Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 15 : LUKA YANG DALAM

" ketakutan terbesar ku adalah Aku yang tak pernah diharapkan ada didunia ini malah kini hadir diantara manusia pembenci itu.."

.

.

.

malam ini terasa sangat mengerikan bagi Arsana, ia ditinggal oleh kedua orangtuanya dan kakaknya yang pergi makan malam bersama sahabat orangtuanya.

selalu seperti ini, sejak dulu pun Arsana tak pernah diajak oleh orangtua sambungnya, hidup sendirian dirumah ini dan Arsana kebal akan itu, tapi... malam ini hujan turun dengan derasnya, langit yang kelam tiada bintang , angin dingin menerpa ruangan kamar kecil itu dengan tak ada satupun cahaya lampu yang menerangi dikarenakan aliran listrik yang putus.

Arsana sudah gemetaran melawan ketakutannya diatas ranjang menangisi apa yang terjadi dalam hidupnya, lagi - lagi perasaan itu timbul membuat dadanya terasa sesak. perasaan tak berguna untuk hidup perasaan bersalah terhadap kematian orangtuanya , perasaan takut yang berlebihan saat keadaan gelap seperti sekarang.

hingga pintu kamarnya terbuka oleh seseorang yang belum diketahuinya sampai kepalanya menongak keatas karena tarikan keras dari sang pelaku kepada rambutnya.

"Akhhh................" Arsana sontak berteriak kesakitan

"berani macem - macem sama gue lo." kata - kata tajam itu merupakan milik Shalom yang tiba - tiba memasuki kamarnya tanpa mengetuk apalagi izin dari sang pemilik kamar.

Brugh.. Shalom menghempaskan tubuh Arsana dari ranjang dan menginjak pergelangan tangannya yang terluka hingga mengakibatkan darah segar kebali mengalir dari sayatan silet itu.

"sudah mulai membangkang hah.! lo kira gue gatau kelakuan lo selama ini. murahan.!"

"Akhhh sakit kak cukup berhenti sakit kak tolong..." lirih Arsana kesakitan berusaha menyingkirkan kaki berlapis sepatu plat itu mengingkir dari pergelangan tangannya.

"sakit.?"

Arsana mengangguk menahan tangisnya yang mulai pecah.

"ini akibat dari lo yang kecentilan deketin Abraham.!"

"berani lo deketin Abraham lagi.?" Arsana hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menunduk melihat luka nya semakin parah.

" jangan sampe gue liat lagi lo deketin Abraham.! awas lo.!!"

"kak... kakak boleh larang aku apapun tapi enggak dengan Abraham, aku cinta sama dia kak.!"

"Abraham sama gue bentar lagi tunangan, sadar diri lo.!"

"sekali lagi gue ingetin sama lo, sekeras apapun lo deketin Abraham kalo Abraham sendiri yang dorong lo buat ngejauh. bisa apa lo.?"

Brakk..... setelah mengatakan itu Shalo meutup pintu kamar Arsana dengan kencang.

"kamu kenapa Shalom.?" tanya Devan ketika Shalom sudah berada dibalik kamar Arsana.

"gak kenapa - kenapa Pa, cuma males aja sama Arsana. dia coba rayu Abraham dan deketin calon tunangan aku Pa."

"kamu yakin.!"

"Papa gaktau aja sejalang apa anak itu." sarkas Shalom kemudian pergi menuju kamarnya.

Clekk..

Devan memasuki kamar Arsana, disana gadis itu termenung didepan jendela balkonnya dengan mengamati tetesan air yang sudah berangsur redah. darah berceceran dilantai. kedatangan Devan bahkan tak diketahui oleh gadis itu.

"kamu... kalau mau jadi anak yang tak berguna mending gak usah hidup." ucapan pedas Devan dibelakangnya membuat Arsana yang sedang termenung tersentak kaget tapi tak menolehkan kepalanya kearah belakang.

gadis itu terdiam dan semakin memeluk pergelangan tangannya yang membiru. " turutin apa yang kakak kamu bilang, karena kebahagian dia diatas segalanya. dan jika kamu tak mengindahkan kata - kata Ayah. kamu akan tau akibatnya.!"

Brakk..

Devan meninggalkan Arsana dengan masih keadaan yang sama, gadis itu semakin menangis sesegukkan, jantungnya semakin berdetak kencang dan rasa sesak tak tertahankan.

gadis itu bangkit dan mencari - cari sesuatu yang dapat digunakannya sebagai penenang, obat. ya sudah beberapa tahun ini Arsana mengkonsumsi obat penenang itu disebabkan tekanan yang selalu ia dapatkan membuat batin dan pola pikirnya terganggu hingga mengakibatkan insomnia.

