3. merasa berat
Nina duduk di tepi tempat tidurnya, meresapi berita mengejutkan yang baru saja ia terima. Kepalanya berputar, menciptakan gelombang emosi yang sulit untuk dijelaskan. Rasa dikhianati merambat dalam hatinya, semakin memperparah kebingungannya. Dalam benaknya, pernikahan adalah sesuatu yang sakral, bukan sekadar perjodohan yang ditentukan oleh orang lain, apalagi oleh keluarga mafia.
"Kenapa kalian tidak pernah memberitahuku sebelumnya?" Nina akhirnya bersuara, suaranya bergetar karena kemarahan dan kesedihan yang campur aduk. "Selama ini, kalian menyimpan rahasia besar ini dari aku? Kenapa? Apakah aku tidak berhak untuk tahu tentang hidupku sendiri?"
Ibu Mira mendekat dan menaruh tangan di bahunya. “Sayang, kami tidak ingin kau terbebani dengan semua ini. Kami ingin kau fokus pada karirmu. Kami berharap kau akan memahami ketika saatnya tiba.”
“Memahami?” Nina terbahak sinis. “Saya tidak bisa memahami sesuatu yang begitu mengerikan. Menikah dengan orang yang tidak saya kenal, apalagi seorang mafia? Apakah kalian menyadari betapa berbahayanya ini?”
Bapak Arman menarik napas dalam-dalam, berusaha menjelaskan. “Nina, Damian bukan hanya seorang mafia. Dia adalah pewaris keluarga yang berpengaruh, dan ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Ini tentang melindungi kita semua. Ini juga tentang menghormati tradisi.”
Nina menggelengkan kepala, jiwanya berontak. “Tradisi? Ini semua hanya sebuah dalih untuk menjebak Nina dalam kehidupan yang tidak saya inginkan. Saya adalah dokter, saya berusaha keras untuk mencapai semua ini. Apa yang terjadi jika saya menikah dengan Damian dan hidup di dunia itu? Saya akan kehilangan diriku sendiri!”
“Tidak, kamu tidak akan kehilangan dirimu sendiri,” Ibu Mira berusaha menenangkan. “Kami akan selalu ada untuk mendukungmu, apapun keputusan yang kau ambil.”
“Dukungan seperti apa?” Nina menegaskan. “Dengan memberikan saya pilihan yang tidak saya inginkan? Apakah kalian tidak memahami betapa menakutkannya situasi ini bagi saya? Mengapa kalian tidak pernah membicarakannya lebih awal? Kenapa harus sembunyi-sembunyi?”
“Kami hanya ingin melindungimu, Nina!” Bapak Arman menambahkan, suaranya mulai meninggi. “Dunia di luar sana penuh dengan bahaya, dan terkadang, kita harus membuat keputusan sulit untuk bertahan. Pernikahan ini dapat memberikan perlindungan dan kekuatan yang kita butuhkan.”
Nina merasakan kemarahan membara di dalam dirinya. “Perlindungan dari apa? Dari apa yang kalian anggap baik untukku, atau dari kebenaran yang sebenarnya? Saya tidak butuh dilindungi dengan cara ini! Saya ingin hidup saya sendiri!”
Bapak Arman mendekat, menatapnya dalam-dalam. “Nina, ingatlah bahwa kami mencintaimu. Kami tidak ingin melihatmu terluka. Damian bisa menjadi sekutu yang kuat. Kami percaya ini adalah jalan terbaik.”
“Tapi saya tidak percaya!” Nina berteriak, merasa dikhianati. “Saya tidak ingin menjalani hidup yang ditentukan oleh orang lain. Saya ingin memilih jalan saya sendiri. Dan saya tidak akan menikah dengan seorang mafia!”
Dengan itu, Nina berdiri dan melangkah menjauh, hati dan pikirannya kacau. Ia merasa seolah dunia di sekelilingnya telah runtuh. Ia merasa tersakiti dan terkhianati oleh orang tuanya sendiri. Dia telah menghabiskan bertahun-tahun membangun kariernya dan mengabdikan diri untuk menyelamatkan orang lain, hanya untuk mendapati bahwa kehidupannya sendiri telah ditentukan oleh tradisi dan perjodohan yang tidak diinginkannya.
“Bisa-bisa aku tidak pernah percaya pada kalian lagi!” teriaknya, sebelum melangkah ke luar kamar dan membanting pintu di belakangnya. Dalam hati, Nina tahu satu hal pasti: dia tidak akan membiarkan nasibnya ditentukan oleh siapa pun, apalagi oleh seseorang yang tidak ia kenal.
Dengan langkah cepat, Nina keluar rumah, berusaha menjauh dari situasi yang tidak diinginkannya. Dia tidak ingin berlama-lama di tempat yang membuatnya merasa terperangkap. Dia ingin merasakan kebebasan, berpikir jernih tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Tidak ada pilihan lain, dia harus menemukan cara untuk melawan takdir yang telah ditentukan untuknya.