Bab 5 Kepulangan Mama dan Papa
Bab 5 Kepulangan Mama dan Papa
Waktu menunjukkan pukul 23.00, kedua orang tua Abian baru saja pulang dari kantornya. Perjalanan yang jauh dari kantor kedua orang tuanya menuju rumah. Sebelum pulang, kedua orang tua Abian mampir terlebih dahulu ke minimarket yang buka 24 jam. Mereka membeli bahan makanan dan roti-rotian untuk simpanan di rumah dan sarapan Abian setiap pagi.
Sesampainya di rumah, mama Abian menuju lantai dua untuk melihat Abian masih bangun atau sudah tertidur lelap. Mama Abian melepas sepatu tingginya agar disaat menaiki tangga tidak terdengar suara yang sangat bising.
Dengan perlahan Mama Abian membuka pintu kamar Abian dan melihat Abian sudah tertidur lelap dengan televisi yang masih menyala menerangi ruang kamarnya ditambah dengan lampu kamar yang masih hidup terang.
Sebelum mematikan televisi dan lampu kamar Abian, mama Abian menghampiri Abian yang sedang tertidur. Mama Abian duduk dipinggir tempat tidur Abian dan melihat anak laki-laki semata wayangnya yang tertidur lelap. Cukup lama mama Abian melihat Abian tertidur dan mengelus kepala Abian yang berada di atas bantal tidurnya.
Dengan lembut mama Abian mengelus kepala Abian hingga Abian terlihat seperti tersenyum kepada mamanya. "Maafkan kami berdua tidak bisa pulang dengan cepat melihatmu di rumah," ucap mama Abian dan masih tetap mengelus kepalanya.
Sesekali mama Abian memegang hangat pipi Abian dan sedikit mengelusnya. Lama berada di kamar Abian, papa Abian yang menunggu mamanya di lantai satu menaiki tangga menuju lantai dua untuk melihat istri dan anaknya.
Ketika sampai di depan kamar Abian, papa Abian hanya menunggunya di depan pintu kamar Abian melihat anak dan istrinya. Mama Abian yang mengetahui itu, ia beranjak dari tempat tidur Abian. Tak lupa mama Abian mencium kening Abian dan mengucapkan "Selamat tidur, anakku sayang," sambil mengelus untuk terakhir malam ini.
Mama Abian pun mematikan televisi yang sedari tadi menyala dan menuju ke arah suami yang telah menunggunya di depan pintu kamar. Sebelum menutup pintu kamar Abian, ia melihat dari kejauhan anaknya yang tertidur dan mematikan lampu. Ia bersama suaminya pun meninggalkan kamar Abian dan menuju lantai satu.
"Pa, kapan kita punya waktu dengan Abian?" tanya mama Abian di perjalanan menuruni tangga.
"Hem...." Papa Abian memikirkan.
"Minggu ini papa sibuk? Kerjaan kantor bagaimana?" tanya mama Abian.
"Lagi banyak kerjaan di kantor. Tapi, papa usahakan kita bisa liburan bertiga," ucap papa Abian.
"Kalau bisa, minggu ini kita sempatkan waktu bersama Abian. Lagi pula, setiap libur kita hanya di rumah saja tidak ada jalan-jalan bersama," ucap mama Abian memohon.
"Iya, nanti papa pikirkan," ucap papa Abian singkat.
Walaupun waktu sudah malam, mama Abian tidak lupa untuk tetap membersihkan diri dari kantor, begitu pula dengan papanya. Karena rumah mereka yang sudah di fasilitasi air hangat, tidak membuat orang tua Abian tidak membersihkan diri.
Sebelum tidur, mama Abian wajib menggunakan rangkaian perawatan wajah karena mengingat wajahnya yang tidak lagi muda dan sudah terlihat garis-garis kerutan di wajah. Papa Abian menunggunya di atas kasur dan menonton berita di televisi.
Terlalu sibuk bekerja dari pagi hingga malam, ia sempatkan waktu untuk melihat berita ditelevisi. "Semua tayangan di televisi tentang politik saja. Bosan papa mendengarnya," ucapnya dan mengganti siaran-siaran televisi.
Mama Abian yang sedang melakukan perawatan wajah di depan cermin rias hanya diam dan mendengarkan omongan suaminya. Melihat ekspresi suaminya dari cermin, ia berkata, "Ya, sudah, jangan dilihat lagi kalau tidak mau nonton berita yang begitu-begitu saja isinya. Mendingan lihat handphonenya saja. Lihat YouTube atau main permainan yang ada di handphone papa."
Belum sempat dijawab oleh papa Abian, mama Abian menyambung kembali, "Atau tidur saja. Istirahat duluan. Kerja pagi sampai malam tidak mungkin tidak capek. Pasti tubuh papa yang tidak lagi muda itu sudah meraung-raung tulang belakangnya," sambil tertawa.
"Cepat ma, kesini. Lama sekali perawatannya," ujar papa Abian tanpa menggubris perkataan istrinya sebelumnya.
"Sebentar lagi ya. Satu langkah lagi selesai," ucap istrinya.
Papa Abian hanya melihat dari belakang menunggu istrinya selesai melakukan perawatan wajah yang setiap malam rutin dilakukan. Istrinya menyadari itu dengan melihat cermin yang berada di depannya dan segera menyelesaikannya.
"Ada apa papa ini? Sangat jarang sekali, loh, papa merengek minta mama cepat selesai perawatan," tanya mama Abian dan beranjak pergi ke kasur.
"Sudah, sini. Samping papa," ucap papa Abian dengan mengisyaratkan tangannya untuk datang ke sampingnya. Mama Abian pun berbaring di samping suaminya itu dan lengan papa Abian terbuka lebar agar istrinya tidur di atas lengannya.
"Tidak biasanya, nih, papa begini. Pasti ada maunya kan?" tanya mama Abian kembali
"Hehe," papa Abian hanya tertawa.
Mereka berdua pun berpelukan melepas lelahnya berdua dari beratnya pekerjaan yang mereka lakukan hari itu. Tak lama, mama Abian memecahkan suasana dengan bertanya kepada suaminya, *Pa, apa Abian tidak sedih ya kita selalu tinggal dia sendiri? Harus selalu mandiri juga di rumah," tanya Mama Abian dengan tangannya di dada suaminya.
"Terkadang, papa juga berpikiran seperti itu. Namun pekerjaan kita tidak bisa ditinggal dan Abian pun baik-baik saja kita tinggal sendirian," balas papa Abian.
"Mama takut Abian semakin kita lama meninggalkan dia sendiri, dia semakin tidak terbuka dengan kita. Kita saja tidak tahu siapa teman-temannya, mau laki-laki ataupun perempuan, tugas sekolahnya, kegiatan sekolahnya karena kita tidak sering bersama hal-hal seperti ini kita sebagai orang tua tidak tahu pa," ucap mama Abian yang sedikit menjauh dari suaminya.
Suaminya pun menghadap kiri melihat istrinya yang sedikit cemas tentang anak semata wayangnya berkata, "Ya, sudah, besok pagi kita semua sarapan bersama di meja makan dan sedikit membahas tentang Abian, ya?"
"Baiklah. Bagaimana jika kita sesekali mengantarkan Abian ke sekolahnya?" tanya mama Abian.
"Papa sih tidak mempermasalahkan sebelum kita pergi bekerja mau mengantarkan Abian atau tidak. Tetapi balik lagi ke Abiannya. Dia sendiri mau tidak diantar oleh kita," balas suaminya.
"Benar juga ya, pa. Jika kita paksa yang ada kita pagi-pagi tidak akur dan diam-diaman."
"Ya, sudah, atur pengingat waktunya lebih cepat dari biasanya. Supaya kita bisa sarapan bersama di meja makan.".
Mama Abian mengambil jam yang berada di meja samping tempat tidurnya dan mengatur pengingat waktu lebih cepat. "Sudah mama atur ya. Besok papa harus bisa bangun. Papa suka sekali sudah berbunyi pengatur waktunya tetap saja tidur. Pokoknya kita sudah harus rapi di meja makan," ucap mama Abian mengakhiri pembicaraan yang paling serius diantara mereka berdua.
"Iya, iya. Ya sudah kita tidur. Sini mama dekat dengan papa dahulu, papa cium kening mama," balas papa Abian sebagai tanda perpisahan malam yang panjang.
Mama Abian pun menurutinya dan mereka pun saling mengucapkan selamat tidur. Mereka juga saling menghadap satu sama lain dengan memejamkan matanya bersama dan tidur saling berpelukan.
******
Di kamar Abian, tubuh Abian seakan tidak terkendali disaat tidur. Ia bermimpi buruk dalam tidurnya membuat tubuhnya ikut refleks bergerak kesana-kemari. "Tidak! Pergi jauh dariku," ucap Abian.
"Jangan! Jangan sentuh aku lagi. Pergi kamu!" ucap Abian.
Tidak tahan dengan mimpi buruk yang terjadi, sontak saja tubuh Abian langsung terbangun dari tempat tidurnya. Dengan nafas yang terengah-engah dan belum membuka matanya, namun ia sadar, tadi hanyalah mimpi buruk yang terjadi padanya.
Ia pun memegang kepalanya dengan posisi terduduk di atas tempat tidurnya. Ia membuka matanya dan melihat sekelilingnya dan dirinya sendiri. Sempat terpikirkan olehnya, "Seingatku, aku lupa mematikan lampu dan televisi karena ketiduran atau sudah aku matikan ya semuanya?" ucap Abian yang kebingungan.
Ia melihat jam dinding kamarnya, waktu menunjukkan pukul 02.00 pagi. "Pasti, papa dan mama sudah tidur," ucap Abian.
Setelah nafas tidak lagi terengah-engah, ia beranjak dari tempat tidurnya dan menuju ke lantai satu untuk mengambil minuman. Mimpi buruk membuatnya sangat haus. Semua ruangan terlihat gelap, namun tidak membuat Abian ketakutan untuk ke lantai satu rumahnya.
Saat ia di lantai satu, ia menuju kamar kedua orang tuanya sebelum ia mengambil minuman untuk dibawa ke kamarnya. Ia membuka pintu dengan sangat perlahan agar tidak terdengar suara yang membangunkan kedua orang tuanya.
Terlihat kamar kedua orang tuanya telah gelap dan Abian hanya melihatnya dari depan pintu kamar kedua orang tuanya. Ia takut, jika ia masuk nantinya akan membangunkan orang tuanya yang lelah bekerja. Setelah puas ia melihat kedua orang tuanya dari kejauhan, ia pun menutup pintu dan menjauhi kamar orang tuanya.
Bersambung