Bab 4 Cahaya Anindya
Bab 4 Cahaya Anindya
Malam minggu kembali datang, Anindya dan Sandra pun pergi bersama lagi. Cafe ternama yang cukup fancy menjadi destinasi mereka seperti rencana awal. Gaya Anindya yang sangat berubah dari awal membuat banyak orang terpukau. Sepatu hak tinggi yang ia gunakan tidak lagi malu-malu. Sekarang ia sudah terbiasa menggunakan hak berukuran 10 cm. Tas, baju, dan juga parfum asli Paris mewah menambah karakternya sebagai wanita elegan yang cerdas.
Sandra mengenalkan kepada teman-temannya yang tidak sengaja bertemu di cafe itu. Bukan hanya teman lelaki Sandra saja yang teralihkan oleh penampilan Anindya, tetapi teman perempuannya juga terlihat iri dengannya. Tentu saja, postur tubuh yang tinggi semmpai, gaya yang elegan, membuat perempuan lain akan menjadi iri.
Tak sengaja Anindya bertemu dengan Rio, sahabat karib Kenzo, juga sepupu dari istri Kenzo. Rio tampak tak dapat mengalihkan pandangannya. Sesekali Anindya menujukan pandangan kepada Rio dan sesikit tersenyum. Rio tampak malu-malu membalas senyuman itu.
"Kami duluan, ya," pamit Sandra pada teman-temannya. Mereka mencari tempat duduk yang cukup dekat dengan Rio.
Sesekali Anindya mencuri pandang ke hadapan Rio, ternyata ia masih memperhatikan Anindya. Sedikit risih, tapi Anindya senang karena Rio melihatnya pada saat ia sudah berubah. Pastinya, Rio akan bercerita kepada Kenzo jika hari ini ia bertemu dengan mantan pacar suami dari sepupunya itu.
"Jadi bagaimana? Kamu akan mengenalkan Alan dengan atasanmu?" tanya Sandra.
"Aku mau tahu dulu bagaimana produk baru itu?" ujar Anindya.
"Baiklah, tapi yakin kamu mau tahu?" tanya Sandra.
"Kamu dapat menceritakan sedikit tentang produk baru itu? Aku akan membahasnya sedikit dengan atasanku," ujar Anindya.
Sandra menjelaskan sedikit terkait produk baru itu, dan Anindya langsung memahaminya. Ia balik menjelaskan kepada Sandra, cukup mengejutkan Anindya dapat cepat memahami apa yang Sandra jelaskan. Selain itu pertanyaan-pertanyaan detail lainnya juga ditanyakan oleh Anindya.
*
Minggu pagi, Vivi mengajak Anindya pergi mencari barang ke mall. Ia menerima ajakan tersebut, dan menawarkan diri untuk menjemput Vivi. Kali ini Anindya bergaya sedikit santai, namuan tetap dengan baju, dan tas yang berkelas. Anindya berpamitan dengan orang tuanya yang sedang bersantai di ruang TV.
"Ma, Pa, Ndy pergi dulu ya sama Vivi," pamitnya.
"Mama titip martabak yang ada di seberang mall ya," pesan Mama.
"Oke, Ma."
"Ndy ... Ndy .... makin cantik saja kamu kalo kelaur. Sudah cantik begini gak mau punya pacar?" goda Pak Setyo.
"Papa, hidup tidak harus selalu tentang punya pacar dan bahagia. Terkadang punya pacar hanya menyusahkan. Aku ingin mengejar karirku dulu saja," ujar Anindya.
Pak Setyo tidak dapt berkata apa-apa lagi ketika Anindya telah berkata seperti itu. Ia hanya kagum gadis kecilnya sudah tumbuh dewasa dengan pemikiran yang maju. Ia tidak memaksakan jika memang Anindya masih betah menyendiri, bukankah banyak wanita hebat yang tidak memiliki pasangan namun bahagia?
Sesampainya di depan rumah Vivi, Anindya membunyikan klakson mobilnya. Tak lama Vivi pun kelaur, dan bergegas masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, Vivi melihat gaya Anindya, juga barang barang yang ada di dalam mobil. Pandangannya juga tertuju pada Tas milik sahabatnya.
"Ndy," panggil Vivi.
"Ya?" Jawab Anindya yang sedang menyetir.
"Kamu beli tas lagi? Bukankah itu mahal?" tanya Vivi.
"Iya, tapi kemaren ada diskon, jadi aku beli saja. Cantik, simple, enak buat dibawa saat jalan santai," jelas Anindya.
Vivi tidak bisa berkata apa-apa. Dalam benaknya ia hanya bisa berbicara sendiri tentang perubahan Anindya. Bukan tidak baik, namun sedikit berlebihan saja rasanya. Vivi tidak banyak bicara setelah Sahabatnya menjelaskan tentang tas yang ia bawa.
Sesampainya di mall, mereka menuju toko yang menjual baju pesta. Vivi mulai mencari baju yang cocok dengannya. Selagi Vivi mencari, Anindya juga melihat-lihat.
"Ndy, ini bagus tidak?" tanya Vivi.
"Kurang, Vi. Aku ada liat yang bagus di sana," jawab Anindya.
Mereka menuju baju yang di maksud oleh Anindya. Seketika Vivi merasa tidak enak melihat baju pilihat sahabatnya itu. Terlalu mencolok, sedikit membentuk lekukan tubuh, dan sangat terlihat glamor.
"Coba ini," ujar Anindya.
"Tidak, bukan gayaku sekali, Ndy," jawab Vivi.
"Coba saja dulu tidak pa-pa." Anindya terus memaksa Vivi.
Vivi tetap menolak dan memilih baju yang sesuai dengan gaya, juga yang ia suka. Vivi mulai tidak nyaman jalan dengan Anindya, setelah membayar barang belanjaannya, ia bergegas mengajak Anindya pulang saja.
*
Senin pagi, Anindya bertemu dengan atasannya, Daniel Gunadhya. Selain untuk memberikan laporan, ia sedikit berbincang terkait dengan produk baru di bank tempat Sandra bekerja. Dengan cakap ia menjelaskan yang ia tahu tentang produk tersebut Sedikit-banyak yang sampaikan membuat atasan Anindya tertarik dengan produk tersebut.
"Sepertinya menarik untuk dilihat lebih jauh. Bisa sambungkan saya dengan teman kamu," ujar Daniel.
"Saya akan membuat janji dengan Bank B, Pak. Apakah besok Bapak ada waktu?" ujar Anindya.
Manajer muda, dan single itu tertarik dengan sikap Anindya yang tampak cerdas ketika berdiskusi tentang produk ini. Selain itu banyak masukan pula yang diberikan kepada Anindya, menambah pesonanya sebagai tenaga keuangan. Daniel juga menyadari jika penampilan stafnya tersebut sudah jauh berubah.
Dari perbincangan dengan atasnya, Anindya mengatur pertemuan dengan Alan dan Sandra untuk menjelaskan lebih jauh tentang produk dari bank mereka.
"Selamat siang Pak Alan, bagaimana kabarnya? Saya Anindya, teman Sandra yang tempo hari bertemu dengan Bapak saat makan siang," jelas Anindya.
"Oh iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Alan.
"Saya ingin mengundang Bapak ke kantor untuk menjelaskan produk baru yang sempat Bapak katakan kepada saya," uajr Anindya.
"Boleh, besok siang apakah kamu bisa?"
"Bisa, Pak. Saya akan atur waktu dengan atasan saya," jawab Anindya.
Anindya menyampaikan jadwal kepada Daniel, dan menyiapkan semua berkas yang mungkin diperlukan. Dari pengetahuannya tentang produk baru dari Bank B, ia juga menyiapkan beberapa bertanyaan. Semua detail ia catat di buku note yang selalu ia bawa.
*
Keesokan hari, Sandra mengabari Anindya jika ia akan ikut dengan managernya untuk membahas produk mereka. Ia juga berterima kasih menolong tempat ia bakerja untuk mendapatkan kesempatan presentasi di perusahaan Anindya. Anindya tidak dapat menjamin atasannya akan tertarik bekerja sama, namun, setidaknya Alan dan Sandra dapat presentasi terlebih dahulu.
Sehabis makan siang, Anindya menyiapkan ruangan untuk pertemuan. Daniel tiba-tiba datang ke ruangan pertemuan. Mereka jadi berbincang banyak hal. Sebelumnya, mereka hanya sedikit bercerita, dan biasanya hanya tentang pekerjaan.
"Pak, ada yang mencari," ujar salah satu staf.
"Siapa?"
"Dari Bank B, Pak, katanya sudah janjian."
"Oh iya, ajak masuk ya," uajr Daniel.
Selama pertemuan, Alan dan Sandra menjelaskan bagaimana produk baru dapat menguntungkan perusahaan. Juga, saja yang akan perusahaan dapatkan. Anindya yang ikut dalam pertemuan menanyakan banyak detail yang sudah ia siapkan sebelumnya.
"Jadi perhitungannya akan bagaimana jika seperti itu?" tanya Anindya.
"Jika perhitungannya seperi yang Anda katakan, maka akan menjadi seperti ini ...," jelas Alan.
Pertanyaan-pertanyaan yang Anindya tanyakan membuat semua detail menjadi jelas. Daniel sangat kagum, banyak pertanyaan yang ia pun tidak terpikirkan. Ia menjadi puas dengan jawaban Alan, juga puas dengan pertanyaan detail dariAnindya.
Dari pertemuan yang sudah berlangsung ini, Anindya berhasil membantu Bank B memperkenalkan produk baru mereka, sekaligus membantu perusahaannya mendapatkan pendanaan bagi calon pembeli property potensial. Semua berjalan mulus, Alan berterima kasih kepada Anindya karena sudah membantu mereka.
"Terima kasih banyak, Ndy," ucap Sandra.
"Tidak masalah, perusahaan kami juga butuh produk seperti ini kok," balas Anidnya.
"Terima kasih Anidnya," ucap Alan.
"Sama-sama, Pak," balas Anindya.
"Kamu tampak mempelajari produk ini?" tanya Alan.
"Saya tahu dari Sandra, Pak. Sehingga saya bisa jelaskan juga dengan atasan daya," jawab Anindya.
Anindya mengantarkan Alan dan Sandra ke luar ruangan rapat. Setelah pertemuan itu ia kembali bekerja, dan menyiapkan laporan. Tak lama, Daniel memanggil Anindya ke ruangannya. Ia kembali mengajak Anindya berdiskusi tentang penerapan produk baru tersebut.
Dari diskusi tersebut, daniel baru menyadari bagaimana Anindya. Selama ini yang ia tahu, Anindya orang yang teliti, namun ia menunjukkan sisi lain ketika berbincang masalah bisnis dan property. Daniel semakin tertarik untuk berbincang banyak hal dengan Anindya.
*