Bab 4 Pekerjaan Baru
Bab 4 Pekerjaan Baru
Nadia dan Hana sudah lama berada di Jakarta, Om Lukas kembali mengunjungi mereka untuk menanyakan kabar. Keadaan mereka saat ini masih baik-baik saja dengan dengan mengandalkan penghasilan dari berjualan kue. Namun, Om Lukas seperti ingin membantu agar kehidupan mereka lebih baik lagi.
Om Lukas merasa memiliki tanggung jawab atas kehidupan Nadia dan Hana karena ialah yang memberikan harapan. Dengan kondisi tempat tinggal mereka yang seperti ini sangat tidak baik untuk pertumbuhan buah hati Nadia. Anak Nadia, Rainan, akan tumbuh semakin besar, dan mereka pasti membutuhkan tempat yang lebih lapang.
Umur Rainan sudah menginjak 11 bulan saat ini, sangat aktif, namun juga pengertian kepada ibunya. Nadia pun siap meninggalkan anaknya bersama dengan adiknya di kamar sewa tempat mereka tinggal. Ia akan bekerja apa saja agar bisa membantu menghidupi anaknya dan juga adiknya.
“Ada lowongan pekerjaan menjadi pelayan, Nadia mau?” tanya Om Lukas.
“Mau, Om, biar bisa pindah ke tempat yang lebih luas lagi,” ujar Nadia.
“Siapkan berkas, besok kita pergi ke tempat itu,” lanjut Om Lukas.
Nadia seperti memiliki harapan dari kabar yang diberikan oleh Om Lukas tersebut. Bukan hanya Nadia saja yang senang, tetapi juga Hana, namun Hana berkata untuk jangan bilang dulu ke keluarga mereka. Tunggu saja semuanya sudah berjalan barulah mereka dengan bangga bercerita dengan keluarga di kampung.
Nadia setuju dengan apa yang diusulkan oleh adiknya. Pekerjaan yang dijanjikan oleh Om Lukas juga belum resmi ia dapatkan. Jika pekerjaan itu belum didapat dan mereka sudah heboh kepada warga kampung, maka mereka akan malu sendiri.
“Baiklah, besok kita akan melihat pekerjaan itu. Semoga saja aku diterima, dan kita bisa segera pindah juga,” ujar Nadia.
“Pasti Kakak mendapatkan pekerjaan itu, yakin saja,” lanjut Hana. Apa pun yang terjadi, Hana ingin selalu menyemangati kakaknya. Mereka harus saling mendukung apa pun yang terjadi kepada keduanya.
“Amin, terima kasih sudah selalu mendukung, Na,” ujar Nadia memegangi tangan adiknya. Mereka pun kembali bermain dengan Rainan, setelah itu akan tidur, mengumpulkan energi untuk besok.
*
Om Lukas menjemput Nadia untuk pergi ke café dan restoran tempat lowongan pekerjaan itu. Om Lukas sudah memberitahukan kedatangan mereka kepada rekannya yang bekerja di sana. Nadia yakin jika pekerjaan ini akan ia dapatkan segera.
“Masuk saja. Temui Pak Kus, bilang kepadanya kamu Nadia keponakannya Om Lukas,” ujar Om Lukas mengarahkan Nadia.
Nadia pun mengangguk dan memberanikan dirinya untuk masuk dan bertanya kepada pegawai yang sedang bekerja. Ia terus saja meyakinkan dirinya semua akan baik-baik saja, Tuhan sudah bersamanya sejauh ini. Dengan tekad yang kuat dan menarik nafas dalam pintu café dan restoran itu dibukanya.
Nadia langsung disambut oleh salah seorang pegawai wanita yang sangat ramah kepadanya. Nadia pun memberikan senyuman manisnya kepada pegawai itu. Ia menyebutkan nama Pak Kus, dan langsung diantarkan kepada Bapak tersebut.
“Kamu Nadia?” tanya Pak Kus.
“I-iya, Pak,” jawab Nadia gugup,
“Mari ikut saya.” Pak Kus pun berjalan mendahulu Nadia. Mereka pergi ke sebuah ruangan untuk melakukan interview singkat.
“Baik, Pak.”
Nadia dipersilakan duduk di hadapan Pak Kus, lelaki yang seumuran dengan pamannya itu pun terlihat begitu ramah. Ia melihat riwayat hidup dari Nadia dan bertanya beberapa hal untuk mengetahui lebih lanjut. Pak Kus melihat jika Nadia sudah menikah, ia pun bertanya apakah Nadia memiliki anak? Dengan jujur Nadia mengatakan sudah memiliki anak.
“Lalu jika kamu bekerja anak dengan siapa?” tanya Pak Kus.
“Kebetulan adik saya ikut dari kampung, ia membantu saya untuk menjaga anak, Pak,” jawab Nadia dengan polosnya.
Pak Kus pun mengangguk dan kembali membuka daftar riwayat hidup milik Nadia. Ia menanyakan apa pekerjaan suaminya. Namun Nadia tidak menjelaskan dengan detail mengenai suami yang sudah tidak tahu lagi apa kabarnya.
Ketika melihat Nadia muram menjawab mengenai suaminya, Pak Kus sudah tahu ada yang tidak beres. Ia pun mengambil topik lainnya untuk pembicaraan pada interview tersebut. Pak Kus pun bertanya apakah Nadia bisa bekerja besok jam 07.00 pagi? Nadia pun langsung menjawab dengan lugas, jika ia bisa datang besok mulai bekerja.
*
Nadia pun pergi pagi sekali dengan kendaraan umum, ia datang 30 menit sebelum waktu masuk kerja. Sangat disayangkan Nadia harus melepaskan hijab yang sudah dikenakannya saat bekerja karena sudah menjadi syarat dari café dan restoran tersebut. Namun, ia bebas mengenakannya setelah pulang bekerja.
Nadia berusaha meyakinkan dirinya sekali lagi, jika melepas hijab bukanlah suatu masalah besar. Pasti akan banyak yang memakluminya mengapa hal itu dilakukan. Dengan berat hati hijab itu pun di lepas ketika dirinya bekerja.
Nadia bisa dikatagorikan sebagai wanita yang sangat cantik dan juga manis. Ia juga sangat imut ketika tersenyum dan sangat ramah kepada teman-temannya. Teman-temannya pun tidak segan untuk mengobrol dan juga bertanya kepada Nadia.
“Sudah lama di Jakarta?” tanya salah satu teman kerjanya bernama Esi.
“Belum lama ini,” ujar Nadia tersenyum ramah.
Walaupun banyak yang mengajaknya berbincang dan juga menanyainya, Nadia tetap fokus mengerjakan pekerjaannya. Ia juga sangat tanggap ketika diberitahu, dan sangat cekatan ketika di suruh oleh seniornya. Dengan kinerja Nadia itu ia bisa dengan cepat diterima oleh teman-temannya di sana.
Sejauh ini tidak ada orang-orang jahat atau iri kepadanya. Nadia juga tidak ingin mencari musuh, jadi ia akan ramah kepada siapa saja di tempatnya bekerja. Bahkan, Nadia diperlakukan sama dengan pegawai lama karena ia cepat belajar.
Setelah bekerja, Nadia pun mengambil jam istirahatnya untuk menelepon adiknya. Ia akan berbincang dan menyapa anaknya yang akan segera tidur siang di jam segitu. Nadia sangat sedih harus meninggalkan anaknya seperti ini.
Setelah selesai menelepon anaknya melalui panggilan video, Esi menghampirinya untuk berbincang. Esi begitu baik kepada Nadia dan mereka pun cepat sekali akrab. Wanita yang sudah lama bekerja di café dan restoran itu pun menanyai Nadia.
“Habis menelepon anak?” tanya Esi.
“Iya,” jawab Nadia dengan mata berkaca.
Esi tidak sanggup melihat Nadia yang terlihat sangat sedih ketika berbicara tentang anaknya. Ia pun berinisiatif untuk merangkul Nadia agar temannya itu bisa tenang. Esi juga menenangkan dengan kata-katanya.
“Dia akan jadi anak yang hebat.”
*
Rainan sangat pintar ditinggal oleh ibunya bekerja, ia menjadi begitu dekat dengan Hana karena selalu bersama. Rainan juga jarang sekali menangis, hanya sedikit rewel jika ia lapar atau pun mengantuk. Hana juga begitu menikmati menjaga keponakannya dan membantu kakaknya yang sedang berjuang.
Tugas rumah semua Hana yang akan mengerjakan. Ia akan memasak untuk bekal Nadia, makanan Rainan, dan juga dirinya. Hana juga akan membereskan rumah sebelum kakaknya pulang agar tenang dan nyaman beristirahat setelah kakaknya bekerja.
Hana sangat pengertian kepada kakaknya yang sudah banyak mengalami kesulitan hidup. Dia tidak ingin menyalahkan siapa pun, Hana hanya melihat siapa yang sudah membuat kakaknya sengsara. Suaminya pergi tanpa kabar dan tidak meninggalkan jejak sedikit pun.
Rainan yang mirip dengan ayahnya pun sesekali membuat kesal Hana karena terngiang wajah kakak iparnya. Namun, tersadar Rainan hanyalah anak kecil biasa yang lahir tanpa dosa. Semuanya adalah salah ayahnya, dan yang harus menerima pelampiasan adalah ayahnya juga bukan dia.
Hana selalu berbicara kepada Rainan yang belum mengerti tentang ayahnya. Namun, Rainan hanya diam saja asik menikmati susu di botolnya. Kadang Hana berpikir tak ada guna juga berbicara dengan anak bayi.
“Aku sudah gila berbicara kepada kamu, sayang,” ujar Hana menatap Rainan. Ia kembali mengelus rambut keponakannya, dan berkata, “Tumbuhlah jadi anak hebat, dan buktikan kepada ayahmu jika kalian baik-baik saja.”
Pesan itu sangat jelas hanya ucapkan dekat dengan telinga bayi yang belum genap setahun itu. Hana tahu jika semua akan berbalik, dan Rainan pasti akan membantu ibunya. Sekarang, biarkan kakaknya berjuang untuk keluarga terlebih dahulu.
***