Bab 7 Rencana Perjodohan
Bab 7 Rencana Perjodohan
Waktu terus berlalu dengan cepat. Tanpa terasa sebulan telah bergulir. Kini hari yang sangat ditunggu oleh para mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Tunas Bangsa akan tiba. Begitu juga dengan Naura, gadis ini menunggu hari di mana dia akan dinyatakan sebagai sarjana dan telah lepas dari studi yang empat tahun ini sangat berkontribusi dalam kepeningan kepalanya.
Sebulan juga dilalui Naura untuk mencari pekerjaan, meskipun Pak Ilham memaksa untuk dirinya bekerja di perusahaan keluarganya, namun tekad Naura masih besar dan tak ingin mendapat sesuatu yang instan. Saat ini Naura berada di meja makan bersama kedua orangtuanya.
“Jadi kapan kamu wisudanya Sayang? Gak mundur kan dari jadwalnya?” tanya Pak Ilham.
“Minggu depan Pa, enggak mundur InsyaAllah kan juga udah mepet, Pa. Papa sama Mama datangkan?” jawab dan tanya Naura.
“Iya dong Sayang. Kamu ingetin Kakak kamu juga. Siapa tau kakak kamu jadi ikut datang,” pesan Bu Rani.
“Iya, kakak kamu udah pasti bakal meluangkan waktu buat kamu Sayang. Coba ingatkan lagi ya Sayang,” lanjut Pak Ilham.
“Iya Ma, Pa. Nanti Ara bakalan telpon Kakak,” sahut Naura.
“Oh ya Sayang, Mama boleh tanya gak?” tanya Bu Rani secara tiba-tiba membuat Naura menatap heran.
“Tanya apa ma? Langsung tanya aja Ma,” jawab Naura.
“Kamu udah punya pacar Sayang?” tanya Bu Rani membuat Naura yang sedang makan langsung tersedak. Naura terkejut dengan pertanyaan Mamanya yang sangat tiba-tiba menurutnya.
“Ma, nanti aja. Biarkan Ara makan dulu. Minum dulu Sayang,” kata Pak Ilham sambil menyodorkan gelas di hadapan Naura. Naura menerima dan langsung menegaknya. Untungnya lagi, itu adalah suapan terakhirnya, sehingga tidak akan ada makan tersisa jika Mamanya mulai membahas hal yang sangat tak diinginkan.
“Makasih Pa. Udah habis juga kok Pa,” sahut Naura. “Oh ya Ma, kenapa Mama tiba-tiba tanya kaya gitu Ma?” lanjut Naura.
“Kamu ingat Tante Kalista kan? Yang bilang Mama punya kontrak sama dia? Kamu ingat?” tanya Bu Rani yang makin membuat Naura penasaran akan arah dari percakapan ini.
“Iya Ara inget. Mama gak akan bilang kalau kontrak yang dimaksud adalah jodohkan Ara ‘kan Ma?” jawab dan tanya Naura.
“Sayangnya kamu benar, Sayang. Mama sama Tante Kalista udah janji kalau anak kami bisa di pasangkan, kami akan menjodohkannya. Tapi, kalau memang anak kami sama-sama cewek atau cowok, kita akan batalkan janji itu. Tapi setelah kamu lahir Tante Kalista menghubungi Mama lagi sembari mengucapkan selamat dan mengingatkan janji itu, Sayang. Kamu mau kan?” tanya Bu Rani.
“Ma, ayolah. Ara sudah sangat mengerti diri Ara ma. Emang Ara masih belum punya pacar, Ma. Tapi kan gak harus juga Mama jodohkan kaya gini, Ma. Ini bukan lagi zaman Siti Nurbaya Ma yang masih harus dijodohkan seperti ini. Mama sayang teman Mama tapi Mama gak sayang sama Ara ma?” jawab Naura panjang.
“Masalahnya yang janji bukan hanya Mama kamu sayang. Papa juga janji ke suami Tante Kalista yang juga sahabat Papa dari zaman orok, Sayang. Kamu memang gak pernah ketemu mereka karena mereka baru dua tahun balik lagi ke sini sayang dan emang sibuk sama bisnis mereka, begitu juga Mama dan Papa. Jadi kami masih belum bisa mempertemukan kamu sama mereka,” ucap Pak Ilham membuat Naura terdiam.
“Papa minta kamu jangan hanya marah sama mama. Papa tau, Mama sama Papa salah. Tapi janji itu terucap begitu saja saat kami masih muda, Sayang. Dan juga ‘kan gak ada salahnya Sayang kalau kamu ketemu dulu sama mereka, Sayang. Siapa tau kamu suka sama anak mereka. Kamu mau kan Sayang ketemu mereka dulu?” pinta Pak Ilham pada Naura.
Mendengar penjelasan Sang Papa membuat Naura tak bisa berkata-kata lagi. Memang selama ini dia tumbuh tanpa mengerti teman maupun sahabat lama Papa dan Mamanya. Dia hanya mendengar kisah kebersamaan mereka dari cerita Mama maupun Papanya.
“Ara pikirkan dulu, Ma, Pa. Ara mau keluar sama Agni dan yang lain mau menyiapkan yang dibutuhkan buat wisuda,” kata Naura yang langsung berlalu dari hadapan kedua orang tuanya menuju kamarnya dan mengganti pakaiannya lalu segera bergegas meninggalkan rumahnya.
Melihat Naura yang meninggalkan rumah pagi sekali dengan alasan menyiapkan perlengkapan wisudanya membuat Bu Rani dan Pak Ilham mengerti bahwa Naura ingin menghindari kedua orang tuanya untuk kali ini.
Mamanya terus menatap ke arah ruang keluarga yang terhubung langsung dengan ruang tamu dan pintu masuk utama, berharap Naura kembali. Melihat istrinya yang terlihat khawatir membuat Pak Ilham menghela napasnya perlahan.
“Biarin Ara memikirkannya Ma, tapi Papa minta Mama jangan terlalu memaksanya. Jika Ara memang mau melakukannya dari hatinya, itu juga akan semakin mudah Ma. Cinta kan bisa datang seiring kebersamaan mereka,” kata Pak Ilham yang mencoba untuk menenangkan istrinya. Bu Rani pun menganggukkan kepalanya.
***
Di sisi lain, keluarga ini juga sedang berkumpul di ruang keluarga. Putra satu-satunya dari keluarga ini pun berada diantara kedua orangtuanya katanya memiliki sesuatu untuk dibicarakan. Keadaan yang tak biasa, kedua orang tuanya melarang untuk langsung berangkat kerja. Cowok ini telah siap dengan kemeja dan dasi sangat rapi.
“Ma, Pa, mau ngomong apa sih? Ini Mario udah harus ke kantor. Bentar lagi ada meeting ma” tanya cowok itu yang tak lain adalah Mario.
“Em, Yo. Kamu jangan tersinggung ya. Ini soal hubungan kamu sama Alyssa. Mama gak setuju kamu sama Alyssa-” ucap Mama Mario -Bu Kalista- yang terpotong langsung dengan ucapan Mario.
“Maksud Mama?” heran Mario yang langsung memotong perkataan Bu Kalista.
“Mario dengarkan Mama kamu dulu,” sahut Papa Mario -Pak Rangga- yang juga berada di samping anaknya.
“Mama sama Papa gak setuju kamu sama Alyssa bukan karena Alyssa tidak baik atau bagaimana sayang, Mama sudah pernah cerita ‘kan ke kamu bahwa Mama pernah berjanji bersama sahabat Mama untuk menjodohkan anak kami. Dan janji itu jadi hutang buat kami, Sayang. Lagian Mama merasa kurang cocok dengan Alyssa, Sayang. Kamu bisa mengerti Mama kan?” jelas Bu Kalista sambil memegang tangan anaknya.
“Mama tanya Mario bisa mengerti Mama atau enggak? Enggak Ma, sama sekali Mario gak bisa ngerti Mama,” jawab Mario dengan tegas dan tanpa keraguan.
“Itu janji sangat lama Ma, mungkin mereka juga akan lupa dengan janji itu Ma. Tapi, kenapa Mama harus menjodohkan Mario. Mario sudah punya Alyssa dan Mario sangat mencintai Alyssa, Ma. Bukankah ini sangat keterlaluan, Ma? Membuat Mario terlihat seperti anak durhaka jika Mario tidak menuruti keinginan orang tua Mario. Tapi, Mario tidak bisa meninggalkan Alyssa.” Perkataannya terjeda