Arsana tak dapat melakukan apa - apa selain dengan bantuan obat ini dan pergi ke psikiater.

setelah merasa lebih baik Arsana memasuki kamar mandi untuk sekedar berendam, tapi ketukkan pinu kamarnya membuat ia mengurungkan diri untuk berendam. Arsana berjalan kearah pintu dan membuka pintu itu setengah badannya takut tangan terluka itu akan ketahuan.

"non... baik - baik saja.? sudah makan .?" tanya bik ratih dan mang sudarno.

"iy-iya bik aku baik - baik saja, kenapa ya.?"

"non belom makan dari sore, bibik takut non sakit."

"aku gak laper bik, yaudah ya aku mau istirahat."

"tapi non-" ucapan bik Ratih terpotong lantaran Arsana lagsung menutup pintu kamarnya.

"yasudah atuh Rat nanti saya yang akan bilang sama Tikno."

Bik Ratih menganggukkan kepalanya mengikuti langkah Sudarno.

.................

drtt...........drtt......... getaran ponsel diatas meja membuat sang empu menghentikan kegiatannya.

"ehm ada apa.?" ucap seorang laki - laki tampan yang sedang berkutat dengan laptop ya dimeja kerja itu.

"............"

"hemmm ok terimakasih atas infonya." laki - laki itu mematikan sambungannya dan memperhatikan gambar gadis cantik dilayar ponselnya.

Abraham terdiam mendengar penuturan suruhannya sekaligus mata - matanya, kini pandangannya beralih kearah jendelah yang memperlihatkan kota jakarta yang baru saja diguyur hujan, masih ada jejak - jejak air menetes dari atas, rintik yang menimbulkan hawa dingin.

Abraham lalu beranjak dari meja belajarnya dan menggunakan jaket denimnya pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"kamu mau kemana nak malam - malam begini.?" tegur wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, Aina melihat anak laki - laki nya itu meraih kunci mobil digantungan kunci .

"Abram mau keluar bentar Ma, mau nemuin seseorang."

"dia..?" tebak Aina yang diangguki oleh Abraham.

"yaudah kamu hati - hati ya, jangan buat kesalahan lagi."

"iya ma, Abram pergi. Assalamu'alaikum."

"wa'alaikumsalam."

......................

sesampainya Abraham dirumah besar nan megah tersebut, laki - laki itu segera merogoh saku celananya dan menelpon seseorang disana, namun sudah belasan kali ia menelpon tak ada satupun panggilannya yang terjawab.

dengan modal nekat Abraham memakirkan mobilnya didekat pintu belakang rumah besar itu, Abraham keluar dengan menenteng beberapa makanan bergizi.

laki - laki itu dengan nekat memanjat pagar besar tersebut, untungnya pagar rumah gadisnya tak menggunakan kawat besi sebagai pelindung , setelah sampai diatas pagar, laki - laki itu merambat ke arah batang pohon besar hingga bisa sampai dibalkon kamar gadis yang ditujunya.

kenapa Abraham bisa mengetahui letak nya.? yaa karena ada seseorang mata - mata yang bekerja untuknya disini.

brugh.. suara seseorang terjatuh membuat Arsana mengerjabkan matanya , netra madu itu menangkap sesosok yang sedang berdiri dibalkon kamarnya membuat ia bergerak mendekati bayangan itu.?

clekk pintu balkon terbuka membuat Abraham yang sedang membereskan penampilannya menoleh kebelakang dan mata kelam nya bertemu dengan sang pembuka pintu yang bernetra coklat madu.

keduanya membisu hingga suara jentikkan jari Abraham emmecah amunan gadis itu.

"Abram-- kok bisa .?"

"syuttt... jangan banyak tanya, awas gue mau masuk.!" sarkas laki - laki itu kemudian menggeser tubuh Arsana.

"Abram salah kamar ya.?" tebak Arsana memastikan melihat raut wajah lelaki itu yang sedikit basah.

"enggak, ni.." Abraham memberi bungkusan ditangannya, Arsana menerima bungkusan itu terdiam . tau dari mana laki - laki ini ia belum makan, dan.... sontak kedua mata Arsana membulat seketika saat sadar jika..

"gausah kaget, gue udah tau kalo lo saudaraan sama Shalom." ucap Abraham membuat keterkejutan Arsana menipis.

"lo... gak ada niat nyuruh gue duduk.?" tanya Abraham pelan

"Ehh, iya - iya silahkan duduk Abram." ucap Arsan kemudian menaruh bungkusan laki - laki itu diatas meja belajarnya. gadis itu lalu membawa handuk kecil untuk Abraham.

"lo.... makan gih gue tungguin." Abraham berucap dengan terus mengeringkan rambutnya dan juga bajunya yang sedikit basah terkena tetesan air hujan didahan pohon tadi.

"kenapa.?"

" kenapa apanya.?"

"kenapa Abraham baik banget sama Arsana.?"

"salah gue baik sama orang yang gue....udah buruan makan ntar keburu dingin." Abraham mengalihkan pandangannya kearah jendela, ia tak sanggup melihat raut pucat gadis itu, apalagi saat ia memandang wajah polos itu ..

" kenapa lo lupain gue.." batin Abraham memandang wajah Arsana yang sedang makan makanan yang dibawanya tadi.

tak butuh waktu lama Arsana menghabiskan makanannya entah kenapa nafsu makan nya meningkat jika berdekatan dengan Abraham, apa karena makanan itu dari sang pujaan hatinya.

"ehmm Abram.?" tegur Arsana memcahkan lamunan Abraham yang sedari tadi hanya memandnagi tingkahnya, ia kan jadi salah tingkah dipandangin terus.

"ehm." jawab lelaki itu membuat Arsana mendengus mendengar jawaban laki - laki itu.

"kenapa niat banget kesini sih.?"

"gak sengaja lewat."

"masa sih, kan rumah Abram jauh dari sini.?"

"suka - suka gue lah."

"trus kenapa harus lewat balkon, kan dibawah ada pintu buat masuk."

"dibilang suka - suka gue, masalah.?" sarkas Abraham membuat Arsana berdecak kesal. laki - laki itu hanya diam sembari memainkan ponselnya.

"ehem masalah Abram bakal tunangan sama kak Shalom itu bener ya.?"

Abraham menolehkan wajahnya kehadapan Arsana, mereka kini ada diluar kamar duduk merenung dibalkon kamar gadis itu.

"kenapa lo lukain diri lo sendiri.?" tanya Abraham mengalihkan pertanyaan gadis itu dan menatap intens mata Arsana.

Arsana terkejut mendengar penuturan Abraham, bagaimana...?

"gue yang nemuin lo waktu itu dibalkon dengan keadaan terluka."

Arsana hanya diam dan tak sanggup memandang wajah lelaki itu yang terlalu dekat baginya, Arsana memandang kosong kedepan.

"gak ada alasan lagi buat aku hidup Abram."

"emang alasan selama ini lo hidup apa.?" tanya Abraham datar.

"kamu.!" jawab Arsana kembali memandang wajah itu.

"bodoh.!" satu kata yang membuat pertahanan Arsana runtuh, seberapa kuat dirinya pasti akan lemah disaat seperti ini.

setelah mengatakan itu Abraham melemparkan obat merah dan juga beberapa plester yang dibawanya tadi kehadapan Arsana lalu bangkit dan beranjak pergi dari sana.

"tunggu, Abraham belum jawab pertanyaan aku tadi."

"perluh gue jawab." Arsana mengangguk dengan mata berkaca - kaca.

"iya, dan kami akan segera tunangan. sebaiknya lo gak gunain gue sebagai alasan lo hidup, atau lo memang mau mati. gak masalah buat gue." ucap lelaki itu tegas kemudian turun dari balkon Arsana menggunakan dahan pohon tadi dan menghilang dibalik tembok besar rumahnya.

Arsana terduduk menangisi semua kebodohannya, kenapa begitu mudah baginya terbawa perasaan dengan apa yang dilakukan laki - laki itu. kenapa sesakit ini.

sedangkan laki - laki itu termenung didalam mobilnya, rasanya dada nya begitu sesak mendengar keputus asaan gadis itu. Abraham benci itu, benci saat seseorang mengatas namakan dirinya adalah alasan untuk hidup.

Bugh Bugh tangannya memukul setir dengan sangat emosi mata tajamnya memerah menahan amarah dan juga menahan sesak yang tak tertahankan. seberapa berat penderitaan gadis itu.?

" Maafin Abram Ma, Abram bikin kesalahan lagi..."

.

.

.

.

tobe continued*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel