BAB 4
Zee manarik nafas dan lalu membuka pintu secara perlahan. Zee menatap ruangan berdominasi warna putih, ruangan itu tertata rapi, dan ia melihat sebuah lukisan wanita bali berukuran besar yang menggantung di dinding. Zee menutup pintu kembali, dan masuk ke dalam.
Zee memandang laki-laki bertubuh bidang itu sedang berdiri. Laki-laki itu menoleh ke arahnya, seakan tahu bahwa dirinya lah wanita yang di tunggu. Iris mata saling berpandangan sama lain. Zee berusaha tenang, ia memperhatikan wajah laki-laki itu, dia memiliki rahang kokoh, mata tajam dan alis tebal. Wajah itu tanpa senyum, Zee menelan ludah, menahan gugup. Ia pikir direktur yang di milikinya memiliki tubuh pendek, bertubuh gemuk, dan berkumis, ternyata semua luar ekspetasinya. Nyatanya laki-laki itu begitu tampan,
"Masuk lah," ucapnya tenang.
Zee mengikuti intruksi dan lalu duduk di kursi kosong, tepat di hadapan laki-laki itu.
Erik memperhatikan wanita itu, ada beberapa alasan kenapa ia memilih sekretaris dari luar daerah. Karena biasa karyawan perantau lebih giat bekerja dari pada di sini. Tentu saja harus memenuhi kualifikasi sebagai sekeretaris.
"Kamu Zeze Mahendra,” ucapnya, membaca profil di dalam map.
"Iya pak,"
Erik memperhatikan wanita di hadapannya. Wanita itu sama saja seperti sekretaris sebelumnya. Berpenampilan menarik, make up tidak berlebihan, dan memiliki tubuh ideal.
“Sudah diberitahu sebelumnya, bahwa kamu di sini sebagai sekretaris,”
“Sudah pak,”
"Kamu sudah berpengalaman menjadi sekretaris sebelumnya?,’
“Belum, basic saya sebelumnya adalah accounting, karena sarjana ekonomi, tapi tidak menutup kemungkinan saya bisa, menjadi seorang sekretaris," ucap Zee.
“Coba jelaskan kepada saya sekretaris itu seperti apa, saya ingin tahu cara pandang kamu tentang seorang sekretaris,” ucap Erik, ia ingin tahu bahwa calon sekretarsinya itu cerdas atau tidak.
Zee tidak menyangka bahwa laki-laki di hadapannya ini bertanya seperti itu kepadanya. Jika ia tahu pertanyaan ini ada, maka ia akan menyonteknya di google saja. Oh Tuhan, kenapa ia tidak bisa berpikir jernih,
“Menurut saya, sekretaris itu adalah seorang administrasi yang bersifat asisten. Maaf itu saja yang saya tahu, itu juga karena saya membaca novel romance yang saya baca. Jika secara spesifikasi saya belum paham,”
“Tapi yang saya ketahui bahwa seorang sekretaris citra perusahaan, karena dialah orang yang di beri tangan kanan dan kepercayaan langsung oleh perusahaan,” ucap Zee lagi.
Erika yang mendengar itu lalu tersenyum, ternyata wanita di hadapannya ini cukup cerdas. I kembali melirik wanita bernama Zeze itu.
“Bapak tenang saja, saya orang yang mengerti tentang pembukuan, accounting, mampu berbicara bahasa Inggris dan saya sudah biasa berbicara di depan publik,”
“Saya pikir kamu cerdas, penjelasan kamu juga begitu lugas dan kamu memang cocok menjadi sekretaris saya. Tidak salah Melinda mempromosikanmu menjadi sekretaris,”
Zee menarik nafas, mencoba tenang tidak terbawa emosi atas penuturan bos barunya ini, cara bicaranya laki-laki itu penuh kuasa atas dirinya, "jadi, apa yang harus saya lakukan. Saya tidak pernah sedikitpun berpengalaman menjadi sekretaris. Saya harap bapak memaklumi, jika saya ada kesalahan dalam bekerja nanti, dan apa saja Job description yang harus saya kerjakan" ucap Zee mencoba profesional dan pasrah menghadapi kenyataan.
"Oke, saya harap kamu bisa bekerja dengan baik, Job description kamu ada di meja, ruangan kamu disebelah sana" lalui menunjuk kerah pintu di dekat ruanganya.
"Ikut saya, saya bisa tunjukin ruangan kamu" lalu berdiri dan melangkah mendekat ke arah pintu dibukanya pintu itu, dan tidak lupa ia menghidupkan lampu ruangan. Zee mengikutinya dari belakang, melangkah masuk kedalam ruangan.
"Disini ruangan kamu, bekerjalah dengan baik. Jika tidak mengerti Job description yang telah dilampirkan, kamu bisa menannyakan kepada saya".
"Baik pak".
****
Zee mulai mempelajari bagaimana menjadi sekretaris, ada beberapa point yang menurutnya bukan tugas sekretaris sesungguhnya, misalnya saja point 8 Setiap pagi menyiapkan kopi tanpa gula, dan roti. Selanjutnya point ke 11, menyiapkan pakaian sebelum meeting, dan point ke 12 harus siap kapan pun, walau keadaan mendesak. Sebenarnya itu bukan tugasnya, tugas seperti itu lebih mirip ke asisten pribadi. Zee meletakkan berkas itu ke dalam laci. Sebenarnya ruangan seperti ini jauh lebih baik dari pada ruangan accountingnya dulu. Entahlah kenapa ia lebih menyukai suasana ruangan accounting yang berantakkan, selalu sibuk dengan kwitansi, suara ribut mesin printer, dan bisa bergosip ria dengan karyawan lainnya. Dan disini sangat jauh berbeda, disini begitu hening, seperti tanpa kehidupan.
Zee terdiam sejenak, mulai mempelajari satu persatu surat, memo, dan propasal. Zee tenggelam dalam pikiraanya. Menjadi sekretaris tidak begitu memusingkan hanya mempelajari surat, memo, kontrak, dsb. Jika dibandingkan dengan accounting yang di tatap setiap hari adalah angka-angka dan jumlah nominal uang yang diterima. Jika selisih, ia harus mencari satu per satu angka itu agar mencapai hasil yang valid, jika tidak resiko yang diambil adalah mengganti uang tersebut.
"Zee" panggil Erik.
"Zee zee" panggilnya lagi.
Zee tersadar, dan dengan cepat berjalan keruangan Erik.
"Bapak panggil saya?" Tanya Zee.
"Iya".
Zee lalu duduk di kursi "ada apa pak?".
"Kamu sudah jelas Job description yang saya lampirkan".
"Sudah pak".
"Ada yang kamu kurang mengerti?".
"Saat ini saya masih mempelajarinya pak".
"Kalau tidak mengerti tanyakan kepada saya, besok kamu kerja seperti biasa, masuk jam 8 pagi ".
"Iya pak".
"Jangan sampai terlambat" ucapnya lagi .