Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Berburu Pengusaha Kaya

Bab 11 Berburu Pengusaha Kaya

"Maaf, Pak." Office girl dengan ragu berjalan ke meja kecil dekat sofa untuk meletakan minuman.

Anindya dan Dion kembali duduk agak berjarak. Dion mengambil dokumen yang ada di meja. Tingkah mereka jadi aneh ketika office girl itu masuk.

Anindya yang berusaha bersikap biasa tak bisa menutupi rasa gugupnya. Ia melihat Dion memiliki ketertarikan kepadanya. Anindya memanfaatkan situasi ini untuk banyak menggali informasi, bahkan menanyakan mungkin saja ada proyek lainnya yang sedang dikerjakan.

Dion yang terpancing menceritakan banyak kepada Anindya. Ada proyek yang sedang ia bangun, namun belum menemukan perusahaan property yang tepat. Kesempatan bagus untuk Anindya masuk menawarkan solusi.

Namun, di sela percakapan bisnis mereka Dion memutarkan pembicaraan tentang hidupnya. Anindya tak tahu harus bersikap seperti apa. Ia pernah membaca sebuah artikel online terkait dunia pemasaran, sebagai tenaga pemasaran harus menjadi teman, dan mendengarkan klien, maka itulah yang dilakukan Anindya.

"Ya, beginilah bisnis, Ndy," ujar Dion.

"Tapi Bapak sangat hebat bisa bertahan seperti ini, dan membangun kerajaan bisnis yang besar,di usia muda, " puji Anindya.

"Mungkin saja dari pengalaman. Saya rasa kamu juga bisa, asalkan jam terbang kamu sudah banyak," lanjut Dion.

"Saya harus banyak belajar dari Bapak sepertinya," ujar Anindya tertawa kecil.

Dion menatap Anindya, dan tersenyum. Anindya bagaikan magnet baginya, ketertarikan ini beda dengan ketertarikan dengan wanita lain. Bahkan, ketika ia bertemu istrinya dulu, tidak seperti ini rasanya.

Anindya seperti paham dengan keadaan Dion saat ini. Pembicaraan mereka juga begitu nyambung. Walaupun Dion belum terlalubanyak menceritakan hal-hal pribadi.

*

Meeting yang membawa kesan awal untuk Dion dan Anindya itu berlanjut dengan hubungan dekat. Anindya yang mengurusi semua kebutuhan proyek dengan Dion membuat mereka sering bertemu. Hal ini juga yang membuat Dion seperti tidak bisa lepas dari Anindya.

Dion bagaikan kecanduan pada Anindya sehingga terus menghubunginya. Apakah Anindya menolak Dion? Tentu saja tidak. Sikap Dion bagaikan angin segar bagi Anindya.

Anindya yang sedang merasa kesepian menyambut Dion. Komunikasi mereka di luar pekerjaan juga semakin intim. Bagaimana tidak? Dion selalu membawa Anindya makan di restoran mewah kelas atas.

"Sudah beberapa tahun ini aku tak lagi melihat wanita duduk di depanku untuk sekedar menemani makan," ujar Dion.

"Maaf, saya rasa Bapak sudah memiliki pasangan, bukan?" tanya Anindya.

Dion memberikan senyuman. "Benar, tapi dia tidak di sini. Jika dia di sini saya mungkin tidak bersamamu sekarang. Sebaiknya kamu memanggil saya dengan nama saja. Ini sudah bukan di kantor, benar?"

"Baiklah, Dion." Anindya tersenyum dan menatap Dion manja.

Bagaimana lelaki yang haus akan sentuhan wanita seperti Dion tidak tergoda pada Anindya? Sejenak Dion menikmati senyuman Anindya. Ia tidak bisa menebak isi hati wanita yang duduk di depannya. Anindya sudah tahu jika ia telah memiliki pasangan, mengapa tetap menyambutnya hangat?

"Kamu sendiri, sudah memiliki pasangan?" tanya Dion.

Anindya menggelengkan kepala. Pertanyaan itu membuatnya kembali mengingat manusia tak tahu diri yang ia pacari selama tujuh tahun. Ambisinya kembali membara untuk menemukan pasangan yang jauh lebih baik dari Kenzo.

"Baguslah. Tidak ada yang cemburu jika aku mengajakmu," ujar Dion.

Anindya kembali tersenyum. Kali ini ia menatap kearah makanannya. Sekilas terlintas pertanyaan tentang Dion yang membuatnya merasa harus terus berdekatan dengan lelaki beristri ini. Apakah relasi yang dimiliki Dion masih ada yang single?

Sudah pasti pengusaha sekelas Dion banyak relasi yang ingin berpartner dengannya. Anindya semakin penasaran, dan memutuskan tetap bersama Dion. Lagi pula Dion juga bagaikan lelaki lajang di sini.

*

Sedang ada proyek baru di kawasan kota yang ramai. Anindya diminta perusahaan untuk mendatangi proyek tersebut. Ia diminta untuk menawarkan kerjasama dengan kelebihan yang perusahaan mereka miliki. Anindya merasa tertantang untuk mendapatkan proyek itu.

Tujuan pertamanya untuk mencari tahu adalah Dion. Bagaikan penguasa kota, Dion tahu segelanya tentang segala proyek yang sedang berjalan di kota mereka. Kali ini Anindya merasa tidak percuma ia mendekati Dion.

"Halo, Dion. Lagi di mana?" tanya Anindya di telepon.

"Lagi di kantor, akan keluar sebentar lagi menemui teman. Mau ikut?" jawab Dion.

Anindya sedikit kaget Dion mengajaknya. Anindya pun menerima ajakan itu, dan menemui Dion di cafe. Ia bersemangat karena tak perlu ia yang mengajak, Dion sudah menawarkan untuk bertemu.

Dion tampak masih fokus dengan Hp-nya. Anindya yang berpakaian cukup seksi ala eksekutif muda membuat Dion semakin segar hari itu. Ia mempersilakan Anindya duduk.

"Tumben kamu menelepon, ada apa?" tanya Dion.

"Hanya ingin mengajak minum-minum santai saja," jawab Anindya.

"Tidak biasanya."

"Tidak perlu sinis begitu. Hanya ingin mentraktir teman dekat saja," ujar Anindya.

Dion tertawa. Gadis ini mulai membuatnya tak berdaya seperti biasa. Dion kembali bertanya tentang proyek yang sedang dikerjakan oleh Anindya. Tak banyak yang Anindya bagikan kali ini, karena tujuannya adalah menggali informasi dari Dion.

*

Dari kejauhan, rekan bisnis Dion berjalan menghampirinya. Anindya sedikit menoleh untuk melihat seperti apa orang yang akan ditemui Dion kali ini. Masih cukup muda, dan terlihat jika dia dari kalangan kelas atas.

Dion dan Anindya berdiri menyambut Rafa Fraza, salah satu pebisnis kelas kakap. Rafa sedikit melirik ke arah Anindya. Ia seperti memberikan kode kepada Dion untuk mengenalkan.

"Ini Anindya." Dion memperkenalkan Anindya kepada Rafa.

"Rafa," ujar lelaki bergaya santai itu.

Mereka kembali duduk. Obrolan santai tentang bisnis pun terjadi. Anindya yang berusaha berbaur memperhatikan obrolan mereka, dan sedikit ikut dalam obrolan tersebut. Tidak sulit bagi Anindya untuk ikut dalam obrolan, ia memang pandai membawa suasana.

Rafa sedikit kepincut oleh Anindya. Dari cara Anindya berbicara dan mengobrol, Rafa sudah tahu seperti apa Anindya. Dari pertemuan itu, mereka bertukar kartu nama. Kali ini Anindya mendapat buruan yang masih lajang.

Hampir melupakan tujuan utamanya, Anindya menyelipkan tentang proyek besar di pusat kota dalam perbincangan mereka. Rafa pun menyauti pembahasan tersebut, ia memberi tahu siapa pemilik proyek itu. Dari obralan itu pula, Anindya mengetahui jika akan ada acara pembukaan proyek itu lusa ini.

Dion menawarkan Anindya untuk datang bersama dengannya. Orang bilang kebetulan tidak datang dua kali, namun tidak bagi Anindya. Ia tidak perlu menawarkan diri untuk ikut, Dion telah mengajaknya.

*

Hari pembukaan proyek tiba. Anindya bersama dengan Dion datang dengan pakaian senada. Tak jarang yang memperhatikan ke arah mereka, termasuk rekanan Dion.

Anindya tidak mau mengabaikan kesempatan ini. Ia berusaha menonjolkan dirinya di dekat Dion. Dion pun tidak mempermasalahkan hal ini. Ia terlihat nyaman dekat dengan Anindya, dan merasa Anindya bergantung padanya sekarang.

"Deren, satu lagi proyek besar, ya," ujar Dion.

"Ah, tidak juga. Kenapa tidak mau join sebelumnya?"

"Sudah banyak yang join, bukan?"

Anindya kaget, ternyata proyek ini sempat akan dimasuki oleh Dion juga. Betapa kayanya lelaki yang sudahberistri ini. Anindya terus memperhatikan obrolan mereka, sampai akhirnya Deren melihat Anindya.

"Kayaknya saya pernah lihat," ujar Deren pada Anindya.

"Oh ya, di mana?" tanya Anindya dengan senyummanisnya.

Mereka berkenalan. Seperti biasa Anindya yang ramah memikat hati banyak pria. Satu lagi lelaki yang ia dapatkan setipe dengan Dion. Mereka pun bertukar kartu nama, untuk komunikasi lebih jauh.

Deren tidak menyangka Anindya bekerja di perusahaan property. Ia pun mengajak Anindya untuk berbincang banyak. Tidak sulit untuk Anindya akrab dengan lelaki seperti Deren. Sudah banyak contohnya, salah duanya adalah Dion dan Rafa.

Deren adalah pengusaha muda yang belum menikah. Parasnya juga gagah dan tampan. Anindya sempat tertarik juga dengan Deren. Tentu saja, selain mencari peluang bisnis, Anindya juga sedang mencari peluang untuk pasangan hidup yang muda dan kaya.

*

Dion memperhatikan Anindya pada saat acara pembukaan. Sepertinya memang banyak yang tertarik pada gadis muda, seksi itu. Namun Dion tidak gentar, ia merasa Anindya harus tetap dekat dengannya.

"Long week end, kamu tidak jalan?" tanya Dion.

"Tidak. Tidak ada tujuan."

"Mari ke Bali. Aku ingin melihat proyek di sana."

Anindya sempat berpikir, jika dia diajak maka yang mengajak harus membayarkan. Dia tidak mau repot-repot mengeluarkan uang. Sifat financenya kembali muncul jika soal uang.

"Tenang saja, kamu hanya ikut denganku. Aku juga tidak akan membiarkanmu mengeluarkan uang," lanjut Dion.

Anindya menerima tawaran Dion untuk pergi ke Bali bersama. Sedikit ada rasa takut, namun kesempatan ini mungkin tidak akan ia dapatkan lagi. Dion membelikan tiket kelas bisnis untuk mereka terbang ke Bali.

Entah bagaimana rasanya liburan bersama suami orang. Namun, Anindya menganggap ini adalah perjalanan bisnis biasa. Lagi pula proyek di Bali ada kaitannya dengan perusahaan property tempat Anindya bekerja.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel