Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 19 : BERTENGKAR

" AKU HANYA INGIN KAU ADA DISAAT AKU TAK MENEMUKAN JALAN PULANG TUNGGULAH SEBENTAR LAGI.. GEMBOK TIDAK PERNAH DIBUAT TANPA KUNCI, DEMIKIAN PULA TUHAN, TIDAK PERNAH MENGIZINKAN MASALAH TANPA SOLUSI."

.

.

.

.

Abraham memandang Arsana intens memperhatikan gerak - gerik Arsana yang terlihat gelisah.

"lo kenapa.?"

"gue mau pulang , dari kemarin gue belum pulang. keluarga gue pasti khawatir kalau gak ada gue dirumah saat ini."

"khawatir, gak salah.? pancing Abraham menampilkan senyum smirknya.

"Bram... kalo lo gak ada yang mau diomongin mending gue pulang deh." Arsana mulai beranjak dari kursinya hingga ucapan Abraham menghentikannya.

"gue.... pingin lo tetep disamping gue kayak biasanya." ucap Abraham lirih.

"hah maksudnya.?" Arsana benar - benar tak tau maksud laki - laki ini, bukankah Abraham sendiri yang menyuruhya untuk tidak mengharapkan lelaki ini lagi kan.

"jangan menghindar atau menjauh dari gue.!" tegas Abraham memandang mata coklat madu itu.

"siapa yang menghindar ataupun ngejauh, memang kenyataannya kita ga sedekat itu.!" jelas Arsana meringis mendengar ucapan Abraham. dan kembali duduk memandang laki - laki itu.

"gue pingin lo kayak dulu, Arsana yang selalu ada disaat Abraham ada. itu aja.!"

"Abraham .! lo gak ngerti ya.? semakin gue deket sama lo semakin hati gue sulit buat ngelupain lo." miris Arsana , jujur Arsana lelah untuk berusaha menjadi gadis baik - baik saja tapi pada kenyataannya hatinya terluka.

"itu. itu yang gue gak suka, pemikiran lo yang mau ngelupain gue untuk kedua kalinya." tunjuk Abraham marah.

"maksudnya apa sih.?" Arsana jelas - jelas tak mengerti alur pembicaraan Abraham saat ini. maksudnya apa dua kali.? sejak kapan Arsana melupakannya.

"intinya jangan menjauh dari gue, tetep jadi Arsana yang gue kenal."

"lo gak bisa ngatur hidup gue kayak gini.!" marah Arsana matanya memerah menahan buliran airmata yang hendak keluar.

Brakk...

"gak ada kata gak bisa buat gue.!"rahang lelaki itu mengeras menahan emosi.

Abraham mengebrak meja dihadapan mereka, Arsana terkejut dengan tindakan lelaki itu secara tiba - tiba.

"sekarang siapa yang kekanakkan.?" sindir Arsana dengan raut kesalnya.

"mau lo apa sih.? kemarin lo nanya gue tentang hubungan gue dengan Shalom. gue jawab lo nangis, sekarang dengan tegasnya lo menghindar dari gue."

".........."

"kemana Arsana yang polos .?"

"........."

"kemana aksen Aku - Kamu dari mulut lo.? Gue gak pernah nyangka dan duga kalau omongan gue waktu itu bisa ngerubah lo jadi begini." lanjut Abraham dengan wajah tak percaya.

"people change.!" balas Arsana tanpa segan membalas tatapan Abraham kemudian berdiri dan beranjak dari hadapan Abraham.

"katanya .. gue adalah alasan lo untuk hidup." gumam Abraham membuat langkah Arsana terhenti tanpa menatap lelaki itu, wajah pucat gadis itu sudah nampak memerah.

"tapi lo sendiri yang bilang Abraham... hiks lo sendiri yang buat hati gue hancur .! omongan lo yang buat gue gak ada harapan lagi cuma buat bisa memandang ke arah elo.!!" tangis Arsana pecah, gadis itu menunduk menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menangis terseduh berjongkok dibawah dekat meja makan tersebut.

"maafin gue. gue waktu itu keterlaluan, gue benci liat lo terluka dan pasrah dalam menjalani hidup." Abraham berjalan mendekati Arsana dan berjongkok didepan gadis itu merengkuh tubuh rapuh gadis nya.

"maafin gue... gue emang brengsek. bajingan kayak gue emang gak pantes dapet maaf dari lo."

Arsana menggelengkan kepalanya.

"Abraham jangan buat aku berharap, please aku mau berusaha lupain kamu. seperti keinginan kamu kan." Arsana menahan getaran pada suaranya saat berbicara hal tersebut, hatinya sakit dan dada nya sesak, seakan tertimpa beberapa ton barang tak kasat mata membuat Arsana sulit mengutarakan keinginannya.

"jangan ... jangan lagi.!" rancau Abraham semakin mengeratkan pelukkannya kepada Arsana.

"Abraham... please aku mau pergi." Arsana berontak dalam pelukkan Abraham.

"jangan pergi, gue mohon jangan tinggalin gue lagi ." bukannya melepas Abraham makin menenggelamkan kepalanya dicuruk leher gadis itu.

"Aku mohon please biarin aku pergi kali ini, aku capek Abram capek memahami sikap kamu yang berubah - ubah. padahal aku ... bukan siapa - siapa kamu.! kamu gak berhak nahan aku." jelas Arsana dan berhasil melepaskan diri dari Abraham.

Arsana berlari keluar Apartemen lelaki itu namun Abraham berhasil mencekal tangan Arsana dan memohon didepan gadis itu.

"please, bertahan sebentar lagi." Abraham menongak melihat raut wajah Arsana yang sembab dengan airmata.

"maksud kamu apa.? jangan gini, berdiri Abraham.!" ketus Arsana menarik badan Abraham yang bersimpuh dihadapannya, Arsana merasa malu karena kini mereka berada didepan gedung Apartemen lelaki itu dan ditonton banyak orang.

"tapi kamu gak pergi kan.!" ucap laki - laki itu pelan, hell kemana sikap dan ucapan garang lelaki ini.? kenapa seperti bocah umur lima tahun .? manis sekali Abraham bahkan menggunakan aksen Aku - kamu membuat Arsana mati - matian menjaga imagesnya agar tak kelepasan memeluk gemas tubuh tegap itu.

"aku gak bisa, kamu udah punya tunangan dan aku bukan siapa - siapa kamu. kamu... hidup bahagia sama dia dan aku dengan hidupku." lirih gadis itu hendak melangkah.

Abraham berdiri dan mencekal tangan Arsana kembali, memeluk tubuh itu erat seakan takut gadis itu kembali menjauh darinya.

"aku... gak pernah mengatakan bahwa aku menerima perjodohan itu Arsana, waktu dibalkon aku cuma mau liat reaksi kamu. cuma mau liat kamu cemburu dan... sebenarnya aku sedikit kesal."

penjelasan Abraham membuat Arsana membeku, tapi tetap diam ditempatnya tanpa berusaha membalas pelukkan Abraham dan mencari kebenaran atas ucapan Abraham.

"aku... gak pernah bilang bahwa aku suka dia, terima perjodohan itu dan ingin hidup bahagia sama dia. enggak ! karena kebahagiaan aku ada di orang lain."

Deg...

jantung Arsana berdetak kencang mendengar itu, apakah orang lain yang dimaksud Abraham adalah Dia yang ia sebut - sebut dalam tidurnya.? seketika Arsana melepaskan pelukkan itu dan berdiri membelakangi Abraham.

miris sekali nasib mu Arsana, banyak yang mendorong mu menjauh dari laki - laki itu.

satu tetes kembali membasahi pipi tembam itu, isakkan yang mulai terdengar sontak membuat Arsana menahan mulutnya dengan telapak tangannya sendiri.

bukannya berbalik kearah Abraham , Arsana malah semakin melangkah lebar dan berlari menjauh dari laki - laki itu.

Abraham terdiam memandang Arsana yang semakin jauh dari pandangannya dan tubuh itu menghilang dibalik keramaian manusia di pagi ini.

...............................

jam menunjukkan pukul dua siang, Abraham yang seharian ini hanya merenung di Apartemennya duduk disofa ruang tengah sembari mengamati handponenya yang sedari tadi tak menimbulkan notif satupun dari seseorang yang terus ada dalam pikirannya saat ini.

hingga satu kedipan dari handphonennya menandakan sebuah pesan telah masuk kedalam handphone keluaran terbaru tersebut.

~bunda Thania~

'Abraham... bisa kita ketemu hari ini dicaffe biasa .?'

Abraham membaca pesan itu lalu membalas nya.

'ya Bun, Abraham jalan sekarang .'

'ok, Bunda sudah jalan sama Ayah juga ini.'

Abraham telah bersiap ke caffe biasa mereka bertemu. tentu saja di 'Double A caffe', laki - laki itu merasa gugub saat hendak kecaffe nya sendiri. pasalnya dia akan bertemu dengan gadis yang tadi pagi membuatnya bersimpuh didepan gedung Apartemennya sendiri. wahhh sesuatu yang langkah ketika kau mendengar jika yang melakukan itu adalah Abraham.

Thania sendiri adalah Guru Abraham sejak SD dulu, buakn guru tetap sebenarnya melainkan mahasiswa yang sedang Pkl dan kebetulan ada sesuatu yang mengaitkan hubungan mereka hingga sekarang.

sesampainya dicaffe Abraham masuk seperti biasa dengan gaya dinginnya memasuki caffe dan memilih duduk disudut dekat dengan pantri dan dapat dengan leluasa memandang seseorang yang sekarang sedang melayani pelanggan.

Gadis itu tampak manis dengan masker dan topinya, ehmmm ngomog - ngomong kenapa Arsana memakai masker.? benak laki - laki itu bertanya - tanya. apa tidak sesak.?

Arsana masih belum menyadari kehadiran Abraham yang sedari tadi memperhatikannya dengan senyum tipis diujung caffe.

hingga teriakkan Davina membuat Arsana ikut menoleh dan melihat arah pandangan gadis itu. saat Arsana melihat kearah Abraham, gadis itu terdiam kaku dan segera memalingkan wajahnya kembali. timbul warna merah muda dipipinya, hell sejak kapan tuh orang memperhatikannya. ini gila.!! teriak batin Arsana malu.

" Abraham... mau minum apaan.?" teriak Davina kemudian berjalan mendekati laki - laki itu.

"ehmmm caffe latte es aja deh, tapi yang buat tuh orang." tunjuk Abraham kepada Arsana yang pura - pura tak menghiraukan interaksi mereka, padahal ia sudah berkeringat dingin dipandangin Abraham sebegitunya.

"ehmm ok. ditunggu ya.!" ucap Davina kemudian menghampiri Arsana yang sedang berberes - beres dipantri caffe.

"Arsana... boss mau caffe latte es buatan lo. buatin cepet gih, keburu dia marah entar." setelah mengatakan itu Davina keluar pantri guna memasuki kitchen untuk mengambil stock roti - roti panggang kemasan yang sudah tersisa sedikit dipantri.

"ehmm iy-ya." Arsana kemudian kearah coffe bar dan membuat pesanan Abraham dengan sedikit gugup gemetaran.

bukan masalah bagi Arsana membuat beberapa jenis minuman sekarang, tapi yang membuat gugup adalah mata kelam itu tak sedikitpun beralih dari gerak - geriknya. 'huuu dasar bikin gugup saja.' gerutu Arsana dalam hati.

setelah selesai membuat pesanan Abraham, Arsana terpaku melihat Abraham mengobrol dengan pasangan suami - istri yang terlihat serasi dan dua anak kecil yang terlihat seperti kembar.

Arsana mengantar pesanan boss nya itu dan menaruh minuman tersebut didepan Abraham. dapat dia lihat pasangan suami istri itu tersenyum cerah memandangnya.

"in - ni... cafee latte es an-anda tu-an." lirih Arsana kemudian pandangannya jatuh kearah pandangan wanita dewasa yang duduk dihadapan Abraham.

wanita itu tampak sangat cantik dan anggun, Arsana tebak umurnya baru kepala tiga dengan bayi kembar berumur dua tahun mungkin.

"Arsana.?" panggil wanita itu membuat Arsana yang hendak pamit membeku memandang wanita tersebut tak percaya.

"anda..... mengenal saya.?" tanya Arsana kaku.

"sayang... kamu gak inget Bunda.?" lirih wanita itu dengan wajah sedih dan tangannya menyentuh tangan dingin Arsana yang sempat memegang ice batu tadi.

"maaf.. tapi saya sama sekali tak mengenal anda.?"

"ehmm gak papa, yang penting sekarang Bunda bisa liat kamu lagi." wanita itu semakin mengeratkan genggamannya. Arsana sempat melirik kearah Abraham meminta penjelasan tetapi laki - laki itu hanya diam memandang wajahnya datar tanpa ekspresi dan laki - laki dewasa dibelah wanita ini hanya diam tanpa melihat mereka.

sebenarnya ada apa ini.? siapa wanita ini.? kenapa wajahnya tampak familiar .? Arsana tak sanggup menahan sakit dikepalanya karena berpikir keras membuat dirinya limbung hampir terjatuh hingga tangan kekar itu menahan nya agar tak terjatuh.

"jangan memaksa kan diri kamu." ucapan Abraham yang masih terdengar oleh Arsana sebelum kegelapan merenggut nya dan membuat Arsana tak sadarkan diri pelukkan Abraham.

"Abraham.? Bunda melakukan kesalahan ya.?" panik Thania.

"Bunda tenang ya, kita tunggu Arsana siuman dulu."

"Abraham... hiks" suara tangis wanita itu membuat Abraham menatap sendu Thania.

Aryo selaku suami Thania berusaha menenangkan istrinya namun tetap mengawasi anak mereka yang duduk dicaffe dengan baby chair mereka masing - masing.

"tenanglah, Arsana akan baik - baik saja. aku janji akan mengungkap semuanya."

Thania mengangguk lalu bangkit mengendong anaknya mengikuti langkah Abraham menuju lantai dua, begitu pula dengan Aryo.

Abraham mengendong Arsana ala brydal style dan membawa gadis itu menuju ruangannya dilantai dua caffe tersebut.

.

.

.

.

.

tobe continued*

lanjut.? terimakasih sudah baca

happy reading guys......

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel