Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 2. Kebangkitan

Arka terbangun dengan kepala berdenyut dan pandangan yang kabur. Ia tak yakin di mana berada, tetapi samar-samar ia merasakan kasur empuk di bawah tubuhnya dan suara kayu yang berderak di dekatnya. Saat penglihatannya perlahan pulih, ia melihat cahaya hangat dari api unggun yang menyala di sudut ruangan kayu kecil. Aroma herbal yang segar menyusup di udara.

“Akhirnya kau sadar juga.”

Arka menoleh ke sumber suara dan melihat seorang gadis seusianya duduk di dekat tungku. Rambutnya panjang dengan warna cokelat kemerahan yang berkilau di bawah cahaya api, dan matanya yang tajam memperhatikan Arka dengan campuran kekhawatiran dan rasa ingin tahu.

“Siapa… kau?” suara Arka serak, suaranya lemah.

“Asha,” jawab gadis itu singkat. “Aku menemukanku tergeletak di hutan dekat desa kami. Kau pingsan, dan tubuhmu dipenuhi bekas luka aneh. Kupikir kau mungkin orang yang terluka karena serangan dari kelompok gelap itu.”

Kelompok gelap. Kata-kata itu membangkitkan ingatan Arka tentang sosok-sosok berjubah hitam yang menyerangnya di hutan. Kejadian itu seperti mimpi buruk yang sulit dipahami, namun ia tahu itu nyata. Kekuatan besar di dalam dirinya, sosok misterius yang menyebutnya pewaris, dan suara di benaknya – semuanya berkumpul menjadi pertanyaan yang mendesak jawaban.

“Terima kasih… sudah menyelamatkanku,” kata Arka, meski pikirannya masih penuh kebingungan.

Asha menatapnya lekat, seolah menilai sesuatu dalam dirinya. “Kau benar-benar tidak tahu siapa mereka? Atau mengapa mereka mengincarmu?”

Arka menggeleng pelan. “Aku tak tahu apa-apa. Mereka mengatakan sesuatu tentang ‘pewaris’ dan ‘kekuatan Dewa Tertinggi’. Tapi aku hanya orang biasa…”

Asha terdiam sejenak, lalu menarik napas dalam-dalam. “Arka, dunia ini mungkin terlihat damai, tapi di bawah permukaan, ada kekuatan-kekuatan besar yang terus berkonflik. Para pelindung dunia dan pengikut kegelapan selalu berusaha menguasai kekuatan besar yang bisa mengubah takdir seluruh alam ini. Dan Dewa Tertinggi yang mereka sebutkan… adalah sosok kuno yang telah lama hilang, tetapi kehadirannya masih terasa hingga kini.”

Arka tercengang. Ia merasa seperti dilemparkan ke dunia baru yang selama ini tersembunyi di balik kehidupannya yang sederhana. “Jadi… apakah benar aku pewaris kekuatan itu?”

“Itu yang harus kita cari tahu,” jawab Asha tegas. “Aku pernah mendengar legenda bahwa kekuatan Dewa Tertinggi hanya dapat diwariskan melalui darah, pada seseorang yang memiliki takdir khusus. Mungkin kau adalah orang yang selama ini ditunggu-tunggu oleh para penjaga keseimbangan.”

Arka merasa beban berat di pundaknya, tanggung jawab yang belum siap ia emban. “Tapi… aku hanya seorang pemuda desa. Bagaimana bisa aku menjadi pewaris kekuatan sehebat itu?”

“Kadang-kadang, takdir datang pada orang-orang yang tak pernah menduganya,” Asha tersenyum tipis. “Lagipula, jika kau memang pewaris, kekuatan itu pasti telah memilihmu karena suatu alasan.”

Sebelum Arka sempat menjawab, suara ledakan kecil terdengar dari luar rumah. Asha berdiri sigap, menoleh ke arah pintu dengan mata waspada. “Mereka datang lagi,” gumamnya tegang. “Kelompok gelap itu pasti tahu kau ada di sini.”

Arka merasakan adrenalinnya bangkit, rasa takut kembali menghantuinya. Tapi kali ini, ada dorongan dalam dirinya, kekuatan yang samar namun menggelegak seperti arus listrik. Ia tahu, melarikan diri tidak akan menyelesaikan masalah.

“Kalau begitu, aku harus melawan,” ucap Arka mantap.

Asha tersenyum puas. “Itulah yang ingin kudengar.” Ia mengulurkan tangan, dan cahaya biru menyelimuti telapak tangannya. “Ikutlah denganku, Arka. Kita akan bertarung bersama.”

Arka mengangguk, merasa siap menghadapi apa pun yang ada di luar. Bersama Asha, ia membuka pintu, melangkah keluar ke dalam kegelapan malam, dengan hati yang kini dipenuhi keberanian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Udara malam yang dingin langsung menerpa wajah Arka ketika ia melangkah keluar bersama Asha. Hutan di sekitar desa tampak gelap pekat, diterangi hanya oleh cahaya samar dari bulan yang nyaris tertutup awan tebal. Di kejauhan, bayangan sosok-sosok gelap terlihat merayap mendekat, membawa aura ancaman yang nyata.

Asha melangkah mendahului, mengangkat tangannya yang bersinar biru dengan tegas. “Tetap di dekatku, Arka. Mereka kuat, dan tidak akan ragu untuk menyerang dengan brutal.”

Arka mengangguk, meski hatinya berdegup kencang. Ia belum sepenuhnya memahami kekuatan yang ada di dalam dirinya, tetapi dorongan untuk bertahan hidup dan melindungi orang-orang yang ada di sini terasa sangat kuat. Ini bukan lagi tentang takdir atau pewarisan. Ini tentang hidup dan mati.

Mereka berdua berjalan perlahan, mata waspada mengamati setiap gerakan di sekitar. Tiba-tiba, seorang pria berjubah hitam muncul dari balik pohon, mengayunkan tangannya dengan cepat, dan menciptakan pusaran api hitam yang melesat menuju mereka. Dengan sigap, Asha mengangkat tangannya dan menciptakan perisai energi biru yang membendung serangan itu, membuat api hitam terpental dan lenyap ke udara.

“Arka, mereka tidak akan berhenti. Kau harus memanggil kekuatanmu!” seru Asha, memandang Arka dengan penuh keyakinan.

Arka mencoba menarik napas dalam-dalam, mencoba merasakan kembali aliran energi yang sempat ia rasakan sebelumnya. Ia menutup mata, fokus pada pusat kekuatan di dalam dirinya yang masih terasa samar. Namun, sebelum ia berhasil memunculkan kekuatan itu, dua sosok lain tiba-tiba menyerbu, menyerang dari dua arah sekaligus.

Asha melompat ke samping, menyerang salah satu sosok dengan kilatan energi biru dari tangannya. Sementara itu, Arka, yang belum menguasai kekuatannya, mencoba menghindari serangan dengan lompatan yang canggung. Salah satu penyerang menghampirinya dengan cepat, mata merahnya bersinar dengan kekejaman.

Tanpa sadar, Arka mengangkat tangannya seolah untuk melindungi diri, dan seketika sebuah cahaya keemasan muncul dari telapak tangannya, menyilaukan mata penyerangnya. Sosok itu terdorong mundur, berusaha menutupi matanya yang terkena sinar terang.

Melihat cahaya itu, Arka merasakan sebuah getaran aneh yang mulai menyebar di seluruh tubuhnya. Kekuatan yang awalnya samar kini mulai terasa lebih nyata, lebih hidup, seolah-olah merespons niatnya untuk bertahan. Cahaya keemasan di tangannya semakin kuat, dan tanpa ragu, ia melangkah maju, mengarahkan tangannya ke sosok yang menyerangnya.

Cahaya itu meledak keluar dari tangannya, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan penyerangnya jauh ke belakang, menabrak pohon besar hingga roboh. Arka tercengang melihat apa yang baru saja ia lakukan. Tubuhnya terasa panas, tetapi di balik panas itu, ia juga merasakan kelegaan.

“Arka! Kau berhasil!” seru Asha sambil mengalahkan penyerang lainnya dengan ledakan energi biru.

Tapi kebahagiaan mereka tak berlangsung lama. Dari arah hutan, lebih banyak sosok berjubah hitam muncul. Mereka tampak lebih besar dan kuat, dengan senjata-senjata tajam yang memancarkan aura gelap. Salah satu dari mereka, pria dengan jubah lebih besar dan wajah tertutup kain hitam, berdiri paling depan. Matanya bersinar merah darah, penuh kebencian.

“Aku tak percaya kekuatan itu sudah terbangun. Tapi kau masih lemah, bocah,” pria itu menyeringai, memandang Arka seolah-olah dia hanyalah mangsa mudah.

Asha berdiri tegak di samping Arka, menatap musuh baru itu dengan tajam. “Kau salah jika meremehkan kami.”

Pria berjubah hitam itu tertawa sinis, lalu mengangkat tangannya, dan angin dingin berhembus, membawa kegelapan yang merayap ke arah mereka. “Kita lihat sejauh mana kalian bisa bertahan.”

Asha memandang Arka dengan cepat. “Arka, kau harus percaya pada kekuatanmu. Gunakan perasaanmu. Biarkan energi itu mengalir dan jadi bagian dari dirimu.”

Arka mengangguk, berusaha menenangkan pikirannya meski jantungnya berdebar hebat. Kali ini, ia tak akan membiarkan rasa takutnya menguasai. Dengan mata terpejam, ia menghirup napas dalam-dalam dan membiarkan energi di dalam dirinya muncul. Cahaya keemasan mulai memancar dari tubuhnya, lebih terang dan stabil.

Pria berjubah hitam itu tampak terkejut, tapi tidak gentar. “Menarik. Tapi itu belum cukup untuk menghentikanku.”

Pertarungan pun kembali pecah. Asha bergerak dengan lincah, menghindari serangan sambil melepaskan ledakan energi dari tangannya, sementara Arka menggunakan kekuatan barunya untuk melindungi dirinya dan menyerang balik. Meskipun belum sepenuhnya menguasai kekuatan itu, Arka merasa semakin terhubung dengan energi di dalam dirinya. Ia merasakan potensi besar yang menunggu untuk ia kendalikan.

Namun, di tengah hiruk-pikuk pertempuran, Arka menyadari satu hal: jalan di depannya tidak akan mudah, tetapi ia tak lagi sendirian. Bersama Asha, ia akan melangkah menuju takdirnya sebagai pewaris kekuatan Dewa Tertinggi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel