Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

MIMPI BURUK YANG MENJADI NYATA

Mata Lova menyipit tak percaya dengan mulut terbuka yang menguap menjadi senyuman miring seraya melengos. Kejutan yang kesekian untuk Lova. Inilah urusan yang dibicarakan pria itu tadi pagi.

Evelyn dengan wajah seperti kucing yang melihat ikan tuna mahal itu, mencengkram lengan Lova kuat. Ruangan ini kini terfokus pada seseorang yang datang bersama Gustian.

Pria dengan tinggi proposional, kulit bersih, alis tertata rapi dan hidung bangir itu seperti menghipnotis seluruh manusia di dalam ruangan yang diketuai Gustian ini.

“Lov. Rasanya gue gak percaya kalo bos baru ini manusia. Licin banget kayak porselen.” Evelyn berbisik tepat di telinga Lova tanpa mengalihkan matanya dari pria itu.

Lova menghela napas kasar. “Lo masih penasaran sama bentukannya si Alder, kan?”

Evelyn mengangguk sambil melihat ke arah Lova sekilas. “Tunggu aja sampe bos baru lo yang kayak porselen ini memperkenalkan diri.”

Evelyn hanya mengerutkan wajahnya menatap Lova dengan kebingungan.

“Selamat pagi semua. Temen-temen semua pasti udah tahu kalo saya bakal dateng hari ini.” Suara yang memuakkan bagi Lova, terdengar.

“Jelas aja tahu, Pak. Makanya kita dandan cantik kayak gini.”

Lova meringis geli mendengar salah satu karyawan perempuan yang dengan percaya dirinya mengatakan hal yang membuat pria bersama Gustian itu tersenyum malu. Terdengar koor huuu lirih dari karyawan lainnya.

“Terima kasih atas sambutannya. Saya berharap kita bisa akrab dan teman-teman bisa membantu saya yang masih pemula dalam kepemimpinan untuk bekerja sama dengan baik. Untuk hari ini dan seterusnya, saya akan menjadi pemimpin di perusahaan penerbitan ini.”

Lova hanya menyilangkan lengannya di depan dada. Merasa bosan dengan basa basi yang sekarang terjadi tepat di depannya.

“Gue bakal makin rajin kerja sih kalo bosnya kayak danau khayangannya Kerinci gini. Bening banget.” Kini Lita ikut berkomentar ditambah dengan senyuman malu-malunya.

“Saya senang jika teman-teman bisa menganggap saya sebagai rekan kerja. Bukan sebagai bos. Jadi apa pun masalah yang teman-teman hadapi, bisa langsung didiskusikan bersama saya.”

Seseorang mengangkat tangannya, membuat Lova membuka matanya lebar. Siapa lagi jika bukan sahabat tersayangnya Lova, Evelyn.

“Namanya, Pak. Dari tadi bapak belum nyebutin nama.” Evelyn menggigiti kukunya tersipu. Lova benar-benar semakin muak.

Pria yang berdiri di samping Gustian itu terkekeh pelan. “Maaf, saya hampir lupa. Oke. Nama saya Alder Reuven. Teman-teman bisa memanggil saya Alder.”

Evelyn menautkan alisnya. “Kok namanya sama kayak bocah yang ngelamar lo di pasar ya, Lov?” bisiknya ke arah sang sahabat.

Lova melihat ke arah Evelyn dengan wajah datar. Evelyn langsung menutup mulutnya yang terbuka lebar setelah menyadari sesuatu.

“Baru ngeh?” Evelyn mengangguk pelan. “Sendirinya telmi, pake ngatain gue.” Lova melengos tak acuh.

“Umurnya berapa, Pak?”

Lova rasa, perkenalanan ini akan lebih panjang dari yang seharusnya.

“Saya udah 22 tahun.” Senyuman dari Alder membuat para perempuan si penjahat cowok ganteng saling memeluk karena terpuaskan dengan pemandangan di depan mereka saat ini.

“Umur 22 aja dibilang udah, Pak. Apa kabar kita yang hampir 30 tahun?” suara karyawan perempuan terus memenuhi acara perkenalan ini.

“Malah udah ada yang hampir 35 lagi.” Bagas melirik ke arah Evelyn, Lova dan Lita yang berdiri berdekatan.

Namun segera pria itu menunduk saat merasakan tatapan beraura negatif dari ketiga perempuan berumur tiga puluhan itu.

“Kalo saya tanyain istri kayaknya gak mungkin ya Bapak udah punya. Pacar aja deh, udah ada belum, Pak?”

Alder lagi-lagi terkekeh. Dan Lova pun berkali-kali mendengus.

“Bisa panggil saya Alder aja? Atau Mas? Kedengarannya jauh lebih akrab.” Semua sepakat langsung menyetujui usulan Alder.

“Jadi gimana, Mas Alder? Udah punya pacar belum nih? Kita-kita banyak yang masih jomblo kok.”

Lova tahu gadis itu. Cewek dengan dandanan terlalu bling-bling hanya untuk bekerja di perusahaan penerbitan. Siapa namanya? Curut? Eh, bukan-bukan. Cherly.

Lova tahu dengan sangat jelas bahwa Alder sedang menatap ke arahnya sekarang. Entah kenapa Lova menjadi tidak enak dengan senyuman pria muda itu.

“Seminggu yang lalu, lamaran saya baru saja ditolak oleh perempuan yang saya sukai.” Alder menatap tepat di mata Lova yang kini menggigit bibir bawahnya.

Kenapa jadi gugup sih? Ih.

Bisikkan-bisikkan seperti dengungan lebah kini terdengar. Lova tahu bahwa mereka sedang menyalahkan perempuan yang sudah dengan sombongnya menolak Alder.

Hellow! Itu gue!

“Cari yang lain aja, Mas Al. Kan Masnya juga ganteng.”

Ya Tuhan, Lova sudah tidak sanggup dengan rayuan-rayuan manja ini.

Alder tersenyum, menunduk sekilas. “Saya gak berniat nyari yang lain.”

Para karyawan perempuan yang seperti penonton alay itu langsung memasang wajah kecewa.

“Tujuh tahun yang lalu saya ketemu sama dia. Dan tujuh tahun yang lalu juga saya kehilangan dia. Jadi sekarang setelah saya nemuin dia lagi, gak bakal saya lepasin. Walaupun harus dengan resiko di tolak berkali-kali. Saya gak akan nyerah gitu aja.”

Lova rasa, wajahnya akan berlubang karena tatapan tajam dari Alder ke arahnya.

“Mampus! Kalo ini sinetron judulnya jadi begini nih, Perawan Tua Dikejar Brondong Ganteng.” Lova siap dengan tinjuannya saat mendengar ucapan Evelyn yang hanya terkekeh.

“Siapa sih? Beruntung banget,” tanya salah satu penonton yang kecewa.

“Iya, sampe bisa-bisanya nolak cowok keren kayak mas Alder,” sahut penonton kecewa lainnya.

“Dia ada di gedung ini.” Alder bahkan tidak ragu untuk mengungkapkan kisah percintaannya. Lova menjadi tidak tenang.

Para karyawan perempuan yang tadinya kecewa, sekarang kembali bersemangat setelah mendengar ucapan Alder. Seolah memiliki harapan bahwa merekalah gadis yang dicari Alder.

“Ah? Apa itu alasan mas Alder membeli penerbitan ini dan bekerja langsung di sini? Padahal saya dengar, orang tua mas Alder meminta untuk bisa melanjutkan perusahaan keluarga di Singapura, kan?”

Ketua tim yang sejak tadi hanya diam kini ikut dalam pembahasan soal kehidupan Alder.

“Benar. Saya tidak mengelak. Setelah mencari tahu dan menemukan perempuan yang saya sukai itu bekerja di penerbitan ini, saya langsung menghubungi pemilik awal yang kebetulan rekan bisnis ayah saya. Tanpa pikir panjang, saya hanya ingin membeli penerbitan ini agar bisa bekerja di sini dan bertemu setiap hari dengan perempuan itu.”

Terharulah mereka para penonton bayaran yang mendengar cerita romantis yang baru saja Alder dongengkan. Jangan tanya seberapa gugupnya Lova saat ini. Telapak tangannya bahkan sudah basah dan mendingin.

“Keknya nih bocah beneran deh sukanya sama lo, Lov.”

“Udah deh, Evelyn. Berisik banget sih.” Lova mendelik ke arah Evelyn yang hanya mencebik.

“Boleh tahu nama perempuan itu, Mas Alder?”

Ingin rasanya Lova melemparkan sesuatu di atas kepala Gustian saat ini sebagai hadiah atas pertanyaan brilliannya barusan.

Alder tersenyum. Menoleh ke arah Gustian sejenak, lalu kembali menatap Lova yang berusaha mengalihkan pandangan. “Arti namanya bagus. Sebuah lagu cinta.” Lova membalas menatap Alder yang tersenyum manis.

Tiba-tiba saja ruangan itu menjadi sunyi. Seolah memberi kesempatan pada Lova dan Alder untuk saling tatap. Biar dapet doorprize siapa yang kuat nahan untuk tidak berkedip. Oke lupakan, itu hanya asal-asalan.

“Hanya itu yang bisa saya beri tahu. Soal namanya biar menjadi rahasia saya.” Alder menoleh ke arah Gustian yang kini terkekeh.

“Arti nama lo itu, Lov? Gila ya tuh bocah sampe tahu begitu. Dia suka sama lo ato stalker sih?”

“Evelyn gue beneran pengen jait mulut lo sekarang juga deh.”

“Idih gue kan cuma nanya. Baper!”

Lova hanya menggeleng pelan. Tidak lagi berniat mendebat sahabatnya ini.

Sebuah lagu cinta. Ya, benar. Dia Arlova Zemira.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel