Bab 8 Perjalanan Bisnis
Bab 8 Perjalanan Bisnis
Akhirnya Anindya, Daniel, dan tim lainnya sampai di Bandung setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Mereka tampak cukup lelah, mereka semua memutuskan untuk beristirahat dulu. Besok pagi-pagi sekali ada pertemuan penting yang harus mereka hadiri.
Daniel dengan sigap membawakan beberapa barang Anindya. Ia ingin menunjukkan jika dia lelaki yang dapat diandalakn. Tentu saja ini adalah bagian dari strategi pendekatan. Salah seorang dari bagian pemasaran menyadari keakraban mereka, dan terbesit pemikiran kotor tentang Anindya dan Daniel.
Safa dari divisi pemasaran sangat tidak suka dengan Anindya karena penampilannya yang banyak mengundang perhatian para lelaki. Ia yang iri pada Anindya terus berbicara, dan terkadang menyebarkan gosip tidak benar. Pastinya, setelah ia melihat kedekatan Daniel dan Anindya, ia akan membicarakan kepada teman-teman kantor.
"Capek?" tanya Daniel.
"Lumayan," jawab Anindya.
"Besok setelah pertemuan kita bisa refreshing sebentar," ujar Daniel.
"Sungguh? Kita bisa berpencar dengan yang lainnya?"
"Tentu saja bisa," jawab Daniel.
Anindya merasa sudah lama ia tidak menghirup udara segar. Dengan adanya perjalanan ini membuatnya sedikit bernafas lega. Walaupun, perjalanan kali ini juga adalah untuk pekerjaan, namuan setidaknya perjalanan ini berada di suasana baru. Anindya memanfaatkan waktunya untuk berjalan sebentar saja.
Melihat Anindya berjalan sendirian, Sofyan dari divisi penjualan pun menghampiri. "Hebat kamu bisa ikut dalam perjalanan bisnis kelas kakap begini."
"Eh, Mas Sofyan. Saya hanya mengikuti perintah atasan," ujar Anindya.
Ia mencium glagat pendekatan dari Sofyan kepadanya. Anindya hanya berusaha ramah kepadanya. Ia tahu jika Sofyan adalah atasan dari Safa, namuan tetap saja ia di bawah Daniel jabatannya. Anindya berpikir jika dia tidak ada pengaruh besar terhadap karir yang sedang ia jalani. Akhir-akhir ini memang Anindya memiliki pikiran yang berbeda terhadap orang-orang yang mendekatinya. Ia hanya ingin mendekati orang-orang yang memiliki pengaruh saja baginya.
*
Daniel baru saja keluar dari penginapan, melihat Sofyan yang lancang berbicara berdua dengan Anindya. Rasa cemburunya mulai timbul, ia bergegas menemui mereka berdua. Sofyan yang sudah melihat Daniel dari jauh, mulai menyudai obrolan dengan Anindya. Ketika Daniel menghampiri mereka Sofyan pun pamit.
"Kamu digodain sama dia?" tanya Daniel.
"Tidak, hanya berbincang sedikit saja," ujar Anindya.
"Kalau ada yang menggodamu, beritahu aku segera," ujar Daniel tegas.
"Jadi kamu akan jadi penjagaku?" ujar Anindya tertawa.
Daniel tampak malu setelah perkataan itu keluar dari Anindya. Ia sadar jika memang mereka tidak ada hubungan apapun, tetapi perasaan yang dipendam oleh Daniel sudah cukup dalam. Ia hanya berharap Anindya dapat menyadari tentang perasaan yang ia punya kepada Anindya.
Sedang asyik bercengkrama, secara tidak sadar Safa memperhatikan Anindya sejak ia bercengkarama dengan Sofyan. Safa yang memiliki hasrat gosip yang tinggi pun memfoto Anindya dengan Sofyan, dan sekarang Anindya dengan Daniel. Ia membagikan foto tersebut ke group dengan rekan kantornya. Seperti biasa, ia menjadi sumber gosip.
Ini terpercaya, ujar Safa di group WhatsApp.
Dasar wanita tidak tahu diri. Komentar-komentar terus berdatangan, gosip pun semakin naik dan berkembang.
*
Keesokan harinya, semua bersiap untuk menuju tempat pertemuan juga lokasi yang akan di survei. Anindya berdandan dengan rapi, mengenakan riasan yang membuat pesonanya bertambah. Safa yang satu kamar dengan Anindya terus saja memperhatikan apa yang dilakukan Anindya.
Lihat barang bawaannya, sudah seperti model diperagaan. Safa mengirimkan foto di group WhatsApp.
Belum ada yang membalas Safa. Anindya tiba-tiba keluar dari kamar mandi. Safa kaget dan bergegas mengambil handuk dan menuju kamar mandi.
Anindya hanya bersikap biasa saja karena ia juga tidak dekat dengan Safa, bahkan tak begitu kenal. Mereka bertegur sapa hanya saat ada proyek yang mengharuskan mereka bertemu, seperti saat ini.Meski hubungan mereka seperti itu, nyatanya Safa sangat tidak menyukai Anindya.
Hp Safa berbunyi tanda WhatsApp masuk. Ia teringat Hp-nya diletakan di meja rias, ia bergegas keluar dari kamar mandi utnuk mengambil Hp. Badannya masih dipenuhi sabun, Anindya yang duduk di meja rias terheran melihat Safa.
"Kamu mandinya sudah?" tanya Anindya.
"Emm ... su ... sudah," jawab Safa.
Ia bergegas mengambil Hp dan kembali masuk ke dalam kamar mandi. Anindya mengerutkan dahi melihat tingkah Safa, entah apa yang sebenarnya ia lakukan. Anindya meneruskan dandannya agar tidak terlambat.
*
Lagi-lagi Anindya kembali maju untuk menanyakan detail dari proyek yang akan dikerjakan oleh perusahaan property tempat Anindya bekerja. Walaupun Sofyan membantu, namun tak banyak detail yang diberikan. Sedangkan Safa, ia hanya bertindak sebagai notulen meskipun ia adalah tim penjualan.
Anindya tak mempermasalahkan jika memang harus ia yang maju, semua ia lakukan juga demi perusahaannya tempat ia bekerja. Bukan untuk mencari muka, namun ia ingin mengejar karir yang lebih baik, dan kompeten disemua bidang. Namun niatnya ini kadang disalahartikan oleh pembencinya.
Seperti biasa, jika ada Anindya semua pertemuan pastilah berjalan dengan lancar. Sofyan dan Safa diminta kembali ke penginapan. Daniel sudah merencanakan ingin mengajak Anindya jalan ke Cihampelas Walk.
Sudah pasti, jalan-jalan ini membuat Safa menyebarkan rumor miring tentang Anindya. Ia kembali mengabarkan di group WhatsApp. Layaknya seorang wartawan, semua detail ia kabarkan ke teman-temannya.
Sesampainya di CiWalk, Daniel mengajak Anindya ke suatu cafe yang memiliki suasana yang sangat romantis. Cafe ini dipilih Daniel untuk melancarkan rencananya yang sempat gagal waktu itu. Tidak mau salah langkah lagi, Daniel mengajak berbincang basa-basi.
"Seperti biasa, kamu luar biasa tadi," ujar Daniel.
"Biasa saja, Pak. Eh, Dan," ujar Anindya.
"Bagaimana menurutmu tempat ini?" tanya Daniel.
"Nyaman suasananya. Banyak pasangan yang datang ke sini, ya," ujar Anindya.
"Ya, tempat ini memang biasanya didatangi oleh pasangan-pasangan. Seperti kita," ujar Daniel.
Mendengan ucapan Daniel, Anindya mengerutkan dahinya, dan tersenyum kepada Daniel. Ia tidak menduga ucapan seperti itu bisa Daniel utarakan. Anindya juga tidak menanggapi serius ucapan itu. Baginya itu hanya candaan saja.
Makanan yang telah dipesan datang. Daniel menunggu sampai suasana, dan situasinya tepat. Di cafe tersebut juga menyediakan musik-musik romantis. Daniel permisi ke toilet, namun ia tidak benar-benar ke toilet, ia merequest lagu romantis untuk diputarkan.
Ia pun kembali duduk menghadap Anindya. Lagi mulai dimainkan, Daniel menarik nafas dalam. Ia menatap dalam ke arah Anindya, tak tahu apa yang terjadi, Anindya hanya melihat ke arah Daniel. Mereka saling tatapan, Daniel mengeluarkan hadiah yang telah ia siapkan.
Sembari memberikan hadiah, ia pun mengungkapkan perasaannya, "Anindya, terima kasih sudah memberikan kesempatan saya untuk dapat berdekatan dengan kamu. Selama kita bekerja bersama, saya tidak tahu bagaimana rasa tertarik ini muncul. Dengan momen ini, saya ingin mengutarakan, saya suka dengan kamu, dan maukah kamu menjadi pacar saya?"
Anindya benar-benar tak menduga hal ini terjadi. Ia hanya bersikap ramah, dan apa adanya, tidak ada maksud lebih dari sikapnya tersebut. Menurutnya, ia memperlakukan lelaki yang dekat dengannya sama saja. Tetapi baru Daniel yang benar-benar jatuh hati kepada Anindya.
Lagu masih berputar, sikap Daniel yang tegang membuat mereka menjadi pusat perhatian. Semua mata tertuju pada mereka. Anindya hanya dapat menunduk saja, dan sesekali melirik ke arah Daniel, sambil tersenyum tipis.
"Kamu bisa memikirkannya terlebih dahulu. Saya jamin, ini tidak akan mengganggumu di kantor nantinya," tambah Daniel.
"Ini serius, Pak?" tanya Anindya sambil tertawa kecil.
"Untuk apa saya berbohong? Saya tidak pernah main-main mengenai hati," ujar Daniel.
Anindya kembali menunduk. Ia hanya memikirkan, bagaimana karirnya nanti jika berpacaran dengan Daniel. Ia hanya akan berhenti diposisinya sekarang saja. Tapi di sisi lain, Daniel juga tidak buruk untuk dijadikan pasangan.
Semua kemungkinan yang akan terjadi muncul dibenak Anindya. Ia sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Suasanya menjadi semakin canggung, lagu yang diputarkan juga akan segera habis.
Daniel semakin tegang. Ia menyadari apa yang terjadi tidak sesuai dengan yang ia rencanakan. Daniel berpikir, jika memang Anindya menolaknya, kenapa selama ini sikapnya pada Daniel sangat berbeda dari hubungan pertemanan biasa. Juga, jika memang Anindya menolak, berarti selama ini berarti Daniel hanya diberikan harapan