BAB 16 : PERJODOHAN
'PILIH MANA RASA SAKIT LUKA SELAMA INI ATAU RASA SAKIT SAAT KAU MEMILIH DIRINYA.?'
'TAK ADA YANG HARUS AKU PILIH KARENA AKU TAK SANGGUP MEMILIH'
.
.
.
.
(FLASHBACK )
"Abram kamu udah siap.?" tanya Aina memandang wajah anak nya yang murung tak ayal mengangguk mengiyakan ucapan Mamanya.
"ck semangat elah, mau ketemu bidadarinya ini." Aira berdecak memukul bahu kakaknya yang merosot.
"udah ayok kita berangkat." ucapan sang Papa membuat mereka lekas berangkat memasuki mobil keluarga tersebut, dengan posisi sang Papa yang menyetir dan Aina disamping suaminya dan dua beradik itu duduk berdua dibelakang.
"Abram kamu jangan pasang wajah begitu, Papa jadi gak enak hati ini." tutur Bramantyo sang Papa yang sangat dicintai keluarga harmonis itu.
"iya Pa." jawab laki - laki itu kemudian memasang wajah datar.
"kamu yang sabar, kita lalui ini dulu baru nanti akan ada jalannya ya." bujuk sang Mama.
"bukan gitu Ma, cuma aku... jadi merasa bersalah sama dia, gimana kalau dia jadi baper trus gak mau terima kenyataan."
"enggak, semua ini gak sebanding dengan apa yang dia lakuin selama ini Abram."
"Mama yakin, aku malah ngerasa ide ini sedikit keterlaluan Ma. dia itu ambisius orangnya."
"kamu hanya berperan dan Mama yang buat cerita, kamu paham.?"
"terserah Mama deh."
"kalian ngomongin apa sih.?" tanya Aria yang semakin bingung saat mendengar alur obrolan sang kakak dan Mama nya yang membingungkan.
"anak kecil gak usah kepo." ketus Abraham.
"ishh sok sok misterius muka abang tuh gak cocok sama yang begituan, dasar tembok.!" Abram menoleh mendengar ucapan sang adik, Aria hanya cengengesan saat mata tajam itu memandangnya sengit.
perjalanan dihabisi dengan keributan kakak beradik ini, walaupun kebanyakan hanya teriakan cempreng Aria tapi tetap hingga mobil tersebut sampai didepan rumah megah berwarna cream coklat itu.
Hmmmm Abraham menghelah napas saat mobil mereka memasuki gerbang besar itu. mereka disambut dengan keluarga besar Widjoyo.
Bramantyo turun disusul dengan Aina dan Abraham serta Aira. Devan dan Sonya tersenyum bahagia saat satu keluarga itu sampai dihadapan mereka dengan selamat.
"Akhirnya sudah sekian lama gak ketemu.." Devan dan Bramantyo berpelukan alah lelaki begitu juga dengan Aina dan Sonya.
" hai ya ampun udah lama banget ya." ucap Sonya sembari menyambut Aina dengan cipika cipiki. begitu juga dengan Devan mereka hanya saling sapa .
"yaudah ngobrolnya didalam aja." ajak Devan kemudian mereka duduk diruang tamu.
asisten rumah tangga mereka menyiapkan minuman dan cemilan.
"haduh gak usah repot - repot atuh." jawab Aina.
"silahkan - silahkan kita sengaja menyiapkan ini untuk menyambut kalian, karena sudah lama banget ya gak bertemu."
"paling diacara perusahaan , gak keluarga beginikan." balas Bramantyo yang diangguki Devan sembari merangkul sahabatnya itu.
"ini... Abraham.? ya ampun ganteng banget udah besar ya."
"iya tan." balas Abraham tersenyum tipis
" masih sama kayak dulu ya, irit ngomong."kekeh Sonya beralih ke gadis polos yang duduk disebelah Abraham.
"ehh ini si baby Aria ya.? walah udah cantik. tante kangen cubitin pipi kamu sayang." ucap Sonya memeluk Aria gemas. Aria hanya tersenyum canggung.
"ini Shalom ya.?" tebak Aina, Shalom hanya tersenyum manis.
"iya tante, saya Shalom, salam kenal."
"iya sayang, ohya Arsana mana.?" tanya Aina kemudian netra wanita itu celingak - celinguk mencari sosok gadis mungil dulu yang sering ia lihat dirumah besar Widjoyo.
"ehh Arsana .." semua terdiam
"iya anak Kak Arina dan Afdhal "
"ehhh mungkin Arsana lagi tidur sekarang, biasa dia itukan pemalas." ucapan pelan Sonya membuat Aina mengernyitkan dahinya.
"ohhh mungkin kecapekan ya dari sekolah." celetuk Bramantyo.
"yaudah gausah bahas itu anak , yuk kita langsung aja keruang makan ." ajak Devan kemudian diikuti mereka menuju ruang makan.
setelah mereka memakan makanan malam obrolan dilanjutkan dengan memakan deesert dan beberapa cemilan lainnya, Abraham merasa gelisah saat orangtua mereka membahas tentang anak - anak mereka dan perjodohan.
"jadi gimana.? kita jodohin aja mereka, toh mereka juga udah kenal kan sejak kecil."
"kalau menurut aku sih mending kita serahin semua nya ke anak - anak. mereka yang menjalankan."
"loh Mbak Aina kalau orangtua bisa bantu dan mendorong mereka kan lebih bagus, aku aja sama Devan hasil perjodohan kok tapi kita bahagia - bahagia aja ni."
"ehmm gimana Bram.?" tanya Aina kepada Abraham.
Abraham hanya diam memikirkan banyak hal diotaknya hingga ia memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Shalom.
"Abraham boleh bicara sama Shalom bentar.?" tanya laki - laki itu membuat semua mata memandangnya.
"yaudah gih kalian perluh membicarakan ini."
"ehh Bram ikut gue."
"kita bicara dulu Ma, Pa , Om, Tante."
"yaudah sana, semoga apapun keputusan kalian gak mengecewakan ya.." ucap Sonya sembari melirik tajam keanaknya.
.................
Sesampainya dibalkon kamar Shalom mereka terdiam memandang kedepan berdua, Shalom melirik Abraham yang memandang kedepan sejak tadi tanpa bicara.
"ehem..." Shalom memecah keheningan diantara mereka.
"lo.. terima perjodohan ini.?"
"lo sendiri.?" jawab Abraham menoleh memandang Shalom datar.
"gue terima apapun keputusan lo." ucap Abraham dengan nada tegas namun tersirat ragu disana.
"gue mau, gue terima perjodohan ini. gue cinta sama lo Bram." ucap Shalom dengan menyembunyikan wajahnya yang memerah malu.
"gue... terima perjodohan ini tapi gue gak yakin sama perasaan gue."
"gue bisa buat lo jatuh cinta sama gue Bram, gue....... "
"ehmm bisa minta tolong ambilin air minum .?" selah Abraham kemudian saat mata nya tak sengaja melirik ke balkon yang ada disebelah mereka, terlihat rambut panjang seseorang tertidur disana.
"hah.?" Shalom bingung dengan ucapan barusan Abraham.
"tolong ambilin gue minum, gue haus.." ucap laki - laki itu sekali lagi.
"ohh ok tunggu ya." setelah Shalom berjalan keluar kamarnya, Abraham menoleh kesebelah dan melihat kondisi bangunan yang dapat ia gunakan menjadi pijakan hingga sampai dibalkon sebelah.
Brugh... setelah melompati balkon yang tidak terlalu jauh jaraknya itu Abraham menatap seorang gadis yang tergeletak disana. Arsana.....
wajah Abraham memucat dan jantung nya berdetak tak karuan melihat keadaan gadis itu yang penuh dengan darah dipergelangan nya hingga menyentuh sebagian tubuhnya.
dengan perasaan takut dan kalut Abraham membalik tubuh Arsana dan mengendong gadis itu ala bridal style. "please bertahan." gumam Abraham menahan sesak didadanya dan matanya memerah seketika saat merasakan tubuh gadis itu sedingin es.
Abraham membaringkan tubuh Arsana diranjang dan menyingkirkan beberapa anak rambut diwajah gadis itu, Arsana sudah memucat dan dingin, dengan cepat dan tergesa - gesa Abraham mencari kotak p3k dan menganbil air untuk membersihkan luka sayatan gadis itu. dengan telaten Abrhama mengobati gadis itu.
setelah selesai Abraham hanya terduduk dipinggir ranjang dan memperhatikan wajah gadis itu.
drttt......drtt... ponsel lelaki itu berbunyi ada nama Shalom disana
"ehh sorry Shalom gue ada kerjaan mendadak, bisa lo bilang sama orangtua gue kalau gue udah pergi dari rumah lo. sorry banget."
"hah.. ehh." tuttt tuttt....... Abraham mematikan sambungan itu sepihak, kemudian tubuhnya berjalan kearah balkon dan membersihkan beberapa tetes darah disana agar tidak mengering.
dengan hati - hati laki - laki itu membersihkannya supaya tak terlihat Shalom dari kamar sebelah, setelah selesai Abraham kembali kedalam dan menutup pintu balkon dan hendak mengunci kamar gadis itu. ternyata sudah dikunci oleh gadis itu sendiri.
Abraham mendekat keranjang Arsana dan tubuh laki - laki itu menaiki ranjang dan berbaring disebelah Arsana, menaruh tangannya dijadikan bantal untuk kepala Arsana. memandang wajah pucat itu yang tubuhnya sudah mulai menghangat lama memperhatikan setiap jengkal pahatan yang diciptakan Tuhan.
diraihnya pipi Arsana dan mengelus lembut pipi dingin itu, mungkin efek Ac dan juga angin malam. masih dengan memegang pipi Arsana Abraham mendekatkan bibirnya kedahi gadis itu.
cup...
Abraham mecium dahi gadis itu lama dan penuh perasaan." tunggu sebentar lagi." lirihnya sebelum merapatkan tubuh mereka dan ikut memejamkan matanya, merasakan hawa dingin diluar dan keharuman yang disukainya dari Arsana. sadar atau tidak Arsana menggenggam tangan Abraham erat.
"Good night cewek bar - bar.."
jam menunjukkan pukul 3 pagi barulah Abraham bernajak dari kamar gadis itu sebelum Arsana sadar ia harus cepat - cepat pergi dari sana.
(flashback off)
Arsana termenung didalam kelasnya memikirkan banyak hal tentang ia dan Abraham. perkataan yang keluar dari mulut laki - laki itu sangat menyayat hatinya, bagaimana ini.? apakah ia harus menyerah demi saudaranya.? apakah ia sanggup melihat laki - laki yang selama ini diharapkannya mencintai gadis lain.
" Arsana kamu dipanggil oleh Pak Dayat keruangannya." ucap gadis culun yang berada dikelas Arsana, Arsana mengangguk dan keluar kelas.
setelah sampai didepan ruang Bk Arsana mengetuk pintu itu dan mendengar sahutan dari dalam Arsana kemudian memasuki ruangan itu yang sudah ada Pak Dayat dan ... Abraham.
"ada apa Pak.?" tanya Arsana datar.
"sini duduk kamu.!" perintah Pak Dayat dengan nada tak biasa.
Arsana mendekat dan duduk disebelah Abraham. Arsana hanya duduk diam padahal didalam hatinya sudah dag dig dug kembali bertemu dengan laki - laki ini.
"setelah bolos dua hari tanpa keterangan dan sekarang kamu mewarnai rambut kamu, ini sekolahan Arsana bukan ajang pencarian bakat.?"
"lah iya emang sekolahan." jawab Arsana lempeng.
Gadis itu memang mewarnai rambutnya dengan warna pink diujung rambut dan membolos dua hari tanpa keterangan.
ia terlalu takut bertemu seseorang yang sialnya hari ini mereka malah bertemu.
" kamu..." ucapan Abraham terpotong oleh pertanyaan Pak Dayat selaku Guru Bk.
"kenapa kamu mewarnai rambut kamu hah.?" tanya Pak Dayat tak habis pikir dengan jawaban Arsana.
"lagi pengen aja Pak.!"
"Apa..? enak sekali kamu menjawab seperti itu.?" mata Guru itu sudah hampir keluar mendengar jawaban Arsana.
"Abraham saya minta kamu tindak tegaskan ini kepada Arsana. peraturan sekolah itu harus dipatuhi bukan dilanggar terus menerus. dan kamu Arsana jika sekali lagi saya lihat kamu membuat ulah saya pastikan kamu diskors atau keluar dari sekolah ini.!! " ucap Pak Dayat geram.
"baik Pak, saya akan mencoba berbicara kepada Arsana." ucap Abraham sembari mencekal tangan gadis itu.
"yaudah sih gak peduli gue, bodo amat." lirih Arsana pelan, kemudian melepaskan genggaman tangan Abraham pada nya dan bangkit dari duduknya berjalan keluar dari ruangan Bk tersebut.
"kalau gitu saya permisi ngejar Arsana dulu Pak." Pak Dayat mengangguk dan mempersilahkan Abraham keluar.
............
"Arsana...!!" panggil Abraham berlari mendekat kearah Arsana dan menarik gadis itu hingga kini menghadap dirinya.
"bisa bicara baik - baik.?" ucap Abraham dengan masih mengenggam tangan gadis itu dan memandang wajah itu intens, ada lebam lagi dan pipi mulusnya tampak bengkak. mata kelam itu menunduk dan memperhatikan luka ditangan gadis itu yang kini bertambah banyak.
"kamu kenpa.? kamu berantem apa lukain diri kamu lagi, jawab aku..?" Abraham berucap pelan dan diluar ekpektasinya Arsana menghempaskan genggaman lelaki itu dan berucap lirih membuat Abraham terdiam kaku.
"kita gak sedeket itu, jangan sok peduli sama gue." tanpa memandang wajah lelaki itu Arsana berlalu dan menghilang dibalik tembok.
"maafin gue .." lirih Abraham berdiam dikoridor sepi itu. hanya hembusan angin yang menerpa wajah lelaki itu , matanya memerah dan rasa menyesal memenuhi dirinya saat melihat Arsana tampak hancur dari terakhir kali mereka bertemu.
.
.
.
.
tobe continued*