Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 12 : ARIA

" Andai yang namanya Cinta itu gak ada yaa.. mungkin aku gak akan merasa sesakit ini untuk sekedar dekat denganmu."

.

.

.

Arsana harus berlari agar tak terlambat ke caffe karena Ibunya membuat ia menjadi terlambat ke caffe hari ini, Ibunya itu memerintah Arsana untuk membantu para pekerja menyiapkan beberapa makanan dan membersihkan rumah juga padahal pekerja didalam rumahnya sudah mencapai sepuluh orang.

dua orang tukang kebun, dua orang supir, tiga orang pembersih didalam rumah , dua orang khusus didapur dan satu dipekerjakan khusus melayani kebutuhan kakak nya. banyak bukan tapi kenapa sang Ibu tetap menyusahkan gadis mungil ini.

Arsana berlari pasalnya ia tak kunjung mendapatkan ojol jadinya ia harus berlari kedepan halte dan menunggu bus disana, sudah lima menit ia duduk disana sampai bus menjadi tujuannya berhenti dihalte tersebut.

sesampainya di caffe Arsana mengecek jam tangannya, ia terlambat lima belas menit. gadis itu buru - buru masuk melalui pintu belakang dan segera memasuki ruang loker untuk menaruh tas dan menyiapkan diri untuk bekerja.

" gak disekolah gak disini telat aja terus." sindir Abraham melewati Arsana saat tubuh gadis itu sudah memasuki area pantri.

"maaf.." cicit gadis itu kemudian membantu Davina melayani pelanggan.

" HAiiiii kakak - kakak ..... " suara cempreng nan ceria menggemah memasuki caffe.

"hay adik cantik." sapa Davina

" hay kakak cantik tapi masih cantikkan aku. hehe" balas Aria kemudian netranya menoleh melihat Arsana yang sibuk melayani pelanggan.

"dia... siapa kak.?" tanya Aria pelan dan membuat Davina mengikuti arah pandang Aria.

" ohh, pegawai baru." Aria terus memandangi wajah Arsana sampai kedua sudut bibirnya melengkung tersenyum misterius dan menghampiri Arsana.

" ehem.." dehem Aria membuat Arsana menoleh dan tersenyum ramah.

"ada yang bisa saya bantu.? mau pesan apa.?" tanya gadis itu ramah.

"aku mau.... Americano deh satu."

" ice atau hot.?" Arsana menunggu jawaban Aria, gadis smp itu mengetuk - ngetukkan jari telunjuk didagunya.

" kakak mau nya ice atau hot.?"

"hah.?"

"iya kalo kakak suka yang pake ice atau enggak.?"

"kalo saya suka yang dingin - dingin." apalagi kalo dinginnya kayak dia orang batin Arsana melirik kearah Abraham yang sedang duduk mengobrol bersama bang Raihan dimeja depan pantri. kenapa laki - laki itu terlihat semakin tampan jika sedang serius.

"ohh yaudah itu aja." Aria tersenyum jahil melihat Arsana salah tingkah memandang Abraham. heheh kena kau. batin gadis itu.

"ok. harganya Rp: 38.500, sudah sama pajak."

Aria memberikan uang lima puluh ribuan dan mengambil secarik kertas untuk bukti pembayaran. " tunggu sebentar ya." Aria mengangguk mengiyakan dan sembari menunggu gadis itu berjalan kearah kakaknya dan mengacaukan kegiatan laki -laki itu.

"ini minuman anda." Arsana terdiam ketika berbalik kearah depan melihat pemandangan yang membuat jantungnya berdetak tak karuan, gadis tadi mencium pipi Abraham. siaap gadis itu.? kenapa begitu banyak gadis yang mengelilingi Abraham.

Arsana berjalan keluar pantri dan mengantarkan minuman Aria.

"minuman anda ." ucap Arsana gugub.

"iya makasih kak, ohiya tapi ini buat kakak." Aria tak mengambil minuman itu dan langsung membalikkan kembali tangan Arsana yang mengulur didepannya sembari mengenggam cup coffe tadi.

"hah maksudnya apa ya.?"

"iya, buat kakak khusus dari aku, minum dong kak." paksa Aria membuat Abraham menaikkan satu alisnya memandang Aria.

" kamu apa - apaan Aria.?" tegur Abraham.

"ishh aku kan niat baik, ayo minum dong kak."

"tap- tapi aku gak suka kopi." bukan apa - apa Arsana bahkan tak sempat untuk makan siang tadi, meminum kopi disaat perut kosong itu gak baik.

"hmmm sedih aku udah baik beliin malah ditolak." ucap Aria memasang wajah sedih.

"ehmm..." Arsana bimbang untuk meminum atau tidak kopi ditangannya ini atau tidak.

" Aria! jangan memaksakan kehendak. Arsana tidak suka" tegur Abraham menatap tajam adiknya itu.

"ohh jadi bener kalo kakak in--ehmpftt" belum sempat Aria melanjutkan omongannya tangan kekar Abraham sudah dulu membekap mulut nya.

" lo kalo gak suka gak usah diminum buang aja." lanjut Abraham melihat gelagat Arsana yang gelisah.

"sultan mah beda." celetuk Raihan kemudian berdiri dan pergi keruangannya.

"ehh jangan dibuang.! kan sayang udah dibeli mahal - mahal." ucap Arsana kemudian meneguk minumannya, wajah gadis itu pucat merasakan pahit Americano menyusuri tenggorokkannya yang kering.

"yee makasih kakak, aku suka deh kalo ada yang nerima pemberian aku."

"lebih baik kamu pulang Aria." peringat Abraham dengan nada pelan.

"ihh jahat aku bahkan belum kenalan sama kakak ini."

Arsana yang masih berdiri didepan mereka hanya menyaksikan dua orang berdebat.

"kenalin kak, aku Ariani Lauren H." ucap Aria ceria

"saya Arsana Arumi."

"udah ta kok ."

"hah kok-" bingung Arsana kemudian baru paham saat Aria menunjuk nametag diseragam caffe nya.

" yaudah kakak lanjut kerja ya." ucap Arsana kemudian kembali kepantri namun baru beberapa langkah kepalanya terasa begitu sakit dan seakan tubuhnya melayang tak tertahankan hingga tubuh kurus itu jatuh dilantai dengan keras.

brugh...

" kak Arsana." Aria terkejut saat mendengar suara sesuatu terjatuh.

"Arsana.!!!" teriak Abraham dan beberapa pegawai caffe.

Abraham beranjak dari duduknya dan mendekati gadis itu.

Abraham menepuk pipi Arsana agar sadar namun mata gadis itu tak kunjung terbuka. Abraham ingin berniat membawa Arsana kerumah sakit.

"Aku ikut.!" Teriak Aria

"Mending kamu pulang, nanti Mama nyariin. "

" tapi kak, aku mau tau keadaan kak Arsana."

" jangan ngeyel dibilangin bisa gak sih." Ketus Abraham kemudian beranjak pergi dari caffe. Abraham mengangkat Arsana menuju mobilnya dan membawa Arsana kerumah sakit.

..................

sesampainya dirumah sakit Arsana segera diatasi oleh dokter, lagi - lagi masalah gizi dan makan. apa gadis itu tak pernah makan jika dirumah.?

"apakah pasien habis memakan sesuatu yang membuat asam lambungnya naik.?"

"setau saya dia habis minum kopi lalu tiba - tiba pingsan." jawab Abraham kepada sang dokter.

dokter laki - laki itu mengangguk dan menjelaskan beberapa masalah pasien. " meminum kopi disaat perut kosong sangatlah beresiko. kafein dapat membuat Asam lambung meningkat dan membuat perut terasa mual, pusing hingga dapat menyebabkan vertigo bahkan pingsan."

" tapi kamu tenang saja, sekarang dia baik - baik saja dan sudah bisa pulang ketika sudah sadar."

"baik dok, terimakasih." Abraham mendekati bangsal Arsana dan melihat wajah gadis itu. perlahan tangannya meraih jemari mungil itu, terdapat beberapa luka gores yang belum sembuh dipergelangan tangan gadis itu bahkan ada luka yang masih sangat baru. kenapa kamu melukai diri kamu sendiri Arsana.? batin Abraham.

Abraham tau luka apa itu tapi hatinya belum bisa memastikam akibatnya.

setelah beberapa menit mata lentik itu mengerjab - ngerjab sadar dan menelisik ruangan dimana ia berada. netra coklat madu nya melihat sosok yang tertidur disebelahnya. disebelahnya ..?!!

mata Arsana membulat saat membalikkan wajah sesosok itu dan matanya makin membesar saat tau bahwa lelaki yang tertidur disebelahnya ini adalah Abraham.

Arsana tak dapat berkata - kata ketika dilihatkan pemandangan seperti ini.. sejak kapan ia bisa sedekat ini dengan Abraham.?

Abraham merasa tidurnya terganggu akhirnya membuka matanya, netra sekelam malam itu menangkap Arsana yang sudah sadar dengan wajah syok memandang dirinya.

Abraham kemudain berdehem dan turun dari ranjang dan merapikan pakaiannya. " masih mau begitu terus, buruan siap - siap kita pulang." ucap Abraham kemudian beranjak dari sana menuju kebagian administrasi.

Arsana yang masih dalam keadaan syok segera merapikan bajunya dan turun dari ranjang menyusul laki - laki itu yang meninggalkannya, jahat sekali kan Arsana masih lemas.

........

suasana didalam mobil nampak canggung karena siceria masih memikirkan kejadian dirumah sakit tadi pikirannya sudah berkelana kemana -mana.

"jangan mikir yang macem - macem." Arsana menolehkan wajahnya kearah Abraham.

"hah.?" tanya Arsana bingung.

"gue tadi terpaksa karena gak ada kursi dibangsal lo tadi, gue juga gak ngerti. makanya gue tutup gordennya dan tiduran disebelah lo karena gue ngantuk banget, takut kenapa - kenapa kalo nanti nyetir pas pulangnya." jelas Abraham dengan wajah masih memandang kedepan.

"lagian gue gak ada rasa sama lo, jadi jangan diambil hati apalagi baperan gue gak bisa bales soalnya."

Arsana mengangguk mengerti seraya tersenyum tipis berusaha terlihat biasa saja dan kembali melihat keluar jendela. sekeras apapun kamu mendekati laki - laki itu akan ada namanya jarak yang diciptain dirinya untukmu. Arsana sadar akan hal itu.

.......................

malam ini bintang dan bulan tak terlihat karena langit tampak mendung , walaupun langit gelap gulita tapi tetap saja Arsana dapat mengetahui bahwa langit sedang mendung karena hawa yang begitu dingin dan angin yang lumayan kencang menerpa pipinya.

Arsana sedang berada dibalkon kamarnya, masih memikirkan kata - kata lelaki itu ketika dimobil siang tadi. sakit sekali mendengar kata itu, apa harus menebalkan wajah lagi walaupun ia sudah mengetahui fakta menyakitkan itu.

untuk sekedar dekat dengan lelaki itu.? untuk tetap memperjuangkan cintanya keapda lelaki itu.? untuk tetap terlihat senormal mungkin atau malah mendamba seperti biasanya kepada lelaki itu.? beribu pertanyaan dibenak gadis itu untuk bagaimana bersikap kepada Abraham kedepannya.

satu tetes airmata mengalir dipipi itu, wajahnya sudah memerah kedinginan tapi ia tetap enggan beranjak dari sana, kebetulan dirumahnya juga ada keluarga sahabat Ayahnya. ia tak bisa keluar karena sedari dulu memang Arsana dilarang keluar kamar ketika ada teman - teman atau tamu penting dirumah ini.

Arsana yang tak pernah dianggap dan satu - satu nya lelaki yang dapat membuat jantungnya berdetak seakan sudah memberikan ultimatum padanya jika lelaki itu tak ingin ditaruh harapan olehnya.

bagaimana ini, ia seakan merasa tak ada satu harapan yang bisa membuatnya agar bisa bertahan dilingkaran ini.

mata itu terus melirik silet yang setia ada diatas pagar balkon, silet berkarat itu setia selalu bertengger disana. tangannya dengan pelan mengambil silet itu dan menggoreskannya dilengannya.

sett... satu gores darah sudah mengalir melewati pergelangan tangannya dan beberapa menetes dilantai.

sett... satu lagi ia goreskan dilengannya,bahkan rasa perih ini tak sanggup meredakan sesak didadanya.

Arsana terduduk menangis pelan, meanruh silet itu kembali ditempatnya dan merebahkan dirinya dibalkon merasakan angin malam menerpanya membuat tubuhnya menggigil kedinginan.

" ibu...Ayah.... Arsana rindu. Arsana mau sama Ibu sama Ayah.! Arsana mau ikut kalian. Arsana capek." lirih gadis itu memejamkan matanya membayangkan ada dipelukkan Ayah dan Ibunya saat ini.

Arsana mengerjabkan matanya perih dan berat. netra itu mengedarkan pandangannya sekeliling ruangan. ini.... kamarnya.! bukannya ia semalam tertidur dibalkon.? lalu siapa yang memindahkannya.? ia juga melupakan untuk mengunci pintu kamarnya semalam. hah habislah riwayatnya jika ketahuan oleh orangtua nya ini.

Arsana meraba pergelangan tangannya yang sudah terbalut perban. siapa pula yang mengobatinya.? pusing memikirkan siapa malaikat penolongnya Arsana segera beranjak dari ranjangnya dan memasuki kamar mandi untuk sekolah.

hari ini ia bertekat untuk lebih memperjuangkan cintanya, ia berencana memasak makanan untuk Abraham.

kata lelaki itu ia tak menyukai Arsana, bagaimana jika Abraham adalah jodohnya.! Abraham bisa bilang apa.? hihi Arsana terkikik sendiri memikirkan itu semua.

.

.

.

.

.

tobe continued*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel