum Sisca seketika merekah setelah sang Pacar datang dengan kantong plastik berisi salad buah yang sangat menggiurkan tergantung manis di tangan kokohnya.
Brody berjalan masuk ke dalam kelas, menghampiri Sisca yang tengah asik membaca komik horror.
Sekarang sedang jam istirahat, semua orang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, entah itu makan, bercengkrama dengan teman maupun mengerjakan tugas.
Tetapi Sisca memilih menyegarkan pikirannya dengan cara membaca komik hingga Brody datang.
"Belum," sahut Sisca dengan senyum tipis.
"Aku tadi beli salad buah, kudengar kamu suka makan ini."
Brody menyodorkan benda yang di bawanya kepada Sisca.
Dengan mata berbinar, Sisca menerimanya,
"Bagaimana bisa kamu tahu aku suka salad buah?"
"Kamu harus tahu kalau aku ini cenayang!"
kelakar Brody membuat Sisca terkekeh geli.
Pasangan yang lucu serta manis.
"Makan bersama yuk? Oh iya, omong-omong kamu beli salad buah ini di mana?"
"Di pengkolan tak jauh dari sekolah," kata Brody enteng.
Sisca memandang heran kepada Brody,
"Kamu beli di pengkolan itu? Bagaimana caranya kamu bisa keluar sekolah? Kan ada Pak Tatang yang jaga gerbang." Pak Tatang, Satpam yang bertugas menjaga gerbang utama SMA Kartika memang terkenal gahar di seantero sekolah.
Makanya Sisca heran jika Brody sukses membeli salad buah di pengkolan tak jauh dari sekolahnya itu, memangnya bagaimana caranya?
Brody tergelak mengingat aksi tak terpuji yang di lakukan olehnya beberapa saat lalu,
"Aku memanjat lewat jendela toilet pria, hebat bukan? Untungnya aku mendarat dengan sempurna dan dapat kembali dengan selamat."
"Astaga!" Sisca menepuk kesal bahu Brody,
"Berhentilah melakukan hal-hal berbahaya seperti itu, aku tidak mau kamu jadi celaka!"
"Aduh, iya-iya, ampun! Aku hanya ingin membuat pacarku yang cantik jelita ini senang," aku Brody sambil cengengesan.
Sisca mendengus, dicubit lengan Brody pelan,
"Bisa-bisanya!"
"Hei, aku serius tahu," elak Brody,
"Aku ingin membelikan makan enak untukmu karena aku tahu pacarku ini pasti belum makan."
"Kalau begitu terima kasih," tukas Sisca sambil membuka bungkusan berisi salad buah pemberian dari Brody.
Gadis itu mulai menikmati salad buahnya dengan nikmat, tak lupa sesekali menyuapi Brody juga, kasihan.
Dia membeli kudapan manis penuh nutrisi ini dengan perjuangan yang tidak main-main.
Memanjat lewat jendela toilet katanya?
Bisa kalian bayangkan bagaimana sempitnya jendela toilet itu?
Hah, membayangkannya saja Sisca sudah bergidik ngeri.
Bagaimana bisa tubuh tinggi serta tegap milik Brody menyelinap lewat jendela toilet?
Pacarnya ini memang luar biasa.
"Kamu mau lagi tidak? Kalau mau aku bisa belikan lagi," ujar Brody setelah menyadari salad buah yang mereka nikmati telah ludes.
"Tidak perlu, aku sudah kenyang kok,"
Sisca menggeleng cepat.
"Aku tidak mau kamu beli dengan cara memanjat lewat jendela toilet lagi, mengerikan."
Brody tertawa. "Apa sih yang tidak untuk pacarku? Lagi pula memanjat jendela bukanlah hal yang sulit."
"Hah, kamu ini ada-ada saja." Sisca mendengus geli,
"Tidak usah memanjat begitu lagi, bahaya tahu! Kalau kamu jatuh terus mati bagaimana?"
Brody bergidik, "Masa iya jatuh dari jendela toilet aku jadi mati? Memangnya kamu rela aku mati?"
Cengiran lebar kemudian terbit di wajah elok oriental milik Sisca. "Maksudku sih bukan begitu."
"Mau beli minum?" tawar Brody kemudian.
"Nah, kalau minum aku mau!"
"Ayo, Tuan Puteri. Biarkan Pangeran memanjakan Anda." Sisca tertawa,
"Belikan aku susu kotak rasa stroberi kalau begitu, Pangeran Kodok!"
"Kenapa Pangeran Kodok? Harusnya Pangeran Kelinci dong, supaya lebih imut,"
Ya, terserah yang sedang kasmaran saja.
Keduanya kemudian melenggang pergi keluar kelas, berjalan sejajar.
Kontan, hal itu menarik perhatian siswa-siswi lain yang melihat kejadian itu.
Tak sedikit yang memandang dua sejoli itu dengan tatapan iri, terutama para pengagum Sisca maupun para pengagum Brody.
Tanpa di sadari oleh keduanya, pesona mereka memang sebesar itu hingga mampu membuat banyak orang jatuh hati.
Namun tentu saja semua itu bukan salah dari keduanya, yang jelas, mereka hanya saling menyukai sebagai sepasang kekasih satu sama lain.
Sambil mengobrol ringan, mereka menikmati perjalanan menuju kantin di iringi berbagai tatapan dari penduduk sekolah.
Tak hanya pandangan iri yang di dapatkan oleh keduanya, ada pula yang memandang mereka takjub.
Oh, tentu saja, siapa yang tidak takjub jika melihat sepasang kekasih dengan paras luar biasa rupawan seperti mereka?
***