Bab 8 Curhat Pada Sahabat
Bab 8 Curhat Pada Sahabat
Sebuah taksi memasuki areal sebuah mall perbelanjaan yang cukup terkenal. Di waktu pagi yang masih sangat terlalu pagi ini untuk berjalan ke mall memang membuat siapapun yang memasuki mall pada jam seperti ini merasa seperti pemilik mall.
Di mana banyak stand di dalam mall yang masih tertutup hanya beberapa stand makanan dan karyawan yang sibuk dengan pekerjaannya. Gadis ini melakukannya dan berkeliling mall yang masih sangat sepi. Jam tangannya masih menunjukkan waktu pukul 9 pagi.
Gadis ini memberhentikan langkahnya di depan cafe yang berada di dalam mall. Gadis ini pun memutuskan untuk masuk dan membeli sesuatu untuk dirinya. Gadis ini pun melangkah menuju tempat memesan.
Seorang pelayan menyapanya dan menanyakan tentang pesanan. Gadis ini melihat menu sebentar untuk menentukan pilihannya. Gadis ini pun melihat pelayan yang siap menerima pesanannya sambil tersenyum tipis sebentar.
“Mbak, satu es americano ya,” pesannya pada pelayan yang berada ditempat pemesanan. Gadis ini terlihat tidak acuh dengan tatapan aneh pelayan yang melihatnya memesan es di pagi hari bahkan di kafe yang baru saja buka.
“Ada tambahan Mbak?” tanya pelayan itu. Gadis ini menggelengkan kepalanya pelan.
“Sudah, Mbak itu aja,” jawab gadis ini singkat.
“Atas nama siap Mbak?”
“Naura, Mbak,”
“Satu es americano jadi 15 ribu Mbak,” kata pelayan itu. Naura pun mengeluarkan dompetnya dan memberikan uang pas pada pelayan tersebut. Pelayan itu menerima dan mengurus pesanannya.
“Ditunggu dulu ya Mbak,” kata pelayan itu. Naura pun melangkah menuju kursi yang tersedia dan menunggu untuk menerima pesanannya. Saat baru saja duduk terlihat seorang cowok baru masuk ke dalam cafe dengan tergesa-gesa. Wajah familiar dari cowok itu membuat gadis ini berpikir.
‘Mario kah?’ batin Naura. Dengan mengangkat bahunya sejenak membuatnya bersikap bodoh amat kembali. Gadis ini mengeluarkan hpnya dari dalam sakunya. Tak lama dari waktu dia memainkan hpnya sebuah suara membuat gadis ini mencari sumber suara itu.
“Mario, apa yang kau lakukan disini?” Suara yang membuat gadis ini mengalihkan pandangannya. Dilihatnya pelayan yang tadi menerima pesanannya sedang dipeluk oleh cowok yang dilihatnya beberapa saat tadi memasuki cafe.
“Aku merindukanmu,” jawab Mario terdengar jelas.
“Mario lepaskan, aku sedang bekerja. Itu ada pelanggan. Aku malu tau,” kata pelayan itu. Naura bersikap bodoh amat dengan apa yang ada di meja kasir. Naura sudah mengalihkan perhatiannya sejak Mario mulai mengatakan rindu.
Hati Naura mengutuk pernah memuji pria itu yang ternyata sudah menjadi miliki orang lain. Tidak sepantasnya dia memuja milik orang lain hingga ingin memilikinya. Hatinya pun tidak boleh terjatuh dengan pesonanya lagi.
“Aish, aku harus mengalah dengan pelanggan lagi?” kesal Mario yang terdengar jelas lagi.
‘Jadi bener dia Mario?’ batin Naura sambil mengalihkan pandangannya dan terus memainkan hp yang ada di tangannya. Tak lama namanya dipanggil oleh pelayan yang menandakan bahwa pesanannya telah siap. Gadis ini menengadahkan kepalanya melihat ke arah pelayan itu, namun sudah tak terlihat cowok tadi. Dia pun melangkah mendekati pelayan itu.
“Ini Mbak, maaf membuat menunggu agak lama dari seharusnya,” kata pelayan itu sambil memberikan pesanan Naura. Bukannya menjawab Naura hanya mengambil pesanannya dan tersenyum lalu pergi dari cafe itu. Tak lupa dilihatnya name tag yang ada di baju pelayan itu karena penasaran.
***
Matahari telah berada tepat di atas kepala di mana menandakan bahwa telah mencapai tengah hari. Naura telah merasakan bosan sedari tadi berada di mall. Dia mengeluarkan hpnya dan menelpon seseorang yang saat ini ada di pikirannya.
“Halo, lo ada di mana?”
“Gue ke rumah lo sekarang. Gue otw dari mal,”
“Hem tungguin bentar,”
Naura pun mematikan sambungannya dan melangkah keluar dari mal. Naura menghentikan sebuah taksi yang lewat di depan mal. Gadis ini pun segera masuk dan memberitahukan alamat yang akan dituju kepada supir taksi tersebut. Tak membutuhkan waktu lama, taksi yang ditumpanginya pun telah berhenti di depan sebuah rumah yang menjadi tujuannya.
“Mang, Agninya ada kan?” tanya Naura pada pria paruh baya yang sedang memangkas dahan tumbuhan yang berada di halaman rumah ini.
“Eh, Non Ara. Ada kok Non. Masuk Non,” jawab pria paruh baya itu yang langsung membukakan pagar untuk gadis ini. Gadis ini pun masuk dan menunggu di ruang tamu hingga seorang gadis datang dari arah berlawanan dan menyapanya.
“Ngapain lo nunggu di sini, langsung aja ke kamar gue aja kali,” kata Agni.
“Ag, gue banyak pikiran nih,” keluh Naura.
“Ya udah yuk ke kamar gue aja, biar leluasa lo ceritanya,” ajak Agni. Gadis ini hanya menganggukkan kepalanya dan mengikuti Agni menuju kamarnya.
“Jadi lo kenapa?” tanya Agni sesampainya di kamarnya dan duduk berdua di atas tempat tidur Agni.
“Gue gak tau apa yang ada di otak orang tua gue. Hari ini mereka sungguh tak terduga banget, gue aja gak pernah berpikir bahwa mereka bisa ngomong gitu ke gue Ag,” kata Naura.
“Bentar deh Ra, emang orang tua lo ngomong apa?” tanya Agni pada gadis ini.
“Aduh Agni, makanya dengarkan dulu dong kalau Ara mau ngomong,” kesal Naura.
“Oke kepada Ananda Nauralify, silahkan untuk dilanjutkan,” serah Agni pada temannya itu. Naura pun melanjutkan ceritanya. Berbagai reaksi dari Agni tercetak di wajahnya.
“Jadi intinya, lo bakalan di jodohin nih Ra? Sama teman orang tua lo yang lo juga gak tau orangnya gitu?” tanya Agni memastikan. Naura memutar bola matanya kesal mendengar respons Agni.
“Anaknya Ag, ya kali sama teman orang tua gue. Makin nolak lah gue kalo sama om-om tuwir,” jawab Naura. Agni merutuki ucapannya yang justru membuat Naura semakin kesal.
“Iya itu maksud gue. Anaknya,” ralat Agni. Naura langsung menganggukkan kepalanya. “Lo ke sini cerita aja atau butuh solusi nih?” tanya Agni.
“Kalau lo mau kasih solusi gue akan pertimbangkan Ag. Gue udah gak tahu lagi harus kasih jawaban apa sama orang tua gue,” pasrah Naura.
“Oke Ra, kalau menurut gue nih ya. Gue juga tau kalau lo pasti merasa kecewa banget karena orang tua lo tiba-tiba aja ngomong gitu ke lo. Tapi Ra, mereka kan juga terikat janji Ra. Lo tau kan janji itu hutang Ra. Kalau saran dari gue mending lo turuti dulu kemauan orang tua lo. Kalau emang gak cocok lo tinggal ngomong lagi ke mereka. Gue yakin mereka gak akan maksain lo untuk dan harus nikah sama cowok itu Ra. Ngerti ‘kan maksud gue?” ujar Agni.
“Iya gue ngerti. Gue juga tadinya mikir begitu, bahkan Papa sebelum gue cabut juga ngomong gitu,” jawab Naura.
“Yaudah lo ikutin aja dulu ya Ra, siapa tau setampan para oppa,” kata Agni yang langsung diberi anggukan oleh Naura.
“Gue mau nelpon kakak gue dulu ya. Gue suruh ngabarin jadwal wisudanya,” ucap Naura pada Agni.
Naura pun mengambil hpnya dan menghubungi kakaknya dan memberi kabar tentang pelakasanaan wisudanya juga menanyakan apakah kakaknya akan datang atau tidak. Setelah melakukan panggilan dan menerima jawaban dari kakaknya, Naura kembali menaruh hpnya dan merebahkan dirinya di tempat tidur tepat di samping Agni.
“Gue disini dulu ya. Gue merasa bersalah kabur gitu aja dari orang tua gue,” kata Naura.
“Santai gue juga gak ada kegiatan kalo gak ada lo. Kalo lo mau tidur, tidur aja. Kayak biasa aja jangan sungkan” sahut Agni. Mereka berdua pun memilih untuk tidur siang menghilangkan beban yang berada di kepalanya untuk sejenak.
**