Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Romansa Bali

Bab 12 Romansa Bali

Cantiknya Bali tak pernah pudar di mata dunia. Kota penuh romansa ini membuat Anindya selalu terbayang sosok pangeran. Kali ini ia bukan bersama pangeran, tetapi bersama raja. Anindya berusaha menikmati liburan ini.

Dion ternyata benar-benar melakukan perjalanan bisnis. Ia bertemu dengan rekan bisnisnya yang lain di Bali. Ia memperkenalkannya sebagai perwakilan dari perusahaan yang mengerjakan proyeknya.

Hari pertama begitu indah. Dion memperlihatkan bagaimana bisnisnya akan berkembang. Dari sini Anindya belajar, ambisi besar memang diperlukan untuk mencapai kesuksesan.

Anindya mendapatkan link bisnis lagi dari Dion, tak sia-sia ia ikut ke Bali. Teman bisnis Dion juga akan membuka proyek property. Ini bisa menjadi deal besar untuk Anindya.

“Maaf jika membawamu ke perjalanan bisnis ini,” ujar Dion.

“Ini juga adalah proyek yang akan ku pegang, jadi tidak masalah.”

“Istriku tidak akan mau mengikutiku seperti ini. Itu sebabnya ia berada di Inggris bersama dua anakku.” Dion bercerita tanpa ragu.

Kalau bukan karena berterima kasih, dan mencari mangsa lainnya, Anindya juga tidak akan mau diajak sampai sejauh ini. Anindya tidak banyak menanggapi cerita sedih Dion. Sebagai pendengar ia hanya sedikit menyahuti cerita yang disampaikan.

Pertanyaan pribadi pun jarang Anindya tanyakan. Dion mengajak Anindya untuk makan malam bersama. Restoran di tepi laut menjadi pilihan Dion memanjakan Anindya.

Dion dan Anindya menginap di Villa milik Dion. Di sana bukan hanya mereka saja, tetapi ada sepasang suami istrinyang tinggal untuk menjaga villa. Sedikit takut Anindya rasakan, namun ia berusaha tetap memproteksi dirinya. Selama Dion tidak melakukan pelecehan, Anindya akan terus bersama Dion.

*

Makan malam yang telah di siapkan Dion membuat Anindya terpukau. Suasana dan pemandangannya menambah romansa di malam itu. Andai saja Dion benar-benar pasangannya, ia dapat menikmati romansa ini dengan tenang dan senang.

Gaun malam berwarna merah menambah keseksian Anindya, rambutnya yang terurai, dan riasan wajah yang cocok dengan gaun yang ia kenakan menambah kecantikan Anindya malam itu.

Dion sudah menunggu di restoran. Dion menegakkan badannya, ia memperhatikan Anindya berjalan menuju meja yang telah dipesan. Dion tersenyum bahagia, teman kencannya kali ini tidak mengecewakan.

Dion tak bermaksud lebih kepada Anindya. Ia hanya menjadikan gadis seksi itu teman kencan saja. Bukan untuk menyalurkan nafsunya karena tidak ada istri di sampingnya. Bagaimana pun juga, istrinya tetap prioritas utama.

“Maaf lama,” ujar Anindya.

“Tidak pa-pa. Wanita cantik memang memerlukan waktu lama untuk terlihat sempurna.” Dion menggoda dengan terang-terangan.

Anindya hanya membalas dengan senyuman. Ia duduk, dan meletakan tangan kanannya di atas meja. Dion merogoh kocek jasnya, ia menyodorkan kotak kecil untuk Anindya.

“Tanda terima kasihku,” ujar Dion.

Anindya panik. Apa lagi yang akan Dion berikan kepadanya? Ia mengambil kotak itu dan membukanya. Sebuah cincin manis, dengan berlian di tengahnya.

“Kamu suka?” tanya Dion.

“Ini tidak berlebihan?” tanya Anindya.

“Anggap saja bonus untukmu bekerja di long weekend,” jawab Dion.

Dion mengambil kembali kotak itu, dan memakaikan cincin tersebut ke Anindya. Detak jantung Anindya mulai berdetak kencang. Hadiah ini benar-benar tidak terduga.

*

Anindya benar-benar dimanjakan oleh Dion. Mereka berkencan bagaikan memiliki hubungan yang amat spesial. Walaupun begitu, Anindya tetap sedikit menjaga jarak. Memang terkadang Dion akan memegang tangannya, namun Anindya berusaha untuk tidak bersentuhan terlalu lama dengan Dion.

Perjalanan ke Bali ini juga membawakan hasil bagi Anindya. Ia mendapatkan deal besar dari link bisnis Dion. Bagaikan berhutang pada Dion ia jadi merasa harus menjadi “teman kencan” lebih lama lagi.

Tak masalah sebenarnya, Anindya juga banyak mendapatkan kenalan pengusaha muda yang tertarik padanya. Walaupun tidak sekaya Dion, namun mereka cukup di atas si manusia busuk, Kenzo. Tujuannya hanya mendapatkan yang lebih dari Kenzo.

Bali membawakan banyak kesan dan pengalaman. Di Bali juga Anindya banyak melihat kehidupan Dion, termasuk dengan banyak foto di villa miliknya. Istrinya tampak cantik, dan gayanya terlihat seperti istri-istri pengusaha kaya lainnya.

Dua anak mereka juga seperti anak-anak kaya lainnya. Mereka tampak seperti keluarga. Bahagia di dalam foto. Mungkin saja di kehidupan nyata seperti itu, namun tidak terlihat karena jarak.

Selama mereka berada di Bali, Anindya tidak pernah melihat Dion menelepon istrinya. Entah memang tidak pernah atau Dion menelepon saat sedang tidak bersamanya. Sedikit penasaran, namun tidak berani bertanya, itulah posisi Anindya.

Penjaga villa yang Anindya panggil Bu Pia itu sesekali menegur Anindya ketika Anindya bangun sangat pagi, dan menikmati udara segar. Bi Pia selalu menyiapkan sarapan lezat untuk mereka berdua. Pagi ini pun sama, namun mereka dapat banyak mengobrol.

“Selamat pagi, Bu,” sapa Bu Pia.

“Eh, Bu Pia,” jawab Anindya.

“Apakah ada request khusus untuk masakan hari ini?”

“Tidak ada Bu Pia.” Anindya mencoba mendekati Bu Pia. “Bu, sudah lama bekerja di sini?”

“Sudah cukup lama, Bu,” jawab Bu Pia.

“Apakah istri Pak Dion juga sering kemari?”

“Tentu saja. Tidak perlu khawatir, Bu, Ibu bukan wanita pertama yang diajak kemari. Tapi sejauh ini saya tidak melihat bapak melakukan hal macem-macem,” ujar Bu Pia.

Anindya menyadari dari ucapan Bu Pia. Dion ternyata banyak teman wanita, namun ia tidak memiliki pikiran aneh kepada wanita yang ia kencani. Anindya menjadi lega dan tidak khawatir lagi.

*

Selepas dari perjalanan ke Bali, Anindya kembali mengurusi pekerjaannya. Walaupun liburannya hanya sebentar, namun cukup untuk menyegarkan pikirannya. Banyak rencana-renacana pemasaran yang ia rancang, namun ia simpan terlebih dahulu untuk dimantabkan.

Dari perjalanan tersebut, Anindya juga melanjutkan proyek yang ia dapatkan. Membagi tugas kepada timnya. Hanya satu timnya yang tidak menyukai Anindya, namun harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi seorang managaer.

Safa-yang dari awal tidak menyukai Anindya selalu berbicara dengan gelagat tidak senang. Namun, ia tidak bisa sepenuhnya tidak senang kepada Anindya, karena bagaimana pun Anindya-lah yang banyak memberikan proyek baru untuk perusahaan. Juga, ia harus menerima bahwa saat ini Anindya memiliki jabatan yang lebih dari dia.

Anindya mengumpulkan timnya. Ia mulai memberikan laporan, dan juga berdiskusi dengan tim. Anindya juga bukan tipe atasan yang memerintah, ia lebih suka berdiskusi dan bertukar pikiran kepada anggotanya. Oleh sebab itu banyak yang senang bekerja sama dengannya, kecuali Safa.

“Proyek yang di sini sudah oke ya?” tahya Anindya.

“Sudah di urus, sedang dalam pengerjaan.”

“Menurut kalian kalau proyek yang itu seperti ini bagaimana?” tanya Anindya menunjukkan data.

Diskusi berjalan lancar dan hangat. Mereka bisa sedikit tertawa dan bercanda. Namun Safa hanya diam saja sepanjang pertemuan itu. Anindya juga tidak terlalu memperhatikannya, Safa bagaikan orang asing yang tidak penting di tim Anindya.

*

Anindya mengumpulkan semua berkas, ia bersiap menghadapi atasan-atasan yang ingin mereview pemasukan. Sedikit gugup, namun ia yakin dengan apa yang sudah ia kerjakan. Juga, kolaborasi dengan tim yang telah ia bangun membuatnya semakin yakin semua yang telah ia kerjakan pasti baik.

Anindya yakin dengan ketelitiannya dalam membuat laporan, dan dari laporan tersebut penjualan cukup baik dari yang sebelumnya. Dengan ini tak ada lagi yang perlu Anindya takutkan. Ia sangat percaya diri dengan apa yang telah ia buat.

Semangatnya semakin membara ketika semua telah masuk ke dalam ruangan. Ia mengambil posisi untuk mempersentasikan laporan. Abel selaku direktur oprasional memperhatikan dengan baik. Ia merasa bertabggung jawab dengan apa yang Anindya kerjakan karena dialah yang merekomendasikan Anindya.

“Ini adalah grafik dari penjualan saat ini. Saya juga menyematkan perbandingan dengan penjualan sebelumnya. Terlihat perbedaan yang signifikan.” Anindya mulai persentasinya dan menjelaskan semua laporan.

Dengan pakaian khas wanita kantoran yang seksi dan berkelas, Anindya dengan mudah mengambil perhatian para petinggi perusahaan yang mayoritas adalah lelaki. Ditambah lagi rambut yang rapih dan terurai panjang membuat pesonanya semakin terpancar. Persentasinya menjadi lebih menarik bagi petinggi.

Petinggi perusahaan kagim dengan kinerja Anindya yang baik ini. Mereka berharap ini bukan hanya di awal karirnya saja tapi seterusnya akan seperti ini. Tak ada yang tahu bagaimana Anindya mendapatkan link, yang jelas perusahaan untung besar itu yang lebih penting.

Peserta meeting kali ini bertepuk tangan untuk Anindya. Ia merasa bangga kepada dirinya sendiri. Ia juga berjanji akan menjadi lebih baik lagi.

Anindya menunjukkan sepak terjangnya di dunia pemasaran. Memberikan kontribusi besar kepada perusahaan. Sampai akhirnya ia menjadi sorotan petinggi-petinggi perusahaan. Anindya yakin, tidak lama lagi ia akan naik ke posisi yang lebih tinggi di perusahaan ini. Saat itu terjadi ia akan memanfaatkan peluang yang diberikan sebaik-baiknya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel