BAB 5 : KEMURKAAN AYAH!
" Aku tak akan merasakan sakit ini dan luka ini jika semua ini bisa membuat kalian Bahagia, aku sudah berjanji akan menerima semua perlakuan kalian kepadaku, luka fisik dan batin akan aku terima tapi tidak untuk luka hati.! kalian boleh mengambil kebahagiaanku, keluargaku, tapi jangan ambil cintaku .!!" *Arsana Arumi*
.
.
.
.................
Arsana berjalan pelan memasuki gerbang besar itu, pagar rumah nya tertutup rapat dan terlihat sudah ada mobil Ayahnya, berarti Ayahnya sudah pulang dari kantor. pantas saja jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, gawat.! kalau sampai ketahuan matilah riwayatnya.
dengan hati - hati Arsana berbalik menuju pintu belakang , berhubung rumah besar itu berada diujung pertigaan komplek maka dengan mudah menuju gerbang belakang yang dipagar tembok dan ada pintu besi single untuk para pekerja disana keluar masuk rumah besar tersebut. dengan pelan Arsana membuka kunci pagar itu yang kebetulan belum digembok sama bik ratih.
clek kriettt....
bunyi pintu trali itu terbuka dan saat kaki pincang itu hendak masuk tiba - tiba suara mengagetkannya " Astafirullahaldzim, non.... " ucap bik Ratih histeris melihat keadaan nona muda nya yang terlihat sangat mengenaskan dengan baju basah kuyub dengan kedua lutut yang robek serta cara jalan Arsana yang pincang.
"syutttt bik, pelan - pelan.!" Arsana meletakkan jari telunjuknya ke bibir pucat itu kemudian mengelus dadanya karena kaget dengan suara pembantu rumah tangga keluarga nya ini.
"ehh hehe maaf non, habisnya non kayak tikus kecebur got, abis kecelakaan dari mana non, Ya Allah." ucap bik Ratih kemudian membantu Arsana masuk kedalam rumah melalui pintu dapur.
"ehmm tadi gak sengaja jatuh trus hujan deh, makanya kayak gini." ucap Arsana meringis sakit saat kaki nya dipaksa jalan.
" lahh, lagian non darimana aja, Bapak tadi nyariin non." Arsana membulatkan matanya menoleh kearah bik Ratih dan mendudukan dirinya dikursi meja makan.
" trus bibik bilang apa.?"
" yaa bibik bilang non belom balik dari sekolah." ucap bik ratih polos membuat Arsana lagi - lagi meringis, sudah tamatlah riwayatnya kali ini. sebenarnya bukan salah bik Ratih juga sih. memang dirinya saja yang pelupa.
Arsana menepuk kening nya kepalanya terasa pusing, banyak sekali yang memenuhi pikirannya saat ini. dari sikap dingin Abraham padanya, Abraham yang menyukai gadis lain, Abraham yang sangat peduli dengan gadis lain dan pikiran nya tentang bagaimana jika Ayahnya tau dia pulang selarut ini. ehmm tapi kok malah banyakan tentang Abraham ya dipikirannya..? ehh..?
" DARI MANA KAMU.!" nada tegas itu berasal dari arah punggung belakang Arsana sontak membuat gadis itu menoleh takut - takut, tentu saja ia tau suara siapa yang saat ini menegurnya.
" ehmm... "
" jangan hanya ehm - ehm , jawab Arsana.!"
"dar- dari kerja kelompok dirumah Laras Yah."
" jangan bohong kamu.! Ayah tau kamu tidak kerumah Laras, gadis itu kemari setelah magrib tadi." ucap Devan tenang menahan emosinya, apalagi melihat Arsana berjalan pincang saat memasuki dapur dengan baju mengenaskan makin membuat nya emosi. pasalnya pria paruh baya itu sudah sedari tadi ada didapur menunggu kepulangan Arsana.
Arsana tak dapat menjawab kepalanya berputar memikirkan alasan yang tepat , gadis itu menaikkan pandangannya melihat Ayahnya yang menampakkan wajah garang. " Ars- Arsana gak bohong Yah, mu-mungkin Laras kesini mau balikin buku catetan Arsana yang ketinggalan."
"sudah saya bilang saya benci kebohongan Arsana, jawab dengan jujur Arsana.! jangan bikin darah tinggi saya naik.!" Arsana menelan ludahnya gugub. ia diam sejenak dan menghelah napas kemudian berucap jujur yang makin membuat Ayahnya naik pitam.
" da- dari ke- kerja Yah." jawab Arsana gugub gadis itu menunduk dan memainkan jari - jari tangannya diatas pangkuannya.
"kerja.? untuk apa kamu kerja Hah..?" bentak Devan membuat Arsana terlonjak dan dengan kasar Devan menarik tangan Arsana dari duduk nya dan menghempaskan Arsana kebawah lantai.
" kurang apa kamu disini.? masih kurang uang yang saya kasih.? masih untung kamu saya pelihara tidak saya buang.! kamu bilang kamu kerja.? dengan santai nya kamu mempermalukan keluarga Widjoyo.!" Devan menarik rambut Arsana dan membenturkan kepala gadis itu dimeja makan. seketika Arsana merasa telinganya berdenging, ia meringis sakit dan tidak bisa melawan , darah mengalir dari pelipisnya bahkan kedua matanya sudah dibanjiri air mata.
bik ratih yang melihat itu hanya terdiam kaku sambil menahan tangisnya, sedangkan dua orang lain diambang pintu ruang makan hanya diam dan tersenyum sinis. siapa lagi kalo bukan Sonya dan anak nya Shalom.
Sonya. wanita itu sempat melototkan matanya kearah Arsana agar gadis itu bungkam perihal uang sakunya yang dipotong terkadang tak diberikan kepadanya oleh wanita paruh baya itu.
" jawab Arsana.! kamu kurang uang.? atau kamu jadi pel***r diluar sana, menjual tubuh kamu demi uang.? dasar matre kamu gak pernah bersyukur.!!" teriak Devan kesetanan dan tangan besar itu yang masih memegang rambut Arsana dan kembali menghempaskan Arsana hingga gadis itu terjatuh menabrak kursi makan membuat tubuh ringkih itu merasakan pening yang luar biasa pelipisnya yang berdarah makin menjadi menutupi sebagian matanya bahkan penglihatannya sedikit buram dan pendengarannya makin berdenging.
Ia tak sanggup lagi menjawab, badannya sudah sangat tak berdaya seperti tidak ada lagi energi tubuh itu untuk sekedar menegakkan kepala. beberapa menit kemudian Arsana kehilangan kesadarannya , ia tak sanggup lagi apalagi perutnya belum terisi dari pagi hingga kini tubuh itu tak sanggup bertahan dan hanya kegelapan yang ia rasakan .
terakhir hanya suara Devan yang ia dengar bahwa lelaki itu menghukum nya ke gudang. ke gudang yang sangat ditakuti oleh Arsana, didalam sana Arsana dapat merasakan hawa dingin dan tak bersahabat dari barang - barang berdebu didalamnya.
karena tak ada perlawanan lagi Devan kemudian menyeret Arsana kearah gudang dan mengurung gadis itu disana.
kemudian meninggalkan gadis itu dengan menggembok pintu gudang. setelah kembali dari gudang Devan memasukki dapur dan meminta semua pekerja dirumahnya berkumpul." jangan ada yang berani nolongin Arsana dan memberi nya makan hingga besok, jika kalian melanggar ucapan saya, jangan salahkan saya jika saya memecat kalian dan membuat keluarga kalian hancur .!" Ancam Devan kepada semua pekerja dirumah besar tersebut dan mengantongi kunci gembok gudang kemudian berlalu tanpa rasa bersalah.
" kasian neng Arsana."
"hiks hiks wajah non Arsana pucet banget tadi ."
" ini gimana atuh, pesen Nyonya besar kan kita harus selalu ada buat non Arsana."
" yaudah, kita berdoa aja semoga non Arsana baik - baik saja disana."
mereka semua mengangguk dan berlalu kekamar masing - masing berdoa semoga malam ini cepat berlalu, dan bisa menolong nona mereka esok hari.
*******************
cahaya Matahari menelusup masuk ke sela - sela jendela gudang yang membuat penghuni didalam tersebut mengernyitkan matanya karena silau. badannya terasa keram dan kaku, terasa berat untuk digerakkan dan perutnya terasa sakit yang sangat luar biasa.
mata itu berusaha terbuka dan menegakkan badannya, Arsana meringis sakit disekujur tubuhnya, sembari memegang perutnya Arsana mendudukan dirinya dan menyender didinding gudang. rasas takutnya menghilang karena rasa sakit ditubuhnya lebih mendominasi.
Arsana sudah sering sekali masuk kegudang karena Devan, lelaki paruh baya itu selalu menghukum Arsana didalam gudang, hingga gadis itu mengidap nyctophobia yaitu gangguan psikologis di mana Arsana memiliki rasa takut yang berlebihan terhadap kegelapan. Arsana bisa merasakan panik atau gangguan cemas ketika berada di tempat tak bercahaya, bahkan di kamar tidurnya sendiri.
clek...
Arsana menolehkan kepala nya diambang pintu gudang terdapat Devan yang sudah rapi menggunakan jas kerja nya , lelaki paruh baya itu melihat Arsana yang tampak pucat dan penuh luka, segera ia mengangkat gadis itu menuju kamarnya tanpa takut kotor dan kusut pada bajunya, yang pasti masih ada sisi baik dalam dirinya.
Arsana menangis dalam diam, mengeratkan pelukkannya didalam gendongan sang Ayah, walaupun devan merupakan Ayah sambungnya tetap saja Devan adalah Ayah baginya. Ayah yang selalu mengajarkannya , walaupun dingin Devan terkadang memberikan perhatiannya kepada Arsana dan melihat keadaan Arsana saat ini pun membuat lelaki itu bergetar takut kehilangan gadis ini, anak kesayangan kakak kandungnya.
" maafkan Ayah Arsana." Batin Devan tanpa mengucapkan kata - kata itu secara langsung tapi tatapan sayu lelaki itu memandang Arsana sudah membuat Arsana tau bahwa Devan sangat menyayanginya.
setelah Devan mengendong Arsana sampai didalam kamarnya." mandilah, jangan lupa bersihkan luka mu kemudian makan terus berangkat sekolah.!" ucap Devan dingin kemudian berlalu dari kamar Arsana, sebelum lelaki paruh baya itu benar - benar meninggalkan kamarnya, Arsana memberanikan diri bersuara.
" Ayah... makasih." Devan menganggukkan kepalanya tanpa melihat Arsana sedikit pun.
"sudah seperti ini kamu masih mengucapkan kata itu, aku ini Ayah yang brengsek Arsana, yang bahkan melukai anak gadis nya sendiri." mata laki - laki itu berkaca - kaca.
" Ayah.!!" panggil Arsana membuat Devan berhenti diambang pintu.
" boleh gak... Arsana kerja lagi.?"
" terserah." ucap Devan kemudian benar - benar berlalu dari kamar gadis itu. mendengar jawaban Devan membuat Arsana tersenyum bahagia, ia merasakan kasih sayang Devan walaupun laki - laki itu tak pernah menunjukkannya. " terima kasih Ayah, kau adalah satu - satu nya orang yang menyayangi ku dikeluarga ini, walaupun kau tak pernah menunjukkannya. suatu hari nanti Arsana akan pastikan kau memelukku Ayah."
Devan menuruni anak tangga satu persatu, hatinya mencelos melihat keadaan Arsana sedari membuka pintu gudang tadi. " kau melahirkan seorang bidadari didiri manusia kak, Arsana sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan baik hati. Kak, kau memiliki putri yang berhati malaikat ." batin devan.
....................
Tiba disekolah Arsana lagi - lagi terlambat , pasalnya ia harus memngobati luka nya dan mengisi perutnya yang begitu lapar, walaupun dengan satu potong roti sudah membuat Arsana senang, hitung - hitung menganjal hingga bel istirahat nanti.
Arsana bersama siswa lain yang juga terlambat berdiri dilapangan, mereka semua diperiksa dari seragam hingga atribut yang dipakai. bahkan kaus kaki mereka juga diperiksa berhubung ini adalah hari senin. kaus kaki wajib putih.!
"Mereka yang berdiri dilapangan ini adalah siswa - siswi yang telat mengikuti upacara. sangat tidak pantas untuk dicontoh" ketus Kalilah lantang dan membuat semua atensi siswa - siswi kearah mereka yang berdiri dilapangan. selaku sekretaris osis Kalilah memperingatin mereka semua.
"kok rempong banget sih ni orang yang ketua siapa yang wakil siapa yang bawel siapa." batin Arsana kemudian matanya melihat kedepan dan seketika jantung nya berdetak cepat saat kedua mata mereka bertemu.
mata hitam itu memandang nya lekat. Abraham kemudian berdiri didepan semua siswa dan siswi memperhatikan satu persatu, dan netranya menatap lekat Arsana yang datang kesekolah menggunakan make up. ia menaikkan satu alisnya. ganjen! pikir lelaki itu.
hmmm kalau boleh jujur Arsana menggunakan make up untuk menutupi luka - luka diwajahnya, apalagi sekarang ia menggerai rambutnya dan berponi sehingga perban didahinya tak terlihat.
" kamu.!" tunjuk Abraham pada Arsana
" sudah keberapa kali kita bertemu hanya karena keterlambatan kamu.? kamu kalau memang gak niat sekolah gak usah sekolah.!" bentak lelaki itu memasang wajah datar.
Arsana hanya diam dan malas membahas dan menjawab omongan Abraham selaku ketua osis disekolahnya, lagipula bibirnya masih sakit karena kebentur kursi meja makan. jadi yaaa diam saja lah.
Abraham terdiam merasa diabaikan, gadis didepannya ini hanya melongoh melihat lurus kematanya. ada apa.? batinnya.
tobe continued*