Bab 10 Klien Kelas Kakap
Bab 10 Klien Kelas Kakap
"Anindya, silahkan masuk," ujar Kepala Bagian Human Resource Departemen perusahaan mereka Bu Elly yang terkenal ramah.
Anindya masuk dengan sopan. Entah apa yang akan dibicarakan oleh HRD, ia tak merasa berbuat salah apa pun. Kinerjanya selama hampir satu tahun kurang beberapa bulan lagi juga tidak buruk.
"Anindya, Anindya." Bu Elly mengulang-ngulang nama Anindya sambil membolak-balikkan dokumen, dan melihat komputer di hadapannya.
"Saya, Bu," saut Anindya sopan.
"Kamu sudah lama juga ya kerja di sini." Ia memperhatikan data di komputernya.
Jantung Anindya berdegup kencang kali ini. Apa ada masalah dengan apa yang ia kerjakan? Jika memang ia, kenapa baru sekarang ia dipanggil? Anindya hanya bisa terdiam menunggu HRD menyampaikan apa yang ingin disampaikan.
"Bagaimana kerja sebagai staf keuangan?"
"Karena sesuai dengan latar belakang saya, jadi nyaman saja, Bu."
"Tapi kamu sepertinya lebih cocok di posisi lain. Kalau menjadi manager pemasaran apakah kamu mau terima?"
Anindya shock mendengar penawaran yang diberikan kepadanya. Ia merasa ini terlalu cepat karena masih banyak yang harus ia pelajari. Seketika ia terdiam sejenak untuk meyakinkan diri jika ini nyata.
Ia mengkonfirmasi kembali dengan apa yang ia dengar. HRD meyakinkan Anindya jika penawaran itu benar adanya. Dengan segala pertimbangan yang ada, maka keputusan tersebut diambil.
Anindya berterima kasih sebelumnya. Ia meminta waktu berpikir menerima tawaran tersebut. Menurutnya, ini adalah posisi yang memiliki tanggung jawab yang besar. Ia ingin meyakinkan diri jika ia bisa berada di posisi tersebut. Juga, ini adalah kesempatan besar untuk karirnya.
*
Promosi yang didapatkan Anindya, ia ceritakan kepada kedua orang tuanya. Tentu saja orang tua Anindya bangga sekali. Ia disarankan untuk mengambil posisi tersebut.
Keesokan harinya, Anindya menghadap ke ruangan Elly. Ia mengutarakan jika menerima promosi yang diberikan kepadanya. HRD segera mengurus segala sesuatu untuk perpindahan jabatan, dan meminta Anindya menunggu update lebih lanjut.
Ia masih bingung sebenanrnya, kenapa ia bisa mendaptkan jabatan ini? Apakah ada yang merekomendasikan? Jika memang ada, siapa yang merekomendasikan? Kebingungan dan pertanyaan terus menghampiri Anindya.
Tak banyak yang mengetahui terkait promosi yang Anindya dapatkan. Ia juga tidak mau menceritakan kepada siapa-siapa sebelum jabatan itu ia duduki. Yang jelas, Anindya tetap mengerjakan pekerjaannya dengan baik dibagian keuangan.
*
"Saya kira kamu tidak akan mengambil jabatan itu," ujar lelaki yang berdiri disamping Anindya.
Anindya yang sedang duduk menunggu Ratasya di lobi melihat dari arah bawah sampai ke atas. Lelaki yang ia tabrak sebelumnya berbicara kepadanya. Ia pernah beberapa kali melihat lelaki ini, namun belum mengetahui namanya.
Anindya tersenyum, dan berdiri. Ia bersikap ramah, dan sopan kepada lelaki itu walaupun tidak mengenalnya. Lelaki dengan stelan rapi dan modis itu tersenyum. Pertemuan mereka banyak dilihat oleh orang di sekitar, termasuk Safa dan Daniel.
Daniel yang melihat merek mengobrol berhenti sejenak, melihat Anindya yang ramah seperti biasanya. Namun pikirannya menjadi liar, banyak pikiran jahatnya muncul setelah penolakan yang dia terima. Dan Safa, ia yang bagaikan wartawan gosip mengambil foto dan menyebar luaskan di wa group seperti biasa.
"Kesempatan langka, dan tidak akan terulang, Pak. Sebuah kehormatan dapat dipromosikan," jawab Anindya.
"Sampai jumpa besok, ya." Lelaki itu pergi meninggalkan Anindya.
Ratasya baru saja akan menghampiri Anindya saat lelaki itu pergi. Ia cepat-cepat berlari, dan bertanya, apa yang dibicarakan oleh lelaki itu. Anindya hanya menjawab sesuai dengan apa yang telah terjadi.
"Bapak itu keren banget. Coba bisa ngomong sama dia. Duh, Pak, gemesh," ujar Ratasya.
"Geli aku liat kamu begini. Sudah, yuk." Anindya jalan mendahului Ratasya.
*
Serah-terima jabaran untuk Anindya telah dilakukan. Lelaki yang beberapa kali ditemuinya juga hadir. Baru ini Ia mengetahui siapa lelaki itu, sesekali Anindya mencuri pandang ke arah Saveri Abel Altezza. Abel pun menyambut pandangan Anindya dengan senyuman, dan pandangan hangat.
Saveri Abel Altezza-Direktur Operasional ini sudah lama memantau Anindya dari cara kerjanya. Sampai salah satu klien langsung menghubunginya untuk menanyakan Anindya. Dari klien tersebut jugalah Anindya mendapat nilai lebih, dan langsung dipromosikan.
Dihari pertamanya menjabat sebagai manajer pemasaran, Anindya langsung diberi tanggung jawab untuk menangani klien yang memiliki proyek di Nusa Dua Bali. Ia ingat dengan klien ini karena sempat menghubungi karena kekurangan data. Akhirnya ia bertemu juga dengan lelaki bernama Dion itu.
Anindya sudah banyak tahu tentang proyek tersebut. Ia juga sudah melihat rinciannya. Untuk menjaga hubungan baik dan membangun komunikasi, Anindya pun menelepon Dion. Dion dengan pembawaan santainya melayani Anindya dengan ramah.
"Selamat siang Pak Dion. Anindya, Pak, dari perusahaan property. Bagaimana kabarnya?" ujar Anindya ramah.
"Kamu menghubungi saya juga. Ada data yang kurang lagi?"
"Bukan begitu, Pak, kebetulan saya yang akan membantu Bapak kedepannya untuk proyek di Nusa Dua." Anindya sedikit gugup berbincang dengan Dion.
"Bagus kalau begitu. Bisa ketemu untuk membahas proyek langsung?" tanya Dion.
"Bisa, Pak, saya akan ke kantor Bapak besok jam 10, bagaimana, Pak?"
"Bisa, saya tunggu, ya," jawab Dion.
Anindya berharap semua akan baik-baik saja, dan pekerjaan pertamanya berjalan lancar. Namun, setelah menerima jabatan baru, juga klien kelas kakap, Anindya pun diterpa kabar miring. Sudah pasti, wartawan gosip di kantor Anindya lah yang menyebarkannya, siapa lagi kalau bukan Safa. Untungnya Anindya masih belum mendengarkan apapun tentang gosip yang beredar, sehingga ia masih fokus dengan pekerjaannya.
*
Anindya sampai ke kantor Dion 10 menit lebih awal. Informasi dari resepsionis, Dion belum datang. Anindya diminta menunggu di ruangan Dion saja karena sudah janjian. Sebelumnya, Dion telah berpesan jika ada yang mencarinya bisa menunggu di ruangannya saja.
Anindya yang telah berpakaian rapi rapi dengan kemeja sedikit ketat juga rok spannya, duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Sesekali ia memainkan Hp-nya, dan melihat sekeliling. Dari foto-foto yang terpajang rapi pada salah satu sisi dinding, sangat terlihat jika Dion adalah orang penting yang memiliki banyak koneksi.
Office girl mengantarkan minuman ke ruangan Dion. Office girl tersebut tidak tahu jika akan ada tamu, sehingga hanya membawakan minum untuk Dion seperti biasa. Anindya juga tidak mengharapkan suguhan sebelum bertemu Dion.
"Maaf, Bu, saya tidak tahu ada, Ibu. Saya akan balik ambil minum, mau teh atau kopi ya, Bu?" tanya office girl tersebut.
"Teh saja, Mbak," jawab Anindya.
Office girl pun kembali keluar. Anindya kembali memperhatikan sekitarnya untuk mengusir rasa bosan di ruangan besar sendirian. Tak lama adayang membuka pintu.
"Maaf saya sedikit terlambat." Dion memasuki ruangan dengan terburu-buru. Laki-laki tersebut berusia sekitar di awal 40-an, terlihat sangat menjaga kebugaran fisiknya.
Anindya berdiri dan tersenyum kepada Dion. Ia sedikit segan dengan lelaki mapan yang sukses, sekaligus klien kelas kakap perusahaannya itu. Anindya sedikit merapihkan bajunya, dan kembali duduk. Dion duduk di sofa juga agar lebih nyaman mengobrol.
Anindya pun membuka berkas-berkas yang ia bawa. Ia menjabarkan pemikiran yang ia rancang, dan beberapa detail lainnya. Sesekali, Anindya juga menaikkan rambutnya yang terurai, dan disangkutkan ke telinganya. Anindya tampak semakin cantik dan mempesona ketika menjelaskan, dan melakukan hal tersebut.
Tentu saja, Dion tidak bisa mengalihkan pandangannya ke Anindya. Ia tidak fokus dengan apa yang telah di jelaskan, ia hanya fokus memandangi Anindya. Banyak pemikiran yang timbul seketika. Mulai dari mengajak Anindya makan malam, hingga menawarkannya untuk berjalan-jalan.
Dion dengan sengaja sesekali menunjuk dokumen yang Anindya pegang, dan sedikit duduk berdekatan dengan Anindya. Sambil bertanya yang seharusnya ia sudah tahu jawaban dan detailnya. Anindya hanya menganggap ini hal biasa, dan dia tidak dapat komplain.
"Jadi yang ini kan seperti ini ya? Untuk rincian yang ini bagaimana?" tanya Dion sembari menunjuk ke arah dokumen.
"Yang ini hasilnya sesuai dengan yang tercantum, Pak."
Dion meraih tangan Anindya dengan sengaja untuk melihat hasil yang ditunjukan olehnya. Seketika, Anindya shock, ia tersenyum. Namun, seperti terbius oleh pesona Dion, Anindya juga tidak menolak akan sikap Dion, ia berpikir, mungkin saja Dion tak sengaja. Pembicaraan mereka pun terus berlanjut.
Kali ini, mereka saling bertatapan dengan cukup dekat. Dion benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangan ke mata Anindya, begitu juga Anindya. Ada getaran yang Anindya rasakan, sehingga ia membalas pandangan Dion itu. Mereka benar-benar terpaku dalam pandangan yang penuh arti.
Tak lama, pintu dibuka. Namun, tatapan meraka tidak teralihkan, bahkan seperti tak sadar jika ada yang datang. Office girl yang ingin mengantarkan minuman untuk Anindya itu pun hanya bisa berdiri terdiam.