Bab 7 Tabrakan
Bab 7 Tabrakan
Hari ini adalah jadwal Nadia masuk siang, ia akan pulang larut malam ini. Namun ada yang mengganjal di hatinya ketika pergi bekerja siang itu. Rainan terlihat begitu lemah, dan hanya diam saja.
Hana yang menjaga Rainan memegangi kening bayi itu, dan memang badannya agak hangat. Hana menenangkan kakaknya jika dia akan menjaga Rainan, dan setelah diberi banyak air dan susu, panasnya akan turun. Lagi pula Rainan tidak terlalu panas. Ia tidak ingin kakaknya kepikiran dan tidak konsentrasi dalam bekerja.
Dengan kata-kata yang menenangkan dari Hana, Nadia pun akhirnya pergi bekerja siang itu. Jika ia tidak bekerja, maka tidak ada yang akan menghidupi keluarganya. Nadia juga belum berani meminta izin karena belum lama bekerja di sana.
“Aku pergi dulu kalau begitu. Jika ada apa-apa, cepat kabarin aku, ya,” ujar Nadia.
“Pasti, Kak. Aku akan mengompresnya, sebentar lagi juga dia akan baik-baik saja,” lanjut Hana.
Nadia pun berpamitan kepada Rainan yang sedang digendong oleh Hana. Wajah bayi kecil itu sangat sedih sekali, membuat Nadia ingin menangis. Ketika Nadia kelur dari kamar sewaannya, Rainan pun menangis.
Hana berusaha menenangkan Rainan agar kakaknya tidak khawatir. Nadia sebenarnya mendengar tangisan anaknya, namun ia harus berbuat tega. Matanya sudah berkaca sepanjang jalan menuju kerja.
Di kamar, Hana terus saja berusaha membujuk Rainan dengan membuka HP, menggendong dengan berjalan-jalan, dan mainan lainnya. Namun, Rainan belum juga mereda, sampai ada yang mengetuk pintu kamar mereka. Hana benar-benar tidak enak dan ketakutan ketika seseorang menghampiri mereka.
“Tolong anaknya, ya. Saya baru pulang kerja mau istirahat,” ujar tetangga mereka.
“Maaf ... maaf sekali,” ujar Hana.
Hana memutuskan untuk membawa Rainan keluar mencari udara segar. Rainan perlahan mulai tenang dan tertawa melihat pepohonan dan juga burung yang terbang. Hana pun merasa lega, dan mengirimkan foto kepada kakaknya.
Hana ingin kakaknya bekerja dengan tenang, sehingga foto itu dikirimkan agar kakaknya tidak kepikiran lagi. Walaupun badannya masih terasa hangat, tetapi ia sudah tidak rewel lagi. Itu paling terpenting. Syukur-syukur jika Rainan bisa tertidur dengan semilir angin di luar kamar agar Hana bisa mengistirahatkan tubuhnya.
*
Hari menjelang malam, kondisi Rainan belum juga membaik, badannya masih hangat dan cenderung semakin panas. Hana panik bukan main karena kakaknya pasti akan sangat khawatir jika kondisi Rainan seperti ini. Untungnya Rainan tidak serewel tadi siang, Hana hanya khawatir tetangganya akan terganggu lagi.
“Sayang, cepat sembuh, kasihan Mama kalau kamu sakit seperti ini,” ujar Hana. Ia pun berusaha untuk membuat Raihan tertidur agar lebih banyak beristirahat. Ia juga sudah memberikan makanan kepada keponakannya walaupun hanya sedikit yang masuk.
Beberapa kali kakaknya mengirimkan Hana pesan singkat untuk menanyai kabar anaknya. Namun, Hana berusaha untuk tidak membuat kakaknya kepikiran dengan mengatakan Rainan masih sama seperti tadi siang. Tetapi, Hana berkata jika Rainan tidak rewel sama sekali, hanya lemas saja.
Nadia yang tidak tenang, namun berusaha bekerja dengan baik, mengusahakan dirinya agar bisa cepat pulang. Ia mengatakan kepada rekannya jika anaknya sakit, sehingga dirinya akan pulang cepat nanti. Beberapa teman satu jam kerja dengannya mengerti, jadi mengambil alih pekerjaan Nadia membuang sampah saat pulang.
Nadia tidak menunjukan kesedihannya sama sekali saat bercerita tentang anaknya, namun rekannya sudah tahu ia sangat sedih. Rainan adalah satu-satunya yang membuat Nadia bertahan saat ini saat dirinya ditinggalkan. Rainan juga yang membuat Nadia berjuang kerja di Jakarta dan memberikan kehidupan yang layak.
“Semoga Rainan cepat sembuh ya, Nad. Kalau kamu butuh sesuatu bilang saja kepadaku,” ujar Esi. Saat ini Esi sudah menjadi teman baik Nadia karena tahu betul bagaimana perjuangan Nadia sampai saat ini.
“Terima kasih, Si, aku pasti akan menghubungimu. Rasanya ingin meminta pindahkan saja penyakit Rainan ke aku, walaupun harus ditukar sama nyawa,” ujar Nadia.
“Tidak boleh berbicara seperti itu. Rainan masih butuh Mamanya, semangat, Nad,” ujar Esi.
Mereka pun kembali bekerja karena sebentar lagi tempat mereka bekerja akan tutup. Masih ada beberapa orang yang duduk mengobrol, namun orderan sudah tutup. Nadia pun membantu membereskan dapur.
Esi tahu jika temannya itu berusaha mengalihkan pikiran. Namun, tak bisa dipungkiri kegelisahaannya terlihat dari tawa yang diberikan. Esi merasa kasihan sekali kepada Nadia dengan kisah hidupnya. Ia pun turut berdoa agar Rainan bisa segera sembuh dan pulih kembali seperti biasanya.
*
Nadia pun pamit pulang kepada seluruh rekannya. Esi membantu menjelaskan kepada rekan lainnya mengapa Nadia cepat pulang hari ini. Syukurnya semua rekan mereka mengerti dan ada juga yang kaget karena Nadia tidak terlihat sedang bersedih.
Saat sampai di rumah, Nadia sudah mendengar Rainan menangis. Ia pun secepat mungkin berlari menuju ke kamar mereka. Kepanikan mulai menghampiri Nadia yang benar-benar tidak tenang sejak tadi.
Saat Hana membuka pintu, Nadia langsung menatap Rainan yang sedang digendong adiknya. Ia benar-benar merasa bersalah tidak bisa menjaga anaknya yang sedang sakit. Nadia pun menggendong Raihan tanpa mengganti baju dan mandi.
“Sayang, maafkan Mama, ya, ini Mama sudah pulang jangan menangis lagi,” ujar Nadia.
Saat Nadia memegang badan Rainan, suhu badannya semakin tinggi. Hana sudah menyadarinya, namun tidak mengatakannya kepada Nadia karena tidak ingin kakaknya itu khawatir di tempat kerja. Nadia juga tidak bisa menyalahkan Hana begitu saja karena telah menjaga Rainan dan menjaga perasaan kakaknya.
“Kita ke klinik terdekat saja. Tadi aku lihat ada yang masih buka jam segini,” ujar Nadia.
“Iya, Kak, kasihan Rainan seperti ini,” sahut Hana. Ia pun mempersiapkan segala sesuatunya untuk dibawa.
Rainan yang digendong oleh ibunya sudah terlihat sangat tenang. Setelah menangis cukup lama, akhirnya bayi itu pun tertidur didekapan ibunya. Nadia sangat berhati-hati menggendong Rainan agar tidak membangunkan anaknya.
Mereka pun pergi ke klinik tersebut dengan menggunakan taxi online. Untungnya di jam tersebut masih ada yang bisa cepat datang dari tempat tinggal mereka. Rainan pun bisa langsung dibawa ke klinik dengan cepat.
“Ini mau ke klinik dekat jalan besar itu, ya, Bu?” tanya supir taksi online.
“Benar, Pak. Kalau bisa sedikir lebih cepat, ya, Pak,” jawab Nadia.
Pak supir melihat Nadia yang begitu panik dengan sesekali melihat anaknya yang ada digendongan. Ia bisa merasakan Nadia adalah seorang ibu yang sedang mengkhawatirkan anaknya. Pak supir pun langsung menancapkan gasnya untuk segera sampai ke klinik yang dimaksudkan.
Ketika hampir sampai di klinik, Rainan kembali terbangun dan menangis. Pak supir sangat sedih dan kasihan melihat bayi itu, ia pun mengucapkan semoga cepat sembuh. Nadia dan Hana pun turun dan mengucapkan terima kasih.
*
Pemeriksaan pun selesai, Rainan diberikan suntikan oleh dokter agar tidurnya nyenyak. Setelah selesai, Rainan pun tidur di gendongan Hana, dan Nadia mengurusi obat dan juga administrasi lainnya. Hana hanya menunggu di ruang tunggu klinik tersebut bersama Rainan yang tertidur pulas.
Setelah semuanya selesai, Nadia memesan taksi online untuk mereka pulang. Mereka memutuskan untuk menunggu dulu di klinik karena ruangan ber-AC. Pikir Nadia dan Hana, pasti supir taksi online tidak akan lama.
Namun, pikiran mereka salah, taksi online yang dipesan tidak kunjung datang, dan malam bertambah pekat. Nadia akhirnya memutuskan untuk berjalan ke arah pojok jalan besar menuju halte bus terdekat agar mendapatkan cahaya dan lebih aman, untuk menghadang taksi yang lewat. Sementara Hana menggendong Rainan berjalan di sebelah Nadia yang sibuk menghentikan taksi sambil berjalan pelan.
Tanpa mereka sadari saat mencari taksi ada sebuah motor yang sedang melaju kencang. Motor yang dikendari oleh Ethan itu seperti tidak terkendali lagi. Terlihat sekali Ethan yang mabuk dan mengantuk, bahkan sempat muntah di pinggir jalan.
Kecepatan motornya bertambah kencang tanpa Ethan sadari, dan Teddy berusaha menyamai motor temannya itu. Teddy berusaha untuk menyadarkan Ethan dan berusaha untuk menghentikan dulu temannya itu. Namun, sahabatnya itu sudah tidak mendengarkan lagi dan tidak terkendali.
Teddy pun melambatkan motornya, dan saat itu juga terdengar benturan keras dari depannya. Teddy langsung tersadarkan dan melihat apa yang terjadi dengan sahabatnya. Ia tak bisa lagi berkata-kata dengan kejadian yang dialami Ethan.
Motor sahabatnya itu naik ke trotoar dengan kecepatan tinggi dan menabrak seorang perempuan berhijab. Teddy membeku saat itu juga dengan menatap ke arah sahabatnya, ia tak lagi memikirkan siapa pun. Air mata Teddy pun langsung menetes tanpa ia sadari sama sekali.
***