Bab 15 Malu Yang Tak Tersembunyi
Bab 15 Malu Yang Tak Tersembunyi
Anindya masih berusaha untuk menutupi perasaannya yang campur aduk. Ia masih terus menunduk, dan mencoba menenangkan diri. Rasanya ia ingin lari saja dari ruangan itu, namun ia tidak bisa.
Syahreza terdiam setelah banyak memberikan wejangan kepada Anindya. Ia seperti berpikir apa yang harus dilakukan kepada Anindya. Sebenarnya, Syahreza melihat potensi pada diri Anindya, namun sangat disayangkan harus seperti ini jadinya.
"Saya akan memberikan dua pilihan kepada kamu, mengakhiri hubungan di luar bisnis dengan klien kamu, atau mengurus surat pengunduran diri. Pilihan ada di tangan kamu, kamu paham?" Syahreza langsung ke point utama. Kali ini dia sudah tidak bisa berbasa-basi.
Anindya kaget, air matanya semakin ingin menetes. Apa yang ia pertimbangkan sedari tadi harus menjadi penentu karirnya di perusahaan ini. Anindya kembali mengepal tangannya erat, jantungnya juga berdegup kencang.
Sekarang bukan waktunya untuk memelas, karirnya sedang dipertaruhkan karena kesalahannya sendiri. Anindya mengangguk, ia menarik nafas panjang dan melihat ke arah bos besarnya. Apa yang telah ia perbuat harus dipertanggungjawabkan.
"Saya mengerti, Pak. Saya akan mengakhiri semuanya, dengan segala hormat, saya memohon maaf kepada bapak dan perusahaan jika apa yang saya lakukan dapat merugikan perusahaan. Terima kasih bapak telah menegur saya atas kesalahan saya ini." Anindya menatap dalam Syahreza dengan mata berkaca.
"Saya senang kamu bisa paham. Potensimu bukan hanya mencari klien dengan pesona fisikmu." Kata-kata yang sangat mengena di hati Anindya.
Anindya melihat wajah bosnya yang sama sekali tidak melihatnya dengan tatapan merendahkan. Bahkan ia tidak terlihat marah, apa yang ia katakan sedari tadi memang benar-benar perkataan nasihat untuk Anindya.
*
Setelah berada di ruangan Syahreza cukup lama, dan keheningan mulai datang, Syahreza pun melepaskan Anindya. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia mengangguk kepada Anindya, dan membiarkan gadis itu pergi. Kelegaan terasa pada diri Syahreza setelah banyak berbincang dengan Anindya.
Anindya keluar, dan menutup pintu dengan pelan. Ia menarik nafas dalam, dan memegang dadanya. Dengan perasaan begitu sedih, Anindya menuju ruangannya. Ia izin sakit, dan pulang cepat.
Sepanjang perjalanan pulang ia berpikir, sebenarnya siapa yang telah mengadu kepada bos besar? Kenapa mencampuri terlalu dalam urusan orang lain. Tapi sudahlah, yang terjadi sudah terjadi.
Anindya mengambil cuti beberapa hari. Ia merasa perlu menenangkan dirinya. Dion masih terus menghubunginya, namun kali ini Anindya memberikan jarak. Hubungan mereka tidak dekat dulu lagi.
"Kamu terlihat berbeda, ada apa?" tanya Dion memastikan.
"Tidak apa-apa. Sudahlah, aku tidak ingin diganggu." Anindya dengan tegas berkata kepada Dion.
Kali ini Anidnya dengan mudah menghindari Dion. Tak seperti sebelumnya, ia merasa membayar hutang kepada Dion. Anindya lebih baik kehilangan link dari pada harus kehilangan pekerjaan.
Dion mencari tahu terus, apa yang terjadi, dan apa yang Syahreza perbuat dengan Anindya. Seharusnya tidak semudah itu Anindya melepaskan Dion. Dengan perasaan bangga ia merasa Anindya masih membutuhkannya dan link bisnisnya.
Orang pertama yang Dion cari adalah Abel untuk mengetahui tentang Anindya. Namun kali ini Abel pun sulit untuk dihubungi. Mungkin membutuhkan waktu untuk mengetahui banyak tentang Anindya.
*
Setelah libur beberapa hari, Anindya akhirnya masuk ke kantor. Di ruangannya, ia terus mencari cara untuk mengembangkan potensi baru bagi perusahaan. Hari itu, ia hanya sibuk dengan laptop juga berkas yang ada.
Abel melihat Anindya dan mencoba menghampirinya. Mungkin saja, ada sesuatu yang bisa ia dapatkan untuk diberitahu kepada Dion, dengan kata lain, Abel adalah mata-mata Dion. Ia mengetok pintu, dan masuk.
"Jadi sibuk sekarang, tumben kamu ada di kantor?" tanya Abel.
"Memang biasanya saya di mana, Pak?" jawab Anindya.
"Saya jarang melihat kamu di kantor. Ya … mungkin saja kamu menemui klien." Abel melirik ke arah Anindya.
Anindya menarik nafas panjang. Ia yang sedari tadi membolak-balikan kertas menghentikan aktivitasnya, dan melihat ke arah Abel. Rasa kesalnya mulai timbul, namun ia berusaha untuk berbicara dengan sopan.
"Apakah ada yang ingin bapak tanyakan, atau sampaikan? Karena saat ini saya cukup sibuk," ujar Anindya.
"Tidak, hanya ingin memeriksa keadaanmu saja, setelah dipanggil oleh Bos Besar," ujar Abel.
Anindya menjadi curiga kepada Direktur Operasional ini, apa mungkin dia yang mengadu kepada bos besar? Karena selama ini ia terus memberitahukan tentang Anindya kepada Dion, tidak menutup kemungkinan ia juga juga berbicara kepada Syahreza.
Abel tahu dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari Anindya, ia juga membaca tingkah Anindya yang tidak senang dengan kehadirannya. Abel pun sedikit berbasa-basi, sampai akhirnya berpamitan. Anindya pun hanya diam saja, dengan tetap mengerjakan pekerjaanya.
*
Dion kembali menghubungi Anindya. Seperti biasa ia ingin memanjakan teman kencannya itu dengan makan malam di restoran mewah. Ia juga sudah menyiapkan kado spesial untuk menyenangkan hati Anindya.
Tidak seperti biasanya, Anindya tidak menjawab telepon dari Dion. Ia pun mencoba mengirimkan chat WhatsApp yang mana juga tidak mendapatkan jawaban. Dion semakin penasaran ada apa sebenarnya dengan Anindya.
Selang beberapa jam, Anindya pun membalas chat dari Dion. Padat, singkat, dan jelas itulah isi chat Anindya, tidak seperti chat pada hari-hari sebelumnya. Dion membaca ada yang salah dengan situasi saat ini.
‘Kamu tampak menghindar belakangan ini,’ chat Dion.
‘Tidak, aku hanya sedang lelah bekerja saja. Ada yang sedang kukerjakan,’ balas Anindya.
‘Kamu bisa beritahu aku, pasti akan kubantu.’
Anindya tidak membalas chat Dion lagi. Dion tidak menyerah, ia kembali menelepon Anindya. Kali ini, Anindya mengangkatnya namun dengan nada bicara yang sangat berbeda.
"Ada apa?" tanya Anindya.
"Ada yang salah denganmu," jawab Dion.
"Tidak ada, aku hanya lelah." Anindya kembali menegaskan kepada Dion.
Anindya menyudahi telepon, padahal Dion masih ingin berbicara. Ia merasa harus benar-benar mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Anindya tidak mungkin bersikap seperti ini kalau tidak ada apa-apa.
Dion kembali menghubungi Abel. Banyak hal yang ia tanyakan kepada temannya itu. Namun Abel masih berusaha menutupi, dan mematikan telepon dengan mudah. Dion pun berpikir lebih baik ia memberikan sogokan terlebih dahulu kepada Abel.
Dion benar-benar bingung, ia yang sudah terbiasa dengan kehadiran Anindya, merasa cukup kehilangan. Anindya juga tidak memberikan kejelasan sebenarnya apa yang terjadi. Dion terpaksa mencari informasi.
*
Dion mengajak Abel untuk makan siang bersama. Alasannya, ia ingin membahas proyek, dan memberitahukan jika Anindya seperti tidak ingin mengurusi proyek bersama Dion lagi. Dengan alasan ini, mau tidak mau Abel harus menemui Dion.
Sebelum bertemu dengan Dion, Abel mencoba berbicara kepada Anindya. Ia hanya ingin mengkonfirmasi terkait dengan proyek bersama Dion. Hubungan mereka hanya sebatas pekerjaan saja kali ini, dan tidak mengobrol banyak.
Abel melihat semua laporan pengerjaan proyek bersama Dion, dan semuanya tidak terjadi masalah. Abel pun mencium sesuatu hal yang mencurigakan. Namun ia tidak mau berprasangka buruk terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Dion.
Dengan membawa semua laporan, Abel bergegas menemui Dion. Ia sedikit kesal jika Dion mengatakan ada masalah dengan pengerjaan proyek. Untungnya Abel mengecek terlebih dahulu.
"Abel, apa kabar? Sudah susah dihubungi, ya," ujar Dion.
"Sedikit sibuk belakangan ini, bagaimana kabarmu?" ujar Abel ramah.
Walaupun kesal, Abel tetap harus menjaga sikapnya. Saat ini ia sedang berhadapan dengan klien, jika salah tindakan maka akan berdampak tidak baik. Perbincangan itu pun dimulai, semuanya di awali dengan percakapan bisnis.
Sampai akhirnya ia menanyakan tentang Anindya. Ia menceritakan jika banyak hal yang berubah dengan Anindya belakangan ini. Abel sudah menduganya jika pembahasan pada pertemuan ini bukan hanya terkait bisnis.
Abel menceritakan apa yang terjadi pada Anindya. Ia juga menceritakan tentang karir Anindya yang terancam karena hubungan mereka. Sekarang Dion tahu mengapa Anindya menghindari, bahkan menolaknya.
Kalau saja Anindya bercerita mungkin Dion akan mengerti. Dengan percaya diri, Dion berpikir, mungkin Anindya tidak ingin ia kecewa, padahal sama sekali bukan itu. Anindya hanya memikirkan karirnya yang diujung tanduk.
***