Bab 3 Di Rumah Berdua
Bab 3 Di Rumah Berdua
Perjalanan tidak cukup jauh hanya beberapa menit untuk sampai di rumah Calya. Di perjalanan, Abian membawa Calya dengan kecepatan yang sangat pelan. Membuat Calya menikmati indahnya matahari sore di kursi belakang. Namun, badan Calya yang begitu kecil membuat pandangannya tidak bisa mengarah ke depan karena tertutupi oleh tubuh Abian yang tinggi dan sedikit berisi. Sehingga Calya hanya bisa menikmati indahnya sore hari dari kiri dan kanan tubuhnya.
Saat sore hari, di pinggir jalan sudah terlihat banyak sekali para pedagang membuka tempat untuk berjualan. Mereka menyusun buah-buahan, sayur-sayuran maupun baju-baju bekas yang masih layak untuk dijual kembali demi menghidupi keluarganya. Mereka dapatkan itu semua dari petani-petani daerah di tempat tinggal mereka dan distributor baju.
Terlihat sangat ramai sekali para petani-petani mengantarkan sayuran dan buah-buahan hasil kebun mereka ke pasar yang disebut dengan pasar kaget. Disebut pasar kaget karena harganya yang membuat kita yang biasanya berbelanja di Mall merasa kaget. Oleh karena itu, disebut dengan pasar kaget.
“Calya...” panggil Abian.
Calya tidak menjawab panggilan Abian. Jarak duduk Calya yang jauh dengan Abian membuat Calya tidak mendengar suara Abian dan di sepanjang perjalanan angin yang berhembus sangat kencang.
Dengan kepala Abian yang sedikit mundur ke belakang, “Calya...” panggil Abian kembali.
Dengan kaget Calya menjawab, “Ah... Iya, kenapa?”
“Menikmati sekali ya di belakang,” canda Abian.
“Aku kalau di angkot juga begini kok. Menikmati pemandangan di samping jendela angkot. Kamu saja yang tidak tahu,” balas Calya.
“Kan aku tidak naik angkot, jadi tidak tahu kamu bagaimana disana.”
“Makanya, sesekali naik angkot dong. Biar kamu tahu aku di angkot bagaimana,” timpal Calya.
“Iya, iya. Lain kali aku naik angkot deh. Tapi, bareng kamu ya?”
“Naik sendiri sana. Tidak bosan apa sama aku terus?” ucap Calya sedikit meninggi.
“Emangnya kalau aku tidak sama kamu, kamu ada temannya?” tanya Abian.
“Yaa..... Tidak ada sih,” ucap Calya.
“Nah, makanya itu, aku temenin kamu.”
Calya hanya diam dan tidak menjawab kembali pertanyaan Abian. Mereka berdua pun akhirnya sama-sama terdiam. Hanya angin yang sangat kencang yang mengisi suara diantara jarak duduk mereka.
Akhirnya mereka berdua sampai di rumah Calya dengan selamat. Calya mengajak Abian untuk mampir sebentar saja di rumahnya. Abian menolak ajakan Calya untuk turun dari motornya. Namun, Calya memaksa Abian untuk mampir sebentar saja dan duduk di halaman rumahnya yang dipenuhi dengan tanaman-tanaman orang tuanya.
“Terima kasih, ya, sudah antar aku pulang. Ayo mampir dulu,” ucap Calya sambil turun dari motor Abian.
“Tidak usah, aku langsung pulang saja ya?” ucap Abian.
“Ayo mampir sebentar saja. Sebentar saja,” Calya memaksa Abian.
Abian akhirnya luluh dengan Calya yang memasang wajah memelas dan meminta agar ia mampir dan Abian pun turun dari motor yang ia kendarai. Ia memarkirkan motornya tepat di depan pagar rumah Calya.
“Dah. Sekarang apa?” tanya Abian.
“Jangan marah ya, Bian. Sebentar ya, duduk dulu disini, aku masuk dulu ganti baju dan ambilin kamu minum,” ucap Calya meminggalkan Abian sendiri di teras rumah.
Abian pun merehatkan dirinya di kursi. Dalam hatinya, “Ya, sudahlah tak apa aku disini sebentar saja. Mungkin Calya lagi butuh ditemani.” Sambil menunggu Calya, ia memejamkan matanya untuk sekejap saja.
“Mandi dulu ah, biarkan Abian istirahat dulu. Pasti lelah,” ucap Calya.
Tanpa berpikir panjang, ia pun membersihkan dirinya dari debu-debu kendaraan yang berterbangan di jalan raya. Setengah jam berada di kamar mandi membuatnya lupa Abian sedang menunggu di halaman depan. Calya pun terburu-buru membersihkan sisa-sisa sabun yang menempel di tubuh dan kepalanya.
“Aduh, kelupaan aku, Abian masih ada di depan. Inilah keasyikan mandi,” ucap Calya yang terburu-buru.
Setelah semuanya selesai, Calya pun langsung menghampiri Abian. Tak disangka ternyata Abian telah tertidur pulas di depan rumahnya. Calya tak tega ingin membangunkannya namun Abian tertidur di kursi halaman rumahnya. Namun, Calya teringat kejahilan yang sering dilakukan oleh Abian. Calya pun menemukan ide untuk membangunkan Abian.
“Ah, aku kejutkan sajalah dia. Ini saatnya pembalasanku, haha,” ucap Calya dengan raut wajah ingin membalas dendamnya. Dengan tertawa tanpa suara, Calya mengambil nafas dalam-dalam untuk mempersiapkan diri mengagetkan Abian.
Calya menghitung dalam hati, “1... 2.... 3..... Abian!!!!!!!!!” kejut Calya ke Abian.
“Ah.....” teriak Abian sambil membuka matanya secara mendadak. Tubuh Abian langsung tergerak seperti berdiri mendengar Calya teriak di sampingnya. “Calya, jangan kagetin aku dong!” ujar Abian sambil mengelus dadanya yang bidang.
“Gitu saja marah. Biasanya juga kamu suka jahilin aku,” ujar Calya dengan raut wajah yang sedih.
”Iya, iya. Maaf ya. Habisan aku kaget banget. Padahal tadinya aku hanya ingin mmejamkan mata saja. Tak tahunya aku ketiduran, hehe,” ujar Abian sambil menggaruk kepalanya.
"Sudah kemana aja perginya roh itu?" ucap Calya tertawa.
"Sudah jauh sekali. Seneng sekali ya..." ucap Abian sambil mencubit pipi Calya.
"Ih... Sakit. Kamu kasar ya sekarang," ujar Calya sambil memegang pipinya yang dicubit oleh Abian.
"Tidak ada makanan ya untuk tamunya? Aku lapar sekali, nih," celah Abian dengan mengelus-ngelus perutnya.
"Untuk Abian tidak ada," jawab Calya singkat.
"Ya, sudah. Aku pulang saja ya kalau begitu?" ucap Abian cemberut.
"Jadi mau pulang?" tanya Calya kembali.
"Iya. Aku dibiarkan lapar sama Calya," jawab Abian singkat.
"Cie, marah. Jangan marah terus, nanti cepat tua. Iya, iya, aku ambilkan sebentar ke belakang ya makanannya," ucap Calya tersenyum dan beranjak menuju ke dapur.
"Nah gitu," balas Abian dengan senyuman.
Calya pun mengambilkan makanan untuk Abian di dapur. Di rumah Calya jarang sekali ada orang yang berkunjung ke rumahnya, sehingga tidak ada makanan ringan yang tersedia di ruang tamu. Padahal maksud dari candaan Abian ialah makanan ringan. Namun, karena tidak adanya di meja, Calya berinisiatif memberikan makanan berat yang masih tersisa di dapurnya.
Setelah Calya mengambil makanan untuk Abian, ia kembali menuju ke teras halaman rumahnya. "Ini," ujar Calya dengan menyodorkan piring yang penuh dengan nasi, lauk beserta sayur.
Abian yang kaget melihat banyaknya makanan yang diberikan Calya berkata, "Aku pikir kamu masuk hanya mengambilkan aku makanan ringan. Ternyata kamu ambil nasi untuk aku sebanyak ini."
"Di rumah ku jarang ada tamu, jadi makanan ringan jarang ada. Ini, ambil makanannya," timpal Calya.
"Ya, sudah. Terima kasih ya, tak apa, pulang aku ke rumah langsung kenyang," ucap Abian menyambut makanan dari tangan Calya.
Abian pun makan dengan lahap di depan Calya. Calya hanya melihat Abian makan. Sembari menunggu Abian selesai makan, ia melihat handphonenya. Membuka-buka aplikasi yang ada di dalamnya tuk menghilangkan rasa bosannya. Sesekali ia melihat Abian dan berkata, "Lapar pak?"
"Hehe, iya, nih," ucap Abian singkat.
"Padahal siang tadi beli makannya banyak sekali. Hilang kemana tuh makanan dalam perut kamu?"
"Iya, perutku perut karet. Makanya masih muat. Melebar ususku," canda Abian.
Calya hanya tersenyum-senyum di depan Abian yang sedang menghabiskan makanan di tangannya. Hampir saja terlupa untuk Abian, Calya mengambilkan minuman untuk Abian dan meletakkannya di meja di tengah-tengah mereka berdua. Tak butuh waktu yang lama Abian menghabiskan makanan tersebut.
"Harghhh...." sendawa Abian yang tak mampu Abian tahan dengan suara yang sangat keras.
"Jorok sekali kamu," timpal Calya.
"Kenikmatan setelah makan loh, Calya. Di belakangku padahal kamu gini juga kan?" tanya Abian kembali.
"Tidak kok. Tidak," Calya menutupi.
"Ah, kamu. Tidak mau mengakui di depan aku," ujar Abian.
Calya hanya terdiam dan menatap Abian saja. Dipikiran Calya, Abian tak perlu tanya lagi jawabannya, karena sudah pasti semua orang akan begitu habis makan. "Makan sudah. Tidur sebentar sudah. Mau pulang?" tanya Calya.
"Lah, kamu ngusir aku? Kamu marah sama aku ya?" tanya Abian kembali.
"Ti.... Tidak begitu. Sudah mau Maghrib loh. Yakin masih mau disini?" tanya Calya memastikan.
"Sebentar lagi deh. Aku masih ingin lihat-lihat tanaman disini karena di rumahku tidak ada tanaman-tanaman hias," ujar Abian.
Belum Calya menjawab, Abian berkata kembali, "Yang tanam tanaman hias begini siapa, Cal?"
"Mamaku senang sekali dengan tumbuh-tumbuhan. Jadi semua ini mamaku yang tanam. Kalau hari libur, mamaku terkadang mengajakku ikut mencari tanaman dan memindahkannya ke pot gini, supaya cantik dan rapi," ucap Calya.
"Oh, begitu," ucap Abian mengakhiri percakapannya.
"Mama kamu di rumah kalau liburan ngapain aja? Lagi banyak loh ibu-ibu suka dengan tanaman. Seperti tetanggaku sebelah sana, baru beberapa minggu ini sering sekali mengajak mamaku pergi mencari tanaman," ucap Calya sambil menunjuk rumah tetangganya yang serong kanan rumahnya.
.
Bersambung....