Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Situasi Sulit

Bab 9 Situasi Sulit

Anindya terus terdiam ditempat duduknya, ia tak berani menatap Daniel. Ingin rasanya kabur dari situasi dan dari hadapan atasannya itu. Jika perlu setelah ini ia tak usah lagi masuk kerja agar tak berhubungan sama sekali dengan Daniel.

Ia sungguh menjadi salah tinggah, diamnya bukan berarti ia menerima. Justru ia berpikir sangat dalam. Daniel memang menarik, namun tak cukup untuk melebihi mantan pacarnya yang busuk, Kenzo.

Anindya mulai buka suara. Ia rasa harus menyudahi situasi seperti ini. Ia juga tidak ingin dicap sebagai wanita pemberi harapan palsu.

"Saya tidak tahu jika Bapak akan menjadi salah arti kepada saya, tapi boleh saya tahu apa yang membuat Bapak menyukai saya?" tanya Anindya.

"Kecerdasan kamu, cantiknya parasmu, sikapmu kepadaku. Masih banyak lagi yang tak bisa aku utarakan," jawab Daniel.

"Saya berterima kasih atas perasaan itu, dan penilaian baik Bapak kepada saya. Tapi saya rasa kita lebih baik menjadi rekan kerja saja," ujar Anindya tersenyum.

"Lantas, apa arti dari selama ini?" tanya Daniel sedikit kesal dengan penolakan Anindya.

"Arti apa? Aku hanya bersikap biasa saja. Jika memang itu membuat Bapak salah arti saya minta maaf. Saya harap ini dapat menjelaskan semuanya." Anindya pergi meninggalkan Daniel.

Daniel mengejar Anindya dengan membawa hadiah yang telah ia persiapkan. "Anindya ...," panggil Daniel.

Anindya masih tak memedulikan panggilan Daniel. Dengan secepat mungkin Daniel menghampiri Anindya dan memegang tangannya. Tak dapat mengelak lagi Anindya berhenti dan melihat Daniel.

"Ini aku persiapkan untukmu, apapun keputusanmu itu adalah hakmu, aku tak berhak memaksakan hati seseorang," ujar Daniel.

Anindya tetap tidak ingin mengambil hadiah tersebut. Namun Daniel tetap memaksa Anindya untuk mengambilnya. Daniel pun menaruh hadiah tersebut ke tangan Anindya, lalu ia pergi begitu saja. Sedikit kecewa namun Daniel harus menerima kenyataan.

*

Akhirnya urusan mereka di Bandung telah usai, drama gosip pada perjalanan bisnis juga telah usai. Namun, ada hal lain yang belum usai dan masih terpendam. Benar, kisah Anindya dan Daniel.

Walaupun Anindya telah menolak Daniel, bukan berarti cerita mereka berakhir sampai disitu saja. Mereka harus menghadapi situasi sulit untuk seterusnya. Mengapa situasi sulit? Daniel yang memendam rasa harus berusaha menjalin hubungan profesional. Sedangkan Anindya harus bersikap biasa saja, dan merasa tidak enak dengan penolakannya.

Sebagai lelaki mungkin saja Daniel bisa menutupi sikap, namun Anindya tidak begitu. Ia terus melihat Daniel ketika lewat, merasa perlakuannya telah beda pada saat rapat. Namun ini harus ia terima.

Daniel tak lagi mengandalkan Anindya. Ia bersikap sama kepada semua orang, bahkan jika ada kesalahan Anindya juga akan kena imbasnya. Seperti pada laporan untuk proyek di Nusa Dua, Bali.

Ratasya memasuki ruangan untuk menyerahkan laporan proyek di Nusa Dua. Awalnya Daniel biasa saja, namun semuanya berubah. Ada laporan yang keliru dibuat oleh Ratasya, yang mana ini seharusnya dikerjakan bersama Anindya.

"Ini kenapa bisa keliru, bukannya datanya sudah lengkap? Apa perlu detail lainnya? Sama siapa kamu ngerjain laporan ini?" tanya Daniel dengan mengerutkan dahinya.

"Sama Anindya, Pak," ujar Ratasya takut.

"Panggil dia ke sini," ujar Daniel.

Ratasya keluar, dan menghampiri Anindya. Wajahnya sudah terasa panas, mukanya pucat. Ia tergesah-gesah berbicara kepada Anindya.

"Ndy ... ndy ... laporannya," ujar Ratasya.

"Ada apa?"

"Sudahlah jangan tanya dulu. Dipanggil Pak Daniel," ujar Ratasya.

Mereka berdua pun bergegas ke ruangan Daniel. Anindya sedikit santai untuk menghadapi Daniel. Sampai iya masuk ke ruangan atasannya itu, nyali Anindya menjadi turun, ia mulai panik.

"Iya, Pak," ujar Anindya.

"Ini laporan sudah sempat kamu cek?" tanya Daniel.

"Sudah, Pak," ujar Anindya.

"Coba kamu lihat lagi. Di sini," ujar Daniel.

Anindya mengambil laporan yang diberikan oleh Daniel. Ia melihat satu per satu data sambil berdiri. Anindya tidak merasa ada yang salah.

"Sepertinya ini sudah sesuai,Pak," ujar Anindya meletakan laporan kembali ke meja Daniel.

Daniel menbuka laporan kembali. Ia memperlihatkan isi dan menunjuk salah satu data. "Ini, yang ini. Bisa jelaskan?"

Anindya dan Ratasya saling melihat. Mereka bingung mengapa laporan dan bagian itu bisa dikatakan keliru. Anindya merasa sangat heran dengan sikap Daniel yang seperti ini. Ia pun menjelaskan rincian dari data yang Daniel katakan keliru.

Setelah dijelaskan secara panjang lebar oleh Anindya, Daniel baru memahaminya. Ia sedikit merasa tidak enak, namun merasa pemahamannya juga tidak sepenuhnya salah. Anindya dan Ratasya pun dipersilahkan keluar.

"Untung saja dia tidak jadi murka," ujar Ratasya.

"Tenang saja, selagi kita bisa menjelaskan, tidak akan terjadi apa-apa," ujar Anindya.

Anindya merasa Daniel hanya mencari perhatian, dan kesalahannya saja. Ia harus berhati-hati mana kala kejadian seperti ini terjadi lagi. Namun, Anindya yakin Daniel orang yang profesional, ia tidak akan mencampuri urusan pribadi dengan urusan kantor.

*

Semakin lama sikap Daniel semakin menbuat Anindya risih. Daniel sama sekali tidak mau berbicara dengannya. Sikapnya yang dulu kembali, namun ini membuat Anindya menjadi merasa bersalah.

Anindya mulai bisa bersikap biasa kepada Daniel. Ia kembali menganggap Daniel adalah atasannya yang harus ia segani. Namun sikap Anindya kepada lelaki masih sama saja, terlihat memberi harapan palsu.

Dengan keramahan yang diberikan Anindya kepada lelaki jugalah yang membuatnya semakin banyak tidak di sukai oleh rekan kerja wanita di kantornya. Gosip banyak bermunculan tentang Anindya, termasuk skandalnya dengan Daniel. Gosip ini masih belum sampai ke telinga Anindya, sehingga membuatnya merasa santai.

Ratasya yang lugu masih berteman dengan Anindya, dari kerjasama yang selalu mereka lakukan membuat keakrabat mereka semakin dekat. Saat ini, Ratasya lah satu-satunya teman bagi Anindya. Ia juga terkadang memberikan hadiah-hadiah kecil untuk Anindya.

"Nanti siang makan di sebelah, yuk, Ndy," ujar Ratasya.

"Boleh saja." Anindya merasa ia tak berdaya dengan ajakan Ratasya.

Rumah makan di samping kantor yang sudah seperti kantin untuk karyawan ini bagaikan tempat nongkrong wajib. Belakangan Anindya yang dulu sering makan di sana sudah tidak lagi berkunjung karena gengsinya. Namun, ia meresa sekarang hanya Ratasya temannya, ia harus sedikit menurunkan gengsi itu.

*

Setibanya makan siang, Anindya dan Ratasya bergegas pergi ke tempat makan. Mereka melewati lorong-lorong ruangan dari para atasan di kantor. Sedikit penasaran Anindya mengintip ke setiap ruangan yang ia lewati.

"Para direktur itu enak ya, kerjanya hanya memantau, tidak bikin laporan kayak kita," ujar Ratasya.

"Mungkin mereka punya tanggung jawab yang lebih. Mungkin." Melihat setiap ruangan yang ia lewati, Anindya berpikir bagaimana rasanya memiliki hirarki yang tinggi di perusahaan. Walaupun tanggung jawab yang dimiliki cukup tinggi, tetapi jabatan itu akan membuat seseorang mendapatkan kehormatan yang lebih.

"Ya, mungkin saja. Apa yang membuat mereka pusing ya kira-kira?" Pertanyaan-pertanyaan yang selalu ditanyakan oleh semua karyawaan biasa seperti Ratasya.

"Kalau tidak ada pemasukanlah yang pasti." Tidak ada yang lain yang membuat atasan dari perusahaan pusing selain berkurangnya omset. Hanya itu yangada dalam pikiran Anindya.

Ratasya tidak menyauti omongan Anindya lagi, ia berhenti tiba-tiba. Anindya yang masih memperhatikan setiap ruangan, dan berbicara tidak memperhatikan langkahnya. Tiba-tiba ia menabrak seseorang.

"Ndy." Teriakan kecil sembari berbisik yang Ratasya berikan tak ada artinya.

Anindya melihat seseorang yang ia tabrak. "Maaf, maaf, saya tidak melihat jalan."

"Lain kali perhatikan jalan kamu." Lelaki bersuara berat itu berbicara pelan namun tegas.

Anindya merasa tidak enak dan menundukan kepalanya. Ratasya pun menghampiri Anindya, ia sedikit khawatir dengan situasi ini. Gadis lugu itu tahu siapa yang ditabrak oleh Anindya, itu membuatnya menjadi panit.

Anindya menolehkan kepalanya kebelakang untuk sedikit melihat lelaki itu. Ia tidak tahu siapa lelaki yang ditabraknya, namun dari penampilannya Anindya tahu jika dia bukanlah orang biasa diperusahaan ini. Ratasya menarik Anindya untuk keluar dari situasi dan tempat itu agar tidak ada masalah lagi.

*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel