Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 17 : BUKAN ABRAHAM

"TARIK ULUR HATIKU..."

.

.

.

" Arsana......"teriak Abraham saat melihat sosok Arsana yang baru saja keluar kelasnya.

Gadis itu melihat gelagat Abraham yang hendak menghampirinya lantas berlari menghindari lelaki itu.

" Arsana berhenti..!!" Ucap Laki - laki itu ikut mempercepat langkahnya mengejar Arsana yang semakin berlari keluar gedung sekolah menghindari nya.

" Ars-- " panggilan Abraham terhenti karena gadis yang berlari dihadapannya tiba - tiba terpleset hendak terjatuh, dengan langkah lebar nya Abraham berusaha menggapai tubuh itu dan berakhir dengan adegan saling pandang - pandangan di koridor sekolah.

Suasana koridor yang ramai menjadi kan adegan tersebut mendapat serokan dari beberapa siswa dan siswi, Arsana yang tersentak sadar akhirnya melototkan matanya terkejut dengan apa yang barusa terjadi.

Begitu pula dengan Abraham, lelaki itu sontak melepaskan tangannya yang bertengger di balik bahu Arsana dan mengakibatkan gadis itu mengaduh sakit.

"Akhh...."

" Ehh sorry - sorry ... " ucap Abraham dengan wajah datarnya tanpa raut bersalah sama sekali.

" ini anak orang bukan karung beras main jatoh - jatohin aja.!! " gerutu Arsana berusaha bangkit berdiri, namun ada tangan yang terulur didepannya.

Abraham. laki - laki itu mengulurkan tangannya, dengan ragu Arsana hendak menyambut tangan itu tapi karena gemas menunggu respon Arsana yang terlalu lama Abraham akhirnya menarik sedikit seragam Arsana membuat gadis itu langsung berdiri.

" Gak bisa lembut ya.!" Sarkas Arsana mendelik kesal.

" lo lagian lambat amat.!"

"ehemm... udah minggir gue mau pulang.?" ketus Arsana menyingkirkan badan tegap Abraham yang ada didepannya.

"kok kasar sih ngomongnya.?" delik Abraham saat mendengar nada bicara gadis itu.

"suka - suka gue lah .!"

"lo kenapa sih sewot gitu.?"

" suka - suka gue.! kenapa suka - suka gue ya suka - suka gue.!!

"Arsana jangan kayak anak kecil." nada bicara laki - laki itu masih dalam mode pelan agar anak - anak yang berjalan dikoridor itu tak terganggu dengan obrolan mereka.

"kayak anak kecil gimana.? lo sendiri yang bilang ke gue, mau gue mati sekalipun lo gak peduli, so buktiin omongan lo sebagai laki - laki bahwa lo gak peduli sama gue.!" jelas Arsana panjang lebar dengan tegas memandang mata kelam lelaki itu.

" masih bahas soal itu.?"

"asal lo tau, selama ini yang buat gue semangat hidup itu Lo.!!" teriak gadis itu tepat didepan wajah datar Abraham.

"tapi waktu itu lo bilang gue bukan urusan lo, lo gak peduli gue mati sekalipun. kenapa sekarang plin - plan."

"maaf bukan maksud gu-"

"udah, gue gak mau denger penjelasan lo, intinya gue emang gak ditakdiri sama lo kan. gue terima kok. jadi, mulai sekarang mau gue jungkir balik sekalipun jangan pernah peduliin hidup gue. Arsana yang dulu udah mati.!"

"Arsana.!!" Abraham melotot matanya memerah menahan emosi saat kata - kata kejam itu keluar dari bibir Arsana.

" Apa.? " tantang Arsana yang kini sudah berkaca - kaca, tubuhnya bergetar mendengar bentakan Abraham.

"Lo.-" laki - laki itu tak dapat berkata - kata lagi sembari menahan tangan gadis itu.

"lepasin gue,! gue gak mau berurusan sama lo lagi. lepasin gue entar Tunangan lo marah lagi sama gue." ucap Arsana memelankan kata tunangan sembari melepas cekalan Abraham dan disaat lelaki itu lengah satu kesempatan berhasil diambil Arsana dan gadis itu berhasil melepaskan cekalan Abraham kemudian berlari menjauh dari lelaki itu.

Abraham hanya terdiam memandang langkah Arsana yang menjauh meninggalkannnya dikoridor yang mulai sepi ini, kenapa begitu sakit saat tangan itu menolak untuk digenggam, kenapa dulu Ia menyia - nyiakan kesempatan yang diberi Tuhan saat gadis itu sendiri mengenggam tangannya.

dulu bahkan ia memaki gadis itu saat tangan mungil itu dengan kurang ajarnya mengandeng tangan besarnya..dulu disaat dirinya masih labil dengan keputusannya, masih ragu dengan rasa penasarannya, masih sakit saat mengingat mata coklat itu memandangnya berbeda tanpa tau alasan sebenarnya.

sekarang kenapa disaat dirinya memantapkan langkahnya gadis itu malah berlari menjauh dari nya. seperti inikah rasanya diabaikan..? seperti perasaan Arsana selama ini yang terabaikan olehnya.

...................

tepat pukul delapan malam karyawan caffe Double A membubarkan diri termasuk Arsana yang juga bersiap untuk pulang. Arsana bekerja seperti biasa tapi yang membuat khawatir adalah Abraham. laki - laki itu tidak datang ke caffe hari ini, biasanya walaupun hanya satu atau dua jam Abraham akan menyempatkan diri bekerja dicaffe.

malam ini langit tampak gelap gulita seakan ingin menumpahkan airmatanya, dengan cepat Arsana berlari kehalte bus untuk segera pulang.

setelah tiba dirumahnya Arsana tidak sengaja bertemu dengan Ibunya didapur, kebiasaan Arsana sedari kecil jika kembali kerumahnya akan melewati pintu belakang, karena pintu depan akan membuatnya selalu was - was karena takut jika kolega Ayahnya datang bertamu.

dulu sewaktu kecil Arsana pernah disiksa oleh Ibunya karena pulang sekolah melewati pintu depan dan disaat itu sedang banyak kolega Ayahnya bertamu akibatnya mereka menanyakan perihal Arsana, dan merembet membicarakan mengenai Arina dan Afdhal. kedua orangtua Arsana.

semenjak saat itu Arsana trauma untuk memasuki rumah dari pintu gerbang depan rumah nya.

"dari mana kamu.?" tanya Sonya sembari meminum air putih dan berdiri menghadap Arsana.

"dari kerja Bu." jawab Arsana menunduk, asal kalian tahu Arsana lebih takut terhadap Ibunya dibanding Ayahnya.

"ohh mel*cur, kenapa pulang cepet gak sekalian pulang subuh"

"Astafirullah Ibu.! Arsana gak kayak gitu. Arsana kerja Bu dicaffe." wajah lelah itu melihat kearah sang Ibu yang menampilkan wajah sinis.

" jadi apa.? pelayan kan yaa melayani om - om lah pasti. banyak duit kamu."

"Ibu..." mata Arsana sudah berkaca - kaca

"ck cengeng gitu aja nangis. hahhhh Ibu jual juga kamu lama- lama biar ngehasilin duit.!" sarkas Sonya lalu meninggalkan Arsana setelah menyiramkan sisa air minum yang ada ditangannya kewajah Arsana.

Arsana menunduk menahan laju airmatanya menangisi sikap Ibunya yang tak pernah baik sekalipun Arsana pernah hampir merenggang nyawa karena ulahnya. Arsana meremas rok abu - abunya kuat menahan sesak itu sampai suara getaran ponsel miliknya mengagetkannya.

Arsana mengangkat telpon tersebut tanpa melihat sang penelpon.

" Ha- halo.." ucap Arsana berusaha mengeluarkan suaranya senormal mungkin.

" Halo, anda kenal orang ini.?"

"hah.? maksudnya.?" Arsana bingung kemudian menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Abraham.

"apakah anda mengenal orang yang mempunyai ponsel ini.?"

"iy-iya kenal, kenapa dengan yang punya telpon pak.?" tanya Arsana gugup.

"orang yang punya ponsel mengalami kecelakaan dijalan barusan, sepertinya lelaki ini mabuk dan nekat berkendara. saya hanya menelpon orang yang berada di kontak paling atas."

Arsana terbengong mendengar ucapan seseorang disebrang telponnya, dirinya ada di urutan pertama berarti Abraham menempatkannya didaftar favorite.

"halo... mbak..?"

"ehh iya - iya maaf Pak, baiklah sekarang posisi dimana ya.?"

"ditoko apotek 24K dijalan Anggrek no.3 pasien belum sadarkan diri."

"ok Pak baiklah terimakasih infonya saya akan segera kesana."

Arsana tanpa mengganti pakaiannya dan penampilannya yang sedikit bernatakan segera keluar menuju klinik yang disebutkan Bapak tadi.

Arsana memesan sebuah taksi agar mudah membopong Abraham nantinya, karena Arsana ingin membawa laki - laki itu pulang walaupun dengan keadaan tidak sadar daripada diapotekkan repot tidak ada ruang inap mereka malah mau tutup pula.

Arsana memasuki apotek tersebut dan melihat Abraham yang tergolek dikursi tunggu disana, laki - laki itu tak sadarkan diri banyak luka - luka ditubuhnya dan sangat memprihatinkan keadaannya mana tertidur seperti itu, Arsana yakin saat bangun annti lelaki itu merasakan sakit disekujur tubuhnya.

"ehh ini teh mbak yang saya telpon tadi.?"

"iya pak , gimana dengan Kakak saya.?" Arsana sedikit bingung saat melihat kondisi Abraham, makanya ia memanggil laki - laki itu dengan sebutan Kakak agar tak menimbulkan banyak pertanyaan dari sang Bapak - Bapak ini yang sudah menolong Abraham.

"mbak boleh saya titip motor kakak saya gak disini.? besok pagi baru diambil.?" Tanya Arsana hati - hati dengan penjaga apotek yang sedari tadi memperhatikan mereka.

"ehm boleh mbak, tinggal masuki saja digarasi. kebetulan apotek ini punya saya pribadi."

"ohiya terimakasih mbak." setelah Arsana menyimpan motor besar Abraham dengan dibantu Bapak tadi. Arsana kembali melirik Abraham hendak membangunkan laki - laki itu.

"gausah dibangunin mbak susah, saya bantu bawa kemobil aja."

"yaudah makasih Pak."

"baiklah mbak."

"ohya Pak, adakah hal yang dirugikan dari Kakak saya kepada Bapak."

" tidak ada mbak, saya tadi cuma menemukan Kakak anda dipinggir jalan sepertinya Kakak anda habis terserempet orang dan jatuh dari motor tak sadarkan diri, berhubung apotek ini yang terdekat jadi saya tak sempat membawanya kerumah sakit."

"iya gak papa Pak, terimakasih sudah menolong kakak saya. Ngomong - ngomong Bapak pulangnya gimana.?"

"loh saya tadi sedang jalan kaki mbak."

"oh gitu yaudah sekali lagi terimakasih Pak saya pamit pulang dulu."

"ya hati - hati mbak ya." ucap Bapak tadi setelah nya Arsana memasuki mobil yang dipesannya dan duduk disebelah Abraham.

"mau tujuan kemana mbak.?"

"haduhhh kemana ya pulangnya.?"

"apa mesti telpon bang Raihan.? ohiya benar juga." Arsana merogoh saku rok abu - abunya menghubungi Raihan untuk mengetahui alamat laki - laki ini.

"halo ... bang " setelah mencoba dua kali laki - laki manis itu mengangkat panggilan Arsana.

"haloo Arsana, ada apa.?"

"Abang dimana.?"

"Abang lagi dijalan ini."

" Bang, ini aku lagi sama Abraham. dia kecelakaan trus aku gak tau alamat rumah Abraham Bang. bisa ketemuan gak biar bisa antar Abraham pulang."

"loh.. Abraham kecelakaan.? kenapa gak dianter kerumah sakit.?" panik Raihan.

"ehmmm dia cuma gak sadar aja bang, sepenuhnya gak parah cuma luka - luka lecet." Arsana tidak mungkin mengatakan bahwa Abraham mabuk, bau alkohol masih menyengat dimulut laki - laki itu. biarlah Raihan tau sendiri nanti.

"ohh syukurlah kalau gitu."

"trus ini gimana Bang.?"

"haduhh Na, Abang gak bisa bantu kamu, sekarang Abang lagi diluar kota."

"hah..? perasaan tadi sore Abang masih dicaffe."

"lah iya, barusan Abang jalan ke bandung ini mau cek cabang disana."

"kok malem.?"

"ya gapapa. kamu antar sendiri aja ya, nanti Abang share alamat Abraham."

"lohh gak bisa gitu dong ba-" tuttt tutt tuttt... Raihan mematikan sambungan telponnya secara sepihak dan lima menit kemudian sebuah pesan masuk keponsel Arsana, alamat rumah Abraham.

"jadi kemana mbak .?" tanya sang supir taksi kembali.

"ehmmm... kesini Pak." Arsana menjelaskan alamat kepada sang supir taksi kemudian menghelah napas lelah menyenderkan tubuhnya ke jok mobil dan menoleh kearah Abraham yang masih setia memejamkan mata. huuuuu pluk... kepala lelaki itu terjatuh dipundaknya.

Arsana memandangi wajah Abraham dan menyingkirkan rambut lelaki itu yang menutupi mata agar dapat melihat mata yang terpejam itu.

"kenapa disaat aku mau lepas dari kamu, Tuhan selalu buat kamu berjalan kearah aku..? Abram apakah kita ditakdirkan bersama.?"

.

.

.

.

. tobe continued*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel