Chapter 4
4 Tahun lalu ****
Jumat malam, Pukul 21.30.
Suara dentuman musik itu semakin membahana, menggganggu pendengaran, lalu memusingkan kepala.
“Siapa namamu Tuan ?” Tanyanya dengan suara meracau.
Senyum laki-laki ini tersibak, lalu menatap dengan lekat wajah cantik gadis yang tengah ia rengkuh dalam dekapannya ini.
“Aaron..” Jawabnya.
“Siapa..?!” Teriak Zia yang tidak jelas mendengar.
“Aaron Ryan Oxtoon” Jawabnya dengan suara tinggi.
Zia memegangi bolpoin lalu ia tulis nama lelaki ini di atas kertas, kemudian jemarinya menandatangani perjanjian ini.
“Ini..” Ucapnya, sembari memberikan kertas yang sudah ia tulis tanpa kesadaran penuh.
“Namamu mirip dengan nama kampus ku, Tuan. Hehehe” Gumamnya lalu terkekeh.
Aaron tersenyum, lalu ia belai wajah cantik ini dengan lembut.
Zia ikut tersenyum, lalu membuka mulutnya kemudian menciumi bibir lelaki inI dengan bergairah, agresif dan tanpa jeda.
Aaron pun membalas cumbuan ini dengan lebih beringas, ia buka mulut Zia, lalu menelusuri rongga mulut gadis polos ini dengan lidahnya.
Zia mendesah lembut, lalu melepaskan bibirnya, kedua bola matanya menengok ke kiri lalu ke kanan.
Suaranya terdengar lemas, lalu meracau tanpa henti.
“Steffy, mana?!” Tanyanya pada Aaron.
“Steffy, siapa itu?” Tanya Aaron yang masih memeluk tubuh ini agar tidak terjatuh.
Zia merengek, lalu kembali mencoba melirik ke berbagai penjuru mencari sahabatnya. Aaron bertambah bingung, lalu ia perintahkan Henry untuk mencari nama yang Zia maksud.
“Steffy, mana ?” Rengeknya terus.
Dibelainya wajah gadis ini, kemudian ia tenangkan sembari kedua tangannya mendekap dengan lembut dalam pelukannya.
“Steffy sudah diantar pulang” Jawabnya dengan suara lembut.
Zia tergolek lemah dalam pelukan Aaron, lalu tidak sadarkan diri.
Aaron dengan cepat mengajak gadis ini masuk ke dalam mobil hitamnya, Denis sudah bersiap di depan sana, membukakan pintu lalu ia persilahkan majikannya masuk.
“Tunggu di luar dulu” Titah Aaron
“Baik tuan” Jawab lelaki ini.
Ia belai rambut panjang Zia, lalu mengusap wajah gadis ini dengan lembut.
Sontak Zia terbangun dengan masih terpengaruh alkohol. Ia dengan spontan membuka mulutnya lalu kembali menciumi bibir Aaron terus menerus, tubuhnya lalu naik ke atas pangkuan lelaki ini, kembali ia buka mulutnya untuk berciuman dengan lelaki yang sepuluh tahun lebih tua darinya ini.
Aaron membalas ciuman Zia, dengan lebih panas bibirnya mencumbui setiap sisi tengkuk leher mulus nya, lalu ia berikan tanda cinta darinya tepat di selangka leher mulus ini.
“Ehmm..” Erang Zia.
Zia menarik resleting gaunnya, lalu memperlihatkan bra hitamnya. Aaron meneguk saliva, kedua bola mata besarnya sedang memandangi dua buah dada kenyal dengan ukuran yang sangat sempurna. Tangannya terangkat lalu jemarinya membelai belahan dada Zia dengan lembut.
“Ahh..” Desah Zia yang masih sempoyongan.
Di belainya terus belahan dada ini, lalu telapak tangannya meremas dengan lembut, kemudian memberkan cumbuan dengan bibirnya.
"Ah, geli, Ah, Ehmm.." Desah Zia.
“Bagaimana kamu memiliki tubuh seindah ini Sezia?” Tanya Aaron kagum.
Zia memegang wajah Aaron, lalu ia tatap dengan tajam.
“Panggil aku Zia, Nenek, Steffy, Om Anton, Tante Rena..Ehmm memanggilku dengan Zia” Jawabnya dengan tubuh yang masih sempoyongan.
Aaron tersenyum, ia belai wajah cantik ini, lalu kedua telapak tangannya mengangkat lengan gaun ini agar menutupi dua buah dada kenyal yang berhasil merangsang tubuhnya, Jika tidak ia akan menyetubuhi gadis ini saat ini juga.
“Baiklah Zia, bukannya nanti saat usia mu ke dua puluh dua tahun kita baru akan melakukannya, jadi kamu harus belajar yang rajin” Gumam Aaron.
Zia mengangguk, lalu tubuhnya terhuyung lemas, dan tidak sadarkan diri di dalam pelukan Aaron.
*
*
*
Zia mengerjapkan matanya, lalu kepalanya menoleh ke kanan untuk menghalangi pandangan Aaron padanya. Otaknya baru saja mengingat semua kejadian itu setelah empat tahun berlalu, semua hal itu bahkan adalah karena kesalahannya, Zia malu dengan menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan ini.
Aaron menoleh, lalu melihat reaksi wanita yang sudah ia cumbui saat makan siang mereka tadi.
“Zia, kamu seperti wanita Binal..” Gerutu Zia dalam hati.
Dicengkeramnya rambutnya, lalu telapak tangan menggenggam tali tas nya dengan erat.
“Bisa-bisanya lupa kejadian memalukan itu setelah empat tahun” Gerutunya lagi dalam hati.
Aaron tersenyum, ia biarkan saja wanita ini terus berperang batin, pikirnya.
*
Mobil pun tiba di depan Perusahaan.
Denis dengan cepat membuka pintu mobil lalu mempersilahkan majikannya dan wanita yang juga sudah ia kenal sejak empat tahun lalu ini keluar.
“Terimakasih” Ucap Aaron.
Zia pun membungkukan tubuhnya, lalu ikut berterimakasih.
Henry mengikuti mereka berdua, lalu ia berikan ponselnya agar dijawab oleh atasannya.
“Dari siapa?” Tanyanya.
“Bella, Tuan” Jawab Henry.
Aaron mengambil ponsel ini, lalu ia jawab dengan lembut wanita yang sedang menghubungi nya itu.
“Apa ini, apa dia sudah punya kekasih, lalu kenapa tadi menciumi bibirku yang suci” Gerutu Zia dalam hati.
Senyuman Aaron tampak tersibak dengan tulus, sedangkan Zia menghela nafasnya berkali-kali. Pikirannya sudah jauh, bahkan ia mengira kalau Aaron akan memenuhi janji, kalau tidak akan berpacaran dengan wanita lain.
Mereka masuk ke dalam lift, lalu menunggu untuk sampai di lantai lima puluh.
“Ini tanggal berapa Zia?” Tanya Aaron tiba-tiba.
“25 April Pak” Jawabnya dengan cepat.
Aaron mengangguk.
“Berarti ulang tahun mu enam hari lagi” Jawabnya.
Detak jantung Zia terasa berhenti seketika, apa yang dimaksud oleh atasannya apa perjanjian itu masih berlaku, jika iya habis sudah hidupnya.
“Mati aku, apa yang harus aku lakukan ?” Gerutunya dalam hati.
TING !
Pintu lift terbuka, Zia dengan cepat melangkahkan kaki mengimbangi langkah kaki Aaron yang panjang.
Dua resepsionis itu membungkukan tubuh, lalu memberikan salam saat Pimpinan mereka berjalan akan memasuki ruang kerjanya.
Zia ikut membungkuk, lalu mengiringi jalan Aaron yang cukup cepat.
CEKREKK
Pintu dibuka oleh Zia, lalu ia persilahkan atasannya ini untuk masuk lebih dulu.
Aaron tampak tenang, padahal tadi ia sudah memberikan ciuman panas selama sepuluh menit. Sedangkan, Zia terus menundukkan kepalanya. Mencoba menyembunyikan wajahnya di balik laptop putih ini.
“Aku seperti wanita murahan saja” Gerutunya dengan suara berbisik.
Ia buka Surel yang tadi dikirimkan oleh Henry, lalu ia baca dengan seksama apa yang ada di dalamnya.
Zia mengangguk, lalu ia ambil buku catatannya kemudian ia tulis sementara di buku nya ini.
“Praha, jadi bulan depan Pak Aaron akan ke praha” Gumamnya
Ia kembali menulis beberapa isi penting dari dokumen ini, lalu menyalin nya dengan hati-hati agar tidak terjadi kesalahan di dalam laptop putih ini.
Aaron menoleh, lalu manik matanya tengah memperhatikan kegiatan Zia yang tampak serius dengan laptop itu.
DItutup nya dokumen yang sedang ia baca, lalu beranjak dari kursi kebesarannya. Tubuhnya mendekati Zia yang tampak serius, kemudian ikut menatap layar laptop tepat di belakang tubuh Zia.
DIrengkuhnya tubuh ini dari belakang, sembari menatap laptop itu.
Zia sontak terdiam membeku, wajahnya memerah karena malu, tubuhnya mematung, hanya layar di depan yang ia perhatikan dengan tatapan kosong.
“Di Praha, kita nanti tinggal di villa” Ucapnya.
“Kita ?!” Celetuk Zia tampak terkejut.
Tubuhnya bangkit dengan segera, lalu sedikit menjauh dari Aaron.
Kesadarannya kembali terkumpul, dengan cepat meminta maaf lalu membungkukkan tubuhnya.
“Maaf Pak, saya khilaf” ucapnya dengan suara terbata-bata.
Aaron tersenyum, lalu kakinya melangkah mendekati Zia. Ia pegang pundak wanita ini, kemudian meminta Zia untuk menatapnya.
Zia meneguk salivanya, lalu ia tatap wajah ini dengan malu-malu.
“Passport kamu masih aktif?” Tanya Aaron.
Zia menggelengkan kepalanya, ia sudah lama tidak keluar negeri dan terakhir saat bersama dengan Steffy ke Singapura dengan uang tabungannya saat itu, itu pun lima tahun lalu.
“Baiklah, nanti ada yang urus” Jawab Aaron.
“Baik Pak” Jawab Zia kembali membungkukkan tubuhnya.
“Jangan membungkuk, dongakkan kepala mu, lalu tatap aku” Titah Aaron
Zia mengangguk seperti seekor anjing rumahan yang penurut.
Aaron menatap Zia dengan lekat, lalu menggelengkan kepalanya. Diangkat jemari tangan kanannya, lalu perlahan mengusap bibir Zia dengan lembut untuk membersihkan bekas lipstik yang sedikit berantakan.
“Nanti aku belikan lipstik yang bagus” Ucap Aaron.
Bola mata Zia membulat, lalu bibirnya menyeringai kecut.
“Agar saat kita berciuman lipstiknya tidak berantakan” Ucap Aaron dengan santai.
Tubuh Zia lemas seketika, lunglai, rasanya ingin segera pingsan lalu berpura-pura mati depan Aaron.