7. Diskusi dengan keluarga
Ketika Nina duduk di ruang makan bersama orang tua angkatnya, suasana terasa tegang. Setelah pertemuannya dengan Damian, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan dan kebingungan. Ia tahu bahwa orang tua angkatnya harus menjelaskan lebih lanjut tentang situasi ini. Dan meskipun Nina tidak siap mendengarnya, dia tahu bahwa menolak untuk memahami bukanlah solusi.
“Nak, kami tahu ini sulit untukmu,” ujar ayahnya, Pak Arman, dengan nada penuh perhatian namun tegas. “Tapi perjodohan ini bukan sesuatu yang bisa kita abaikan begitu saja.”
Ibu angkatnya, Bu Mira, menggenggam tangan Nina dengan lembut. “Kami tidak pernah berniat menyembunyikannya darimu. Hanya saja… perjanjian ini dibuat sejak lama, bahkan sebelum kami mengadopsimu.”
Nina terdiam, hatinya terasa berat. Dia ingin marah, tapi ia tahu bahwa kemarahan tidak akan menyelesaikan apa pun. “Tapi mengapa harus Damian?” tanyanya, suaranya bergetar. “Mengapa harus seseorang yang hidup dalam dunia yang begitu berbahaya?”
Pak Arman menghela napas panjang sebelum menjawab. “Damian, meskipun dia adalah pewaris keluarga mafia, bukanlah pria yang sembarangan. Dia memiliki prinsip-prinsipnya sendiri. Dia mungkin keras dan dingin, tapi dia juga seseorang yang bisa diandalkan. Dia tidak seperti yang kamu bayangkan, Nina.”
“Kamu harus memahami bahwa dunia mafia tidak hitam putih seperti yang terlihat dari luar,” lanjut Bu Mira. “Damian telah melindungi banyak orang di bawah kekuasaan keluarganya. Dia bukan sekadar seorang pria yang menggunakan kekuatan untuk menghancurkan, tapi juga seseorang yang tahu bagaimana menggunakan kekuasaan untuk melindungi.”
Nina menggelengkan kepalanya, masih sulit menerima. “Tapi aku bukan bagian dari dunia itu, Bu. Aku seorang dokter. Hidupku adalah menyembuhkan orang, bukan hidup dalam bayang-bayang kekerasan.”
Pak Arman menatap Nina dengan penuh harap. “Kami tidak memintamu untuk mengubah dirimu, Nina. Kami hanya meminta agar kamu mempertimbangkan perjanjian ini. Damian tahu siapa kamu, dan dia juga tahu apa yang penting bagimu.”
Setelah hening beberapa saat, Pak Arman melanjutkan, “Damian tidak akan memaksamu untuk meninggalkan hidupmu sebagai dokter. Jika ada satu hal yang kami yakini tentang dia, itu adalah bahwa dia menghormati keinginan orang lain, selama mereka tidak melanggar batasannya.”
Kata-kata itu menggema di kepala Nina. Ia telah melihat sendiri bahwa Damian adalah pria yang menghormati aturan—meskipun aturan itu keras. Namun, apakah dia benar-benar bisa mempercayai Damian untuk menghormati kebebasannya? Itu masih menjadi pertanyaan besar yang belum bisa ia jawab.
“Aku tidak bisa hidup di bawah kendali orang lain, Pak,” kata Nina akhirnya, suaranya pelan tapi tegas. “Aku menghargai perjanjian ini dan apa yang telah kalian lakukan untukku selama ini. Tapi aku juga memiliki hidupku sendiri. Jika aku menerima perjodohan ini, aku tidak akan tunduk sepenuhnya pada Damian. Aku akan tetap menjalani hidupku sebagai dokter. Itu syaratku.”
Pak Arman dan Bu Mira saling bertukar pandang sebelum akhirnya tersenyum kecil, meskipun terlihat jelas bahwa hati mereka masih penuh dengan kekhawatiran. “Itu bukan permintaan yang berlebihan, Nina,” ujar Bu Mira lembut. “Kami yakin Damian akan mengerti.”
Nina menghela napas panjang, merasa beban sedikit terangkat. Meskipun dia belum yakin sepenuhnya tentang keputusan ini, setidaknya ia bisa mempertahankan kendali atas hidupnya.
“Baiklah,” katanya akhirnya. “Aku akan menjalani perjodohan ini, tapi dengan syarat itu.”
“Kami bangga padamu, Nina,” Pak Arman berkata dengan nada hangat. “Kami tahu kamu bisa menghadapi apa pun yang datang di jalanmu.”
Dalam hatinya, Nina masih merasa gelisah. Ia tahu bahwa menerima perjodohan ini berarti memasuki dunia yang sama sekali berbeda dari kehidupannya yang sekarang. Namun, dengan syarat yang ia tetapkan, dia berharap bisa menjaga jati dirinya. Dan meskipun Damian adalah sosok yang penuh misteri, Nina bertekad untuk tidak membiarkan dirinya tenggelam dalam kekuasaan atau ketakutan.
'Ini baru permulaan', pikir Nina. Dia tahu bahwa jalan di depannya akan sulit, tetapi tekadnya untuk tetap berdiri sebagai dirinya sendiri sudah bulat.
Bersambung
Happy reading