Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

KEJUTAN

Tubuh Lova kaku seketika. Seseorang dengan senyuman hangat berdiri di depannya. Ralat. Entah senyuman seperti apa yang sekarang Lova lihat, keberadaan manusia itu sudah sangat membuat Lova terkejut.

“Lo ngikutin gue?” Lova menyipitkan matanya.

Pria di depannya menghembuskan napas santai. “Jadi ini tempat kerjanya, Miss Lova?” Lova menggigit bibir dalamnya menahan emosi. “Setelah gak jadi guru, kata-kata Miss Lova jadi sedikit kasar, ya?”

Jangan salahkan Lova jika dia benar-benar ingin memukul pria dengan senyuman congkak itu.

“Kamu belum jawab pertanyaan saya, ya.”

Kekehan yang Lova dengar seperti sebuah ejekan yang semakin membuat keinginan Lova meninju pria ini menjadi. “Berubah lagi jadi terlalu formal.”

“Terserah.” Lova memalingkan wajahnya sekilas seraya mengibaskan tangan. “Mau apa ke sini?”

“Ada urusan sedikit. Kenapa? Miss seneng saya ada di sini?”

Lova menghembuskan napas kesal. “Saya merasa sangat TERGANGGU!” Lova menekan kata terakhirnya. Tapi hendikkan bahu adalah balasan untuk kalimat penuh penekanan dari Lova.

“Padahal saya seneng banget bisa ketemu Miss lagi setelah kejadian di pasar.”

Buru-buru Lova menutup mulut pria itu dengan tangannya.

“Jangan kayak baskom, ya. Ini tempat kerja saya. Saya gak mau ada yang salah paham kalo denger omongan kamu.”

Sebuah senyuman dapat Lova rasakan di balik telapak tangannya. Lova menarik tangannya dengan cepat.

“Oke. Itu rahasia kita.” Senyuman amat manis dengan kerlingan meledek dari pria itu benar-benar terlihat menyebalkan.

Gadis dengan kaos pink kebesaran dan celana longgar biru muda itu mendengus kesal.

“Saya duluan, ya, Miss.” Pria itu mendekat ke arah Lova yang memasang sikap siaga.

“Apa?!” tanya Lova dengan nada ketusnya.

“Jangan pake baju ini lagi.” Dahi Lova mengerut, tak mengerti. “Aku gak mau ada cowok lain liat daleman merahnya kamu.” Suara itu terdengar tepat di telinga Lova yang langsung melebarkan matanya.

Tanpa peduli dengan kekesalan Lova, pria itu berlalu begitu saja dengan senyuman. Gadis berambut lurus itu memeluk dirinya sendiri.

“Dasar bocah! Mesum banget sih!”

~.~.~.~

Lova meletakkan tas selempangnya dengan sembarangan di atas meja. Lalu menghempaskan bokongnya di kursi dengan sandaran tinggi itu.

“Ke mana aja sih lo? Dateng siang amat. Jadi gak tahu berita besar, kan.” Evelyn menyambutnya dengan ocehan tak bermutu.

Lova melirik jam tangannya. “Baru juga jam setengah sembilan, Eve. Kerjaan gue juga udah selesai. Emang ada apa sih?”

Evelyn mendekat ke arah Lova dengan kursi beroda yang di tempatinya.

“Itu, si bos baru katanya bakal dateng hari ini.”

“Terus?” Lova melihat Evelyn tak tertarik.

“Kok terus sih? Lo gak penasaran sama penampakan tuh si bos yang katanya brondong? Mayan kan, Lov.”

“Gue sukanya brondong jagung. Enak buat camilan.” Pukulan pedas mendarat di lengan Lova yang langsung mengaduh ria.

“Lo kenapa sih? Gak asik banget hari ini.”

Lova memutar matanya sekilas. “Gue ketemu Alder tadi.”

“Alder? Bocah yang ngelamar lo di pasar waktu itu?” Dengan senang hati Lova memukul paha Evelyn yang tersadar jika suaranya terlalu keras.

“Siapa yang di lamar, Lyn?” Suara Bagas, teman setim mereka, terdengar. Pria jomblo yang suka tebar pesona di umur tiga puluhan.

“Nini gue. Udah lama ngejanda di tinggalin si engkong meninggal gegara stroke.” Jelas itu hanya jawaban asal dari Evelyn.

“Kirain mbak Lova beneran yang di lamar. Kan gak mungkin.” Bagas terkekeh setelahnya.

“Bacot banget deh, Bagas. Kerja sana,” ketus Lova yang langsung diindahkan oleh Bagas yang sedikit takut dengan perawan telat menikah ini.

“Gue jadi makin penasaran bentukan tuh bocah gimana sampe berani datengin lo dan langsung ngelamar.” Kini suara Evelyn lebih bisa dikontrol. “Selama ini gue cuma liat di foto doang. Itu juga waktu dia SMP.”

Evelyn mulai bermonolog dengan gaya keingintahuannya. Lova menghela napas berat.

Lova bertemu dengan Evelyn saat sama-sama melamar pekerjaan di perusahaan penerbitan ini, lima tahun lalu. Karena umur mereka yang hanya terpaut satu tahun, membuat keduanya bisa akrab dengan cepat. Lova banyak menceritakan tentang dirinya. Begitupun Evelyn.

“Terus kenapa gak lo terima dia ngelamar, Lov?”

Sebenarnya, itu adalah pertanyaan yang sudah Evelyn simpan sejak Lova menceritakan tentang lamaran dari pria bernama Alder di pasar itu. Tapi Evelyn tidak mau hanya akan membuat Lova menjadi lebih emosi.

Lova melihat Evelyn yang sangat menunggu jawaban darinya.

“Lova,” panggilan itu membuat Lova menoleh. Rizal tersenyum manis ke arahnya. “Di panggil Pak Gustian.”

“Oke. Makasih, Mas.” Lova membalas senyuman Rizal yang langsung lalu.

Gadis yang terlalu santai dengan rambutnya yang terikat sembarangan itu menoleh ke arah Evelyn yang masih menunggu jawaban.

“Yang harus lo tahu aja. Dua belas tahun. Rentang umur segitu banyak yang jadi faktor utama gue mikir seribu kali nerima tuh bocah. Gue kayak mau nikahin Arnav tahu gak?”

~.~.~.~

Lova meletakkan hasil terjemahan yang sudah di print-nya di atas meja pak Gustian.

“Kusut amat tuh muka, Lov.” Gustian melirik sekilas ke arah Lova yang hanya tersungut.

“Ya, kusut, lah. Baru juga selesai satu, udah di kasih dua aja ini kerjaan, Pak.”

Ketua tim itu terkekeh. “Saya kan mintanya lusa. Tapi kata Rizal kamu ngelembur semalem. Pasti udah kelar itu kerjaan.”

Terima kasih pada Rizal yang berbaik hati mengumumkan kinerja Lova pada Gustian yang tidak akan membuang waktu untuk kembali memberikannya pekerjaan lain.

“Awas aja lupa bonus akhir bulannya.”

“Kalo dua novel itu kelar akhir bulan ini. Saya kasih kamu bonus dua kali lipat.” Mata Lova berbinar dengan kepalan di udara karena bahagia.

“Ngomongin duit aja, langsung sumringah tuh muka. Dasar.” Gustian menggeleng melihat kelakuan karyawan perempuannya ini.

“Pertahanin muka sumringahnya, Lov. Bos baru bakal dateng hari ini.” Gustian kembali mengoreksi hasil terjemahan Lova.

“Iya, iya, Pak. Kehadiran bos baru itu udah tersebar luas di seluruh gedung ini.”

Ketua tim itu hanya tersenyum tanpa melihat Lova. Perempuan yang tidak akan diam hanya pada satu kalimat.

“Emang segitu gantengnya ya, Pak? Sampe semua karyawan perempuan di sini dandannya berlebihan banget hari ini. Yang udah punya anak dua aja masih kelenjitan pengen di garuk.”

Benar, bukan? Ada kelanjutan dari satu kalimat yang sudah Lova ucapkan. Perempuan bertubuh irit itu tersungut setelah mengakhiri kalimatnya.

Gustian melihat Lova dengan senyuman geli. “Pantes aja gak ada yang berani deketin kamu, Lov. Itu mulut nyablaknya gak ketulungan banget.”

Lova hanya mengibaskan tangannya tak ingin membalas ucapan ketua timnya itu.

“Ganteng banget, Lov. Saya aja kalo belum punya istri mau deh sama si bos baru.”

Wajah Lova mengkerut. Melihat ke arah Gustian yang tersenyum ambigu. “Inget anak di rumah, Pak. Kesian banget bapaknya juga suka sama batangan.”

Gustian tak lagi bisa menahan tawanya yang langsung pecah. Lova hanya menggeleng pelan.

“Udah, keluar sana. Makin lama kamu di sini, makin gila saya.” Lova berdiri dari duduknya dengan wajah sebal.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel