Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Terkenang

Bab 13 Terkenang

Dengan senyum malu-malu yang menghiasi wajahnya, Sisca memandang botol lip tint cantik yang sedang berdiri tegak di atas meja riasnya.

Sungguh, itu sudah beberapa hari berlalu, tetapi Sisca tetap saja terkenang bagaimana manisnya Brody saat memberikan hadiah manis itu kepadanya.

Sisca jadi salah tingkah sendiri selama beberapa hari ini, sungguh lucu.

"Aduh, sepertinya aku menyukai Brody." Sisca bermonolog sambil memandang bingung ke langit-langit kamarnya, "Tapi apa iya ya? Haduh, aku ini kenapa sih?"

Sisca mentertawakan sikapnya sendiri, dia kemudian bangkit dari ranjangnya berniat mengerjakan tugas Fisikanya yang sempat terbengkalai selama beberapa jam karena terlalu asik memikirkan Brody. Hah, dasar.

Gadis itu menarik kursi belajarnya hingga menghasilkan suara derik yang tak begitu menganggu.

Sisca meraih pulpennya, mulai menulis rumus-rumus sesuai dengan buku cetak tebal di hadapannya dengan cekatan.

Sisca dengan cermat mengerjakan soal-soal Fisika itu, berharap nilainya kali ini membaik.

Cukup sudah, dia tidak mau lagi mendapatkan nilai pas-pasan —kalau Papa tahu bisa gawat, dia bisa dimarahi habis-habisan.

'Tok tok tok!'

Tangan Sisca berhenti menulis.

Dia menoleh ke arah pintu kamarnya, siapa sih yang berani menganggu acara belajarnya?

Sisca mendengus malas, tetapi tetap beranjak menuju pintu lalu membukanya dengan tidak sabaran.

"Ada apa?"

"Nona, ada kiriman untuk Anda," ucap sang asisten sembari menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna biru langit.

Meski bingung, Sisca tetap menerima kotak tersebut, "Memangnya ini dari siapa?"

"Dari seorang pemuda tampan, tapi dia tidak mau menyebutkan namanya tadi. Dia hanya bilang, dari orang yang menyukai Anda,"

papar wanita itu apa adanya.

"Menurutmu, apakah aku mengenal orang itu?"

"Sepertinya Nona mengenal orang itu, bisa jadi teman Nona di sekolah."

Sisca mengulas senyum tipis,

"Baiklah, terima kasih ya, Mbak. Aku mau lanjut belajar dulu."

Setelah sang asisten pamit undur diri, Sisca kembali menutup pintu kamarnya.

Dia tak mampu mengendalikan rasa penasarannya hingga akhirnya memutuskan untuk langsung membuka kiriman yang barusan ia terima.

Sisca mengambil posisi duduk bersila di atas karpet berbulu lembut di depan ranjangnya dan mulai membuka kotak itu buru-buru.

Dia sungguh sudah tidak sabar ingin tahu apa isinya.

Satu-dua menit berlalu.

Sisca telah berhasil membuka kotak itu, isinya lima buah kaset orisinil film horror luar negeri yang memang ingin ia tonton —dan sampai sekarang Sisca kesulitan mencari kasetnya.

"Selamat menonton. Aku tahu kau sangat suka yang seram-seram makanya aku berikan ini, semoga kau suka. Tertanda, B.K."

Setelah membaca catatan kecil di antara tumpukan kaset itu, Sisca terkekeh kecil.

"B.K? Hah, ayolah, Brody Kent, akui saja kalau kau itu menyukaiku. Jangan mencoba bermain teka-teki yang terlalu mudah begini denganku."

***

"Kau kenapa dari tadi terus tersenyum seperti orang kehilangan akal?"

Mendengar suara menyapa indera pendengarannya, Brody kontan menoleh ke sumber suara.

Brody mendengus geli,

"Bahagia." Melihat tingkah aneh sahabat karibnya, Rudi bergidik ngeri. Lama-lama, kelakuan Brody semakin aneh saja, membuat pemuda beralis tebal itu agak sedikit takut.

"Bahagia kenapa menangnya?"

"Sisca mengirimiku pesan singkat, katanya dia suka dengan hadiah yang barusan kukirimkan untuknya." Cengiran lebar menghiasi wajah Brody, melukiskan dengan jelas betapa bahagianya dia hari ini.

"Hadiah? Memangnya apa yang kau kirimkan padanya sampai dia sesuka itu?"

"Kaset film horror, kudengar dia sangat menyukai hal yang seram-seram," sahut Brody polos.

"Selera yang aneh," cibir Rudi cuek.

Baru kali ini dia mendengar ada gadis yang menyukai hal-hal ngeri memacu adrenalin seperti Sisca. Gadis yang sangat unik, pikir Rudi.

"Tidak usah mencibir dia terus," sergah Brody kesal.

Dia menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya setelah membalas pesan singkat dari Sisca dengan manis.

Rudi cemberut, "Kenapa tidak boleh?"

"Karena dia itu calon pacarku, jadi kau tidak boleh mencibir dia terlebih di depanku, itu sangat membuatku jengkel,"

cerocos Brody.

Rudi takjub, baru kali ini Brody mau membela seorang gadis sampai rela berbicara panjang lebar, sungguh luar biasa.

"Daripada mendebatkan hal yang tidak penting, kau mau tidak membantuku menyiapkan momen romantis untuk menyatakan perasaanku kepada Sisca?"

Brody kembali buka suara.

"Hah, kau kan tahu aku tidak pernah punya pengalaman bagus soal percintaan," sungut Rudi,

"Kau tanya saja ke orang lain yang jauh lebih berpengalaman,"

Brody mendecak sebal, "Kau ini!" Rudi menggaruk kulit kepalanya dengan jari telunjuk,

"Kau tidak mau coba tanya pada temannya Sisca? Kudengar dia punya teman laki-laki di sekolah."

"Teman yang mana?"

Rudi menjentikkan jarinya penuh semangat, "Kalau tidak salah namanya Chandra."

Brody menepuk keningnya, baru teringat soal Chandra yang sering berada di dekat Sisca setiap kali mereka berpapasan, "Ah, iya, kok aku tidak kepikiran ya?"

***

Bell sekolah berdering nyaring, pertanda jam istirahat telah tiba.

Seluruh siswa terlihat berduyun-duyun keluar dari kelas masing-masing, tujuan utama mereka sudah tentu kantin.

Namun hal lain terjadi pada Sisca.

Gadis cantik itu nampak sibuk berkutat dengan tumpukan buku pelajaran di depannya.

Tangannya yang mengenggam pulpen juga asik menari-nari di atas buku catatan, menandakan bahwa dia benar-benar sedang berkonsentrasi penuh.

Beruntung tadi dia sempat membawa bekal berupa roti isi cokelat serta sebotol air minum, lumayan untuk mengganjal laparnya, karena mana sempat dia pergi ke kantin mengingat banyak tugas yang harus dia selesaikan dalam waktu istirahat yang relatif singkat ini.

Pelajaran berikutnya adalah Biologi, dan dia lupa mengerjakan tugas.

Untung tadi Chandra mengingatkan dan mau berbaik hati meminjamkan bukunya untuk Sisca.

Sebenarnya kalau pelajaran Biologi Sisca tidaklah bodoh, hanya saja dia sering kelupaan mengerjakan tugas.

Ya, Sisca memang pelupa.

Sangat susah menghilangkan kekurangannya yang satu ini meskipun dia telah berusaha keras.

Memasang pengingat di ponsel, memasang alarm, tetapi tetap saja ada hal yang terlewat.

Entah itu tugas sekolah atau kegiatan penting di luar sekolah seperti kursus tambahan.

Sisca berharap akan bertemu lebih banyak orang yang mampu membantunya melawan penyakit lupanya ini lambat laun.

Tangan Sisca bergerak dengan lincah serta cekatan menyalin kata demi kata dari buku catatan Chandra ke buku catatannya.

Kalau soal salin menyalin tugas, Sisca memang juaranya.

Pernah beberapa kali saat masih SMP, dia menyalin beberapa tugas sekaligus hanya dalam kurun waktu tak sampai dua puluh menit.

Bukankah itu menakjubkan?

"Sisca, kau sedang apa? Kenapa tidak makan?"

Tangan kanan Sisca kontan berhenti menulis.

Dia menoleh, memandang Brody yang berdiri di hadapannya dengan sekotak susu cokelat ukuran sedang di tangan kanannya.

"Membuat tugas," jawab Sisca, kembali pada kesibukannya.

"Setidaknya minumlah ini dulu, kau sudah mengerjakan banyak soal, itu tinggal sedikit. Makanlah dulu sebentar," usul Brody sambil menempelkan kotak susu dingin itu ke pipi Sisca.

"Kau ini kenapa cerewet sekali sih?"

"Karena aku peduli padamu."

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel