Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

8. Hari pernikahan

Pernikahan Nina dan Damian berlangsung di sebuah aula besar, yang dipenuhi kemewahan, tetapi juga nuansa yang dingin dan penuh ketegangan. Lampu kristal raksasa bergantung di langit-langit, menerangi setiap sudut ruangan dengan kilauan yang mewah. Karpet merah membentang di sepanjang jalan menuju altar, di mana Nina dan Damian berdiri berdampingan, tapi terasa ada jarak tak terlihat di antara mereka.

Nina mengenakan gaun pengantin putih yang menjuntai dengan elegan, setiap detail pada gaun itu dirancang dengan sempurna. Namun, meskipun penampilannya luar biasa, di dalam hatinya ia merasa sangat asing di tengah semua ini. Ia bisa merasakan tatapan ratusan tamu yang hadir, sebagian besar adalah orang-orang dari dunia yang tidak ia kenal, orang-orang yang hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan dan kekerasan.

Di barisan depan, tampak tokoh-tokoh penting dari keluarga mafia yang mengenakan setelan hitam rapi, masing-masing dengan wajah penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Mereka berbicara dalam bisikan, menatap Nina dan Damian dengan campuran rasa hormat dan ketidakpercayaan. Di antara mereka, beberapa pemimpin mafia dari luar negeri bahkan ikut hadir, menambah berat dan keagungan acara ini. Para tamu itu adalah sosok-sosok yang terbiasa berurusan dengan kekerasan, namun hari ini mereka hadir untuk menyaksikan persatuan antara dua keluarga berpengaruh.

Damian, di samping Nina, terlihat tenang, tetapi tatapan dinginnya membuat Nina merasa semakin terasing. Pakaian formalnya tampak sempurna, namun ekspresinya datar—terlalu formal, seakan pernikahan ini hanyalah sebuah kesepakatan bisnis, tanpa emosi. Setiap gerakannya penuh perhitungan, memberikan kesan bahwa ia adalah seseorang yang tidak pernah kehilangan kendali.

"Aku harap ini bukanlah kesalahan," Nina berbisik dalam hati, pandangannya tetap terpaku ke depan, berusaha menghindari tatapan Damian.

Acara pernikahan berlangsung dalam suasana yang penuh formalitas. Pendeta yang memimpin upacara membaca sumpah nikah dengan suara yang menggaung di seluruh ruangan, namun suara itu terasa jauh di telinga Nina. Semua berjalan sesuai rencana, tanpa cela. Tapi ketegangan di udara begitu nyata, seolah setiap orang di dalam aula sadar bahwa ini lebih dari sekadar pernikahan—ini adalah penggabungan dua kekuatan besar dalam dunia bawah tanah.

Saat sumpah pernikahan diucapkan, Nina mendengar suaranya sendiri gemetar sedikit, meskipun dia berusaha keras untuk tetap tenang. Damian mengucapkan sumpahnya dengan nada datar dan pasti, menunjukkan kekuasaan dan ketenangannya, seperti seorang pemimpin yang tak tergoyahkan. Ketika akhirnya mereka saling memasangkan cincin, perasaan asing semakin menyelimuti Nina. Cincin yang melingkar di jarinya terasa berat, bukan karena materi, tetapi karena konsekuensi dari apa yang akan datang.

Setelah upacara selesai, Damian membisikkan sesuatu pada Nina, suaranya rendah namun tajam. "Ingat, ini bukan hanya tentang kita. Ini tentang keluarga. Tentang menjaga keseimbangan."

Nina mengangguk pelan, hatinya masih berkecamuk. Semua terasa seperti mimpi buruk yang ia harap segera berakhir. Di sekeliling mereka, tamu-tamu yang hadir memberikan tepuk tangan yang nyaris terdengar seperti sebuah ritual formal, tanpa kehangatan. Mereka semua tahu bahwa pernikahan ini adalah tentang kekuasaan, bukan cinta.

Usai upacara, pasangan pengantin berjalan melewati deretan tamu yang menyambut dengan senyum kaku dan tatapan penuh perhitungan. Setiap ucapan selamat yang mereka terima lebih terdengar seperti janji politik daripada rasa bahagia atas penyatuan dua jiwa. Tangan-tangan yang menjabat mereka terasa dingin, penuh rahasia dan niat tersembunyi.

Saat malam semakin larut, Nina mulai merasakan bahwa dunia yang kini ia masuki berbeda dari apa pun yang pernah ia alami. Di balik semua kemewahan dan keindahan, ada ancaman yang selalu mengintai, dan Damian, meskipun kini adalah suaminya, tetap menjadi sosok penuh misteri yang tidak bisa ia pahami.

Nina menyadari, kehidupan baru ini bukanlah dongeng, melainkan sebuah pertempuran yang harus ia hadapi setiap hari—bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk mempertahankan dirinya sendiri.

Di tengah gemerlap pesta pernikahan yang megah, Nina merasa benar-benar terasing. Ia berdiri di sisi Damian, tersenyum kaku pada setiap tamu yang datang memberi selamat, tapi di dalam hatinya, semua terasa jauh dan hampa. Lampu-lampu kristal yang menggantung di langit-langit aula memantulkan kilauan yang menyilaukan, seakan menciptakan ilusi kebahagiaan di tengah kegelisahannya. Namun, kilauan itu tak bisa menghilangkan rasa kosong yang semakin dalam di hatinya.

Dalam beberapa hari saja, kehidupannya yang tenang sebagai seorang dokter muda yang mandiri berubah drastis. Dulu, harinya diisi dengan merawat pasien, menjalani kehidupan yang ia pilih sendiri. Sekarang, ia adalah istri dari seorang pewaris mafia, seseorang yang hidup di dunia yang sepenuhnya asing baginya. Setiap tamu yang hadir malam itu, meskipun tampak mewah dan berkelas, adalah bagian dari dunia Damian—dunia yang penuh kekerasan, intrik, dan kekuasaan yang gelap.

Nina melirik Damian dari sudut matanya. Pria itu berdiri tegak, dengan ekspresi wajah yang sama dinginnya sejak awal. Senyumnya hanya formalitas, seolah semuanya adalah permainan yang sudah ia kuasai. Ia berbicara dengan lancar dan penuh percaya diri kepada tamu-tamu penting yang datang menghampirinya. Namun, tak sekali pun Damian menoleh pada Nina. Seolah kehadirannya di sana hanyalah aksesori dari perjanjian yang lebih besar.

Nina merasa terkucil. Telinganya menangkap percakapan-percakapan singkat yang berbisik di sekelilingnya, namun ia tak bisa benar-benar memahami konteksnya. Dunia Damian penuh dengan kode-kode rahasia yang belum bisa ia baca. Di balik senyum para tamu, ada rasa waspada yang tak pernah hilang—seperti ada sesuatu yang selalu mengancam, tersembunyi di bawah permukaan.

“Semuanya baik-baik saja?” suara Damian tiba-tiba terdengar di dekatnya, membuat Nina tersentak. Itu adalah pertama kalinya sejak upacara selesai ia mendengar suaminya berbicara langsung padanya.

Nina menoleh, mencoba membaca ekspresi Damian, tetapi seperti biasa, wajahnya sulit ditebak. Ia mengangguk, berusaha menunjukkan ketenangan, meskipun di dalam hatinya ia bergolak. “Ya, aku baik-baik saja.”

“Bagus,” jawab Damian singkat, sebelum kembali memalingkan perhatian ke tamu-tamu yang mendekat. Tak ada kehangatan, tak ada perhatian yang lebih dari sekadar keperluan menjaga penampilan di depan publik.

Nina menatap ke arah para tamu yang lalu-lalang, rasa asing dan kesepian semakin menguasai dirinya. Hidupnya, yang dulunya penuh dengan tujuan dan semangat, kini terasa seperti berjalan di jalan yang bukan miliknya. Di dalam ruangan yang penuh dengan orang, ia merasa benar-benar sendiri.

Ia tahu, sejak keputusan menerima perjodohan ini, ia telah memasuki dunia yang sangat berbeda dari yang pernah ia bayangkan. Tapi apa yang ia hadapi sekarang lebih sulit dari yang ia kira. Bukan hanya soal Damian dan perjanjian keluarga mereka, tapi juga tekanan, kekuasaan, dan ancaman yang selalu melayang di udara.

“Apakah aku akan bertahan di dunia ini?” pikir Nina, sambil memandang sekeliling. Ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Tapi satu hal yang ia yakini—meskipun terjebak dalam situasi yang tidak ia inginkan, ia tidak akan menyerah pada dunia Damian begitu saja.

Di tengah keramaian, meskipun merasa terasing, Nina memutuskan untuk tetap kuat. Meski jalannya sulit, ia tahu bahwa dirinya masih memiliki kekuatan untuk berjuang. Apa pun yang terjadi, ia akan tetap menjadi dirinya sendiri, seorang dokter yang berdedikasi, dan bukan sekadar istri dari seorang mafia.

Bersambung

Happy reading

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel