Bab 7 Ungkapan yang Gagal
Bab 7 Ungkapan yang Gagal
"Anindya, are you okay?" tanya Daniel.
"Ya, hanya sedikit tidak enak hati saja."
"Kenapa? Ada yang gangguin kamu tadi? Aku lihat ada lelaki yang berbicara padamu di depan toilet," ujar Daniel.
"Sudah lah, tak usah tanyakan lelaki itu lagi," ujar Anindya. Ia langsung terdiam.
Daniel mulai bisa membaca apa yang terjadi pada Anindya. Suasana menjadi hening karena Anindya tampak tidak memiliki mood yang baik. Daniel mengerti, ia mencoba membuka obrolan yang ringan saja.
"Kamu oke kalau kita di sini?" tanya Daniel.
"Ya, gak apa-apa. Lagipula kita sudah pesan," jawab Anindya dengan wajah yang masih terlihat kesal
"Gak masalah, pesanan bisa dibatalkan," ujar Daniel. Daniel memberikan Anindya waktu untuk sejenak menenangkan diri.
Anindya juga tidak enak hati jika harus berpindah tempat hanya karena lelaki tak berguna seperti Kenzo. Ia hanya menghargai Daniel yang sudah mau mentraktirnya makan malam. Anindya berusaha kembali menikmati momen bersama Daniel.
*
Daniel sebenarnya telah menyiapkan hadiah untuk Anindya. Niatnya, malam ini ia akan mengutarakan perasaannya pada gadis cantik itu. Namun, dengan suasana hati Anindya yang sedang tidak baik, maka ia menyimpan kembali hadiah tersebut, dan mengurungkan niatnya.
Dari kejauhan, Kenzo yang duduk menghadap ke arah meja Anindya dapat dengan leluasa mencuri pandang ke arah Anindya yang juga duduk menghadapnya. Ia masih tak menyangka mantan kekasihnya seketika berubah menjadi lebih sexy, cantik, dan modis.
Beberapa kali Anindya tidak sengaja melihat ke arah Kenzo. Namun, Anindya tidak ingin memperdulikan lelaki busuk itu. Anindya tetap pada obrolannya dengan Daniel. Ia merasa obrolan dengan Daniel lebih berarti.
Istri Kenzo yang menyadari pandangan suaminya tertuju pada sesuatu. Namun ia mengabaikan, dan tetap berbicara sembari memainkan Hp-nya. Lama kelamaan ia menyadari tingkah suaminya yang aneh. Ia memergoki suaminya tersenyum sendiri.
"Jadi kemarin aku beli yang warna biru saja, menurut kamu bagaimana?" tanya istri Kenzo, Adelina memancing perhatiannya.
"Ya, warna itu juga bagus kok," jawab Kenzo.
Adelina masih melihat keanehan dari suaminya, ia pun mencoba melihat ke arah sesuatu yang dipandang suaminya. Menyadari suaminya memandang wanita lain, ia pun membatalkan pesanan, dan mengajak suaminya pindah. Kenzo ditarik keluar oleh istrinya yang mulai kesal dengan tingkahnya.
"Sudah kuduga. Kita pergi sana, pindah ketempat lain," ujar Adelina kesal.
Anindya yang tak sengaja melihat ke arah Kenzo dan istrinya melihat bagaimana wajah kesal Adelina menarik Kenzo keluar dari restoran dan melihat sinis ke arahnya. Daniel yang menyadari pandangan yang tertuju pada sesuatu pun melihat kearah yang dipandang Anindya. Ia berasumsi jika lelaki itulah mantan kekasih gadis yang ia harap jadi kekasihnya malam ini, namun gagal.
*
Daniel memancing Anindya dengan pertanyaan seputar kehidupan. Ia ingin tahu pandangan Anindya terhadap suatu hubungan, dan cinta. Mungkin saja, dengan ini dapat menjadi persiapan bagi Daniel untuk menjalankan aksinya yang tertunda ini.
"Apa rencana kamu kedepan, Ndy?" tanya Daniel.
"Mengejar karir, dan menikah mungkin, Pak," jawab Anindya.
"Tidak usah memanggil Pak, panggil nama saja," uajr Daniel.
"Sudah terbuasa, Pak, eh, Dan," ujar Anindya tersenyum.
Senyuman manis yang menyejukkan hati. Dengan jawaban yang diberikan Anindya, Daniel merasa ia memiliki kesempatan. Perlahan tapi pasti, ia bisa meyakinkan Anindya untuk dapat menikah dengannya. Daniel juga berpikir tidak akan melarang Anindya berkarir.
"Ingin membicarakan masa lalu?" izin Daniel untuk mengenal Anindya lebih dalam.
"Tidak juga. Tapi tidak apa-apa," jawab Anindya.
"Aku sempat dekat dengan seorang wanita yang bekerja di bank nasional. Namun kalah saing dengan lelaki berseragam," cerita Daniel.
"Seragam lain? Seragam apa? Satpam?" Canda Anindya.
"Kamu kucu, ya. Bukan itu, abdi negara maksud saya," ujar Daniel.
"Itu memang wanitanya saja yang memiliki keinginan bersama lelaki itu, dan mengejar yang seperti itu. Mungkin saja," ujar Anindya berusaha menjadi teman bagi Daniel.
Daniel senang Anindya sudah mau bercanda dan banyak bercerita padanya. Walaupun ia harus membuka percakapan dan bercerita duluan, setidaknya Anindya sudah lebih santai dengannya. Mereka jadi lebih leluasa dalam bercerita, suasana berubah menjadi lebih hangat.
Anindya juga menceritakan kisah masa lalunya. Walaupun tidak banyak yang ia ceritakan, Daniel sudah cukup paham. Makan malam yang direncanakan Daniel akan menjadi makan malam yang romantis, berubah menjadi makan malam biasa saja. Bahkan diawali dengan pertemuan yang tidak terduga.
*
Setelah makan malam kemarin, Daniel semakin ingin mendekati Anindya. Ia tak bisa menutupi rasa sukanya di kantor, walaupun sudah berusaha menjaga jarak. Anindya juga tidak menolak Daniel.
Anindya yang seolah-olah membukakan pintu untuk Daniel, membuat lelaki itu menjadi lebih bersemangat maju untuk mendapatkan cinta. Kali ini Anindya sadar ia harus membangun banyak komunikasi, dan relasi tentunya. Daniel adalah salah satu awal, karena ia seorang atasan, ini bisa membantunya untuk meluaskan karirnya.
Rapat dengan klien besar kembali dihadiri Anindya. Kali ini Daniel lebih bersemangat karena rumor dari tim pemasaran mereka harus berangkat dinas ke lokasi di Bandung. Bukan itu saja, mereka akan cukup lama di sana, membuat Daniel memiliki banyak waktu bersama Anindya.
"Selamat siang, Bapak dan Ibu. Kita langsung saja karena semuanya sudah berkumpul," ujar tim pemasaran.
Semua tampak hikmat dalam pertemuan tersebut. Seperti biasa, Anindya kembali mengumpulkan detail yang ia butuhkan. Detail ini nantikan akan dia rangkum untuk menjadi laporan. Seusai pertemuan itu, sudah diputuskan jika Anindya dan Daniel akan berangkat ke Bandung.
"Pak Dan, siapkan anggotanya, ya," ujar salah seorang tim penjualan.
"Siap, Pak," jawab Daniel.
Daniel kembali memanggil Anindya. Ia menginformasikan jika Anindyalah yang ditunjuk untuk menemani Daniel dari tim keuangan. Perjalanan bisnis pertama Anindya, ia berpikir jika ini akan bagus untuk karirnya kedepan.
*
"Ndy, ini rincian untuk klien yang memiliki proyek di Nusa Dua Bali," ujar Ratasya.
"Terima kasih, Sya."
Anindya memeriksa seluruh detail yang ada, namun seperinya ada yang kurang. Ia mencoba menghubungi tim oprasional untuk meminta detail yang kurang ini kepada klien. Tim oprasional yang menangani proyek ini sedikit kebingungan, mau tidak mau ia harus menindaklanjuti sendiri ke klien tersebut.
"Ini sepertinya ada yang kurang. Rincian untuk bagian ini bagaimana?" tanya Anindya menunjuk ke bagian yang ia maksud.
"Tidak diinformasikan sebelumnya, Ndy," ujar Ratasya.
"Loh, ini yang paling penting padahal," ujar Anindya.
Anindya meminta kontak dari penanggung jawab proyek ini. Ia diberikan nomor Dion-lelaki yang sebelumnya bertemu dengannya untuk membahas peoyek di Nusa Dia, Bali. Awalnya Anindya kaku berbicara dengan Dion, namun durasi percakapan yang semakin lama, membuat Anindya menjadi lebih santai.
"Iya benar sekali, Pak. Memang terkadang bisa seperti itu. Oh iya, Pak, apakah Bapak juga sering melihat proyek secara langsung?" tanya Anindya.
"Iya begitulah. Sesekali kamu juga bisa melihatnya," ujar Dion.
"Saya hanya mengatur keuangan, Pak," ujar Anindya tertawa kecil.
Dion yang melihat kecakapan Anindya mulai tertarik padanya. Anindya pula baru mengetahui jika Dion adalah salah satu klien kelas kakap yang kaya raya. Sayang saja Dion sudah memiliki istri. Namun, ia ingin membangun relasi lebih luas, tidak ada salahnya untuk ramah kepada banyak orang.
"Kamu saja yang yang follow-up saya untuk selanjutnya," pinta Dion.
"Sepertinya tidak bisa, Pak. Tapi saya akan coba bicarakan dengan tim oprasional," ujar Anindya ramah.
Anindya berbasa-basi dengan Dino yang memintanya menangani Dion. Sudah pasti dia tidak akan bertanya apa-apa dengan divisi oprasional. Anindya tahu jika perusahaan sangat membutuhkan Dion untuk kelancaran proyek di Nusa Dua, Bali sehingga Anindya tidak ingin ada perkataannya yang menyinggung Dion.
*