Bab 3 Mengubur Masa Lalu
Bab 3 Mengubur Masa Lalu
Anindya sudah menjadi karyawan tetap. Namun, ia merasa ilmunya masih harus terus di asah. Tentu saja karena dunia kerja dan perkuliahan itu berbeda. Ia ingin memberikan yang terbaik, karena sekarang dia sudah tidak lagi memiliki beban pikiran seperti sebuah hubungan, ia pun memilih untuk fokus dengan pekerjaannya.
Anindya menjadi workaholic, ia bahkan dapat lembur hingga jam 9 malam. Kadang Vivi dan Nova sudah tidak memiliki waktu sahabatnya lagi. Inilah salah satu cara Anindya menterapi dirinya dari kegagalan, dan perasaan dikhianati. Bu Risma juga terkadang kasihan kepada anaknya jika sudah lembur hingga malam. Sedikit menasihati dan mengingatkan, tubuhnya membutuhkan kasih sayang dari dirinya.
Seperti biasa di akhir bulan, Anindya lembur untuk mengurus laporan keuangan. Ia tidak sendirian, ada rekan sekantornya dari divisi penjualan yang menemani.
"Halo, Ma. Ndy lembur lagi ya hari ini," ujar Anindya pada Bu Risma.
"Ingat, sayang, tubuhmu butuh istirahat," pesan Bu Risma.
Anindya hanya memberikan respons biasa kepada mamanya. Ia menutup telepon dan melanjutkan fokus pada komputer di hadapannya. Semua laporan ia kerjakan dengan rapih dan teliti, ia juga memeriksa satu per satu detail yang ada dalam laporan yang ia buat agar tidak ada yang terlewat. Selain itu, ia juga membuat rincian untuk ke bank besok.
Sebagai tim finance, Anindya banyak berhubungan dengan bank-bank besar yang menjadi mitra perusahaan tempat ia bekerja. Oleh karenanya, ia sedikit banyak dekat dengan staf bank tersebut, baik dari customer service sampai dengan tim sales. Seperti pada Bank B, Anindya cukup akrab dengan Sandra dari tim penjualan. Beberapa kali mereka juga sering makan siang bersama.
Anindya yang mudah akrab dengan orang baru sering cocok dengan siapa saja, bahkan di pertemuan pertama banyak yang sudah bisa bercerita banyak dengannya. Sayang ia masih menutup diri untuk berkenalan dengan lelaki lain setelah Kenzo pergi.
*
Jam menunjukkan pukul 10.00, Anindya sampai tepat pada waktunya sesuai dengan janji. Ia menuju ke salah satu ruangan di Bank B. Tak terduga Sandra masih di kantor jam segini, biasanya ia sudah ada janji untuk bertemu dengan pelanggan atau calon pelanggannya.
"Sandra," sapa Anindya.
"Eh, Hai, Ndy. Laporan?" tanya Sandra.
"Iya ini, biasalah."
"Eh, iya, kebetulan aku ketemu kamu, tadi aku mau chat tapi masih ngerjain yang lain."
"Kenapa, San?"
"Malam minggu jalan, yuk. Ingin nge-mall sekalian cuci mata," ajak Sandra.
"Nanti aku kabarin, ya," jawab Anindya.
"Ayuk lah, jangan kebanyakan kerja. Refreshing sedikit," bujuk Sandra.
Anindya terdiam sejenak. Ia menerima tawaran Sandra untuk jalan-jalan. Tidak ada salahnya sesekali memanjakan diri, mungkin sedikit berbelanja tidak masalah, pikirnya. Jadwal malam minggu sudah di booking oleh Sandra, sudah lama juga tidak jalan dengannya.
*
Ndy, aku tunggu di toko baju Z, ya, chat Sandra.
Anindya tidak membalas dan langsung berangkat menuju mall. Dandannya tidak terlalu mencolok, namun kali ini ia mengenakan riasan bibir, dan sedikit bedak. Setelah putus dengan Kenzo ia mencoba banyak hal baru. Juga, dari penghasilannya ia membeli mobil walau dengan menyicil.
Sebagai staf finansial Anindya berusaha untuk mengatur keuangan pribadinya dengan baik. Kali ini pun ia memberikan anggaran, berapa yang harus ia keluarkan. Terdengar pelit, namun ia tidak ingin royal, bahkan untuk diri sendiri. Bahkan, Anindya juga mencatat pengeluaran untuk parkir mobilnya.
Sesampainya di mall, Anindya langsung menghampiri Sandra. Sandra terlihat sudah membawa beberapa baju di tangannya.
"Hai, belanja terus," kejut Anindya.
"Eh, sudah sampe." Sandra memperhatikan Anindya, "Kamu dandan?" tanya Sandra.
Dengan malu Anindya tertuntuk dan tersenyum, "Sedikit."
"Ya ampun, tanggung sekali kamu dandannya. Aku akan mengajarimu riasan yang simple saja, tidak mencolok, bisa digunakan juga ke kantor," ujar Sandra.
"Sudahlah, seperi ini saja aku sudah cukup risih," ujar Anindya.
"Tidak, tidak, kamu harus sedikit keluar dari zona nyamanmu. Mungkin setelah ini kita bisa ke rumahku untuk bermain beberapa riasan," ajak Sandra.
Anindya berusaha menolak, namun Sandra terus memaksa. Rayuan seorang tenaga penjual handal memang tidak bisa dihindari, akhirnya Anindya luluh dan mau diajak ke rumah Sandra. Sandra mempercepat belanjanya agar mereka tidak ke malaman. Ia juga meminta Anindya memilih baju.
"Tidak, tidak, jangan yang itu. Yang ini saja," ujar Sandra memberikan pakaian yang ia pilih.
Anindya tertawa melihat tingkah Sandra. Baju pilihan Sandra sedikit berani, tidak seperti gayanya yang biasa. Namun ia akan mencoba kekuar dari zona nyamannya, mibgkin saja ini tidak sebutuk yang ia bayangkan. Selain baju, sandra juga mengajak untuk menbeli beberapa make up. Anindya tidak menduga hari ini ia akan mengeluarkan budget di luar dari yang ia rencanakan.
*
Beranjak dari mall mereka menuju rumah Sandra yang tidak jauh. Kebetulan Sandra tidak membawa kendaraan sehingga mereka bisa satu mobil bersama. Sandra mulai menceritakan banyak hal, mulai dari awal karirnya, hingga kehidupannya yang sekarang. Anindya menyimak, dan sedikit kagum dengan kerja keras Sandra.
Sebagai karyawan bank bagian funding atau pendanaan, Sandra mendapatkan penghasilan yang cukup tinggi dari bonusnya mendapat klien prioritas. Dari penghasilannya tersebut ia dapat membangun kehidupan yang bisa dibilang glamor. Ini bisa terlihat dari caranya berpakaian, barang-barang yang ia kenakan, sampai tempat-tempat yang ia kunjungi.
Sesampainya di rumah Sandra, Anindya terlihat canggung karena ini adalah kali pertamanya berkunjung ke rumah Sandra. Sandra ternyata hanya tinggal sendiri, keluarganya berada di Bali. Pantas saja dia bisa kemana saja tidak ada yang mencari.
Mereka pun menuju ke kamar Sandra. Anindya terpukau dengan isi kamar Sandra yang rapi dan tertata dengan baik. Selain itu, banyak barang-barang branded yang ia punya, dan harganya juga tidak murah. Deretan parfum mahal juga menghiasi meja riasnya.
"Silahkan, silahkan," ujar Sandra.
"Wah, parfummu tampak mahal," ujar Anindya.
"Karena aku suka semua wanginya, jadi aku beli saja."
Anindya tak menyangka dengan gaya hidup Sandra. Dipikir-pikir Anindya tidak meniliki barang mahal seperti yang dimiliki Sandra, parfum saja ia beli yang harganya tidak sampai Rp. 500.000,-.
Sandra mulai mengambil peralatan dandannya, ia menunjukkan bagaimana sehari-hari berdandan ke kantor. Anindya tampak penasaran, ia membuka make up yang telah ia beli, dan mencoba mengikuti Sandra. Walaupun tidak semahir Sandra, namun Anindya melakukan yang terbaik. Hasilnya tidak begitu buruk juga.
"Sudah bagus, ini kamu bisa berdandan. Ayo, coba baju yang tadi," ujar Sandra.
Anindya mengeluarkan baju yang telah ia beli, dan memakainya. Sandra membantu menambahkan sedikit polesan di wajah, dan menata rambut Anindya. Rambutnya dicatok dengan sedikit agak bergelombang. Lalu Sandra meminta Anindya berdiri, dan berkaca.
Ia mulai melihat baju, wajah, dan memegang rambutnya. Senyum bahagia terpancar, ia tidak menyangka jika gaya seperti ini akan cocok dengannya. Dress berwarna merah muda tampak sangat cocok.
"Bagaimana, tidak buruk juga kan berpakaian seperti ini? Kamu bisa sesekali memakai dress resmi ke kantor, atau memakai rok span, tidak usah yang terlalu pendek. Aku akan perlihatkan beberapa model baju yang dapat kamu kenakan ke kantor," ujar Sandra.
Ia mengajak Anindya masuk ke ruangan khusus baju-baju yang ia miliki. Lagi-lagi, banyak baju-baju bagus yang dimiliki oleh Sandra yang membuat Anindya terpukau.
Pulang dari rumah Sandra, Anindya mencoba untuk mengubah penampilannya sedikit demi sedikit. Ia membongkar lemarinya dan mencoba memadu-madankan pakaian yang ia punya. Ia juga melihat sepatu yang ia punya. Lagi-lagi ia membantingkan sepatu yang ia punya dengan milik Sandra, juga tas dan baju, bahkan parfum yang ia punya tidak sebanding dengan yang dimiliki oleh Sandra.
Anindya mengirimkan foto baju, sepatu, tas, dan parfum yang ia miliki kepada Sandra. Aku hanya punya seperti ini, chat Anindya.
Tidak masalah, pelan-pelan kamu bisa membeli yang lebih bagus. Minggu depan kita pergi ke suatu tempat. Kamu bisa meminta izin menginap, balas Sandra.
*
Senin pagi, aktivitas kembali seperti biasa. Namun ada yang berbeda di pagi itu, ketika Anindya ingin berangkat kerja, Pak Setyo tak bisa berkata apa-apa melihat anak gadisnya.
"Ndy, kayaknya ada yang beda," ujar Pak Setyo.
"Apa, Pa?" tanya Anindya panik. Ia langsung mengambil HP dan membuka kamera depan untuk berkaca.
"Kamu beda saja hari ini. Lebih segar, dan cantik," ujar Pak Setyo.
"Papa, bikin panik saja, aku pamit dulu," ujar Anindya.
Aura kebahagiaan tampak terpancar dari wajah Anindya dengan penampilan barunya. Ia terus tersenyum sepanjang jalan menuju kantor. Sandra benar-benar membawa perubahan untuk Anindya. Pagi itu pula ia memposting sebuah foto pada sosial medianya. Banyak yang like dan mengomentari penampilan baru Anindya.
Ia tak menyangka perubahannya membawa dampak positif bagi dirinya sendiri. Ia juga perpikir tidak ada salahnya sesekali ia memberikan penghargaan kepada dirinya untuk kerja keras yang telah ia lakukan, sesekali sedikit boros rasanya tidak apa-apa.
*
Setelah penampilannya berubah banyak yang tertarik pada Anindya. Terkadang ada pula yang ingin mengajaknya keluar hanya sekedar minum teh saja. Ia yang awalnya ramah dan cenderung pemalu, berubah menjadi sosok yang ramah namun tegas. Ia hanya tidak ingin orang menganggapnya gampangan.
Anindya menceritakan apa yang terjadi setelah ia berubah kepada Sandra. Hal tu membuat Sandra senang, dan terus mendukungnya. Namun, tidak dengan kedua sahabatnya yang menganggap Anindya berubah menjadi orang lain. Hubungan mereka pun menjadi renggang saat ini.
Sandra berkata, jika sahabat-sahabatnya hanya tidak bisa seperti dia. Oleh karenanya mereka membicarakan Anindya dan tidak mendukungnya. Ia tidak marah kepada dua sahabatnya, jika ada kesempatan ia tetap akan jalan bersama dua sahabatnya tersebut. Untuk saat ini Sandra yang dapat mengerti dan memberikan pengaruh positif.
Sabtu ini mereka janjian pergi ke cafe ternama, dan terkenal sebagai cafe kelas atas. Dulu ia hanya bisa melewatinya saja, dan berpikir seribu kali untuk masuk ke cafe itu. Namun semenjak dengan Sandra, ia jadi tahu banyak hal, dan mengenal gaya hidup glamor.
*
"Anindya," panggil Sandra.
Sangat kebetulan mereka bertemu di tempat makan yang sama. Mereka sama sekali tidak janjian. Anindya sudah terbiasa makan siang sendirian, biasanya ia mengajak Sandra atau Vivi.
"Eh, Sandra. Kebetulan sekali bertemu di sini," balas Anindya.
"Iya, diajak bos besar makan di luar," ujar Sandra melirik ke arah managernya.
Anindya mengajak Sandra, dan manajer, juga salah seorang teman kantor Sandra bergabung. Ia berkenalan lagi dengan orang baru, kali ini Anindya terlihat lebih percaya diri untuk berbincang.
"Kamu bukannya sering ke kantor ya?" ujar Alan, manager Samdra.
"Benar, Pak," jawab Anindya.
"Sering mengurus keuangan untuk perusahaan property ternama itu, bukan?" tanya Alan.
"Benar, saya bekerja sebagai staf keuangan."
"Wah, kebetulan. Ada produk baru dari Bank kami, dengan siapa kira-kira saya bisa ngobrol, ya, dengan kamu bisa?" tanya Alan.
Anindya menjadi canggung membahas tentang pekerjaan, apalagi diminta untuk menghubungkan dengan bagian lain. Namun, ia juga ingin menambah banyak relasi. Anindya pun menyebutkan jika ingin menawarkan produk baru bisa dengan managernya. Tanpa basa-basi Alan meminta Anindya mengenalkannya kepada manager tersebut.
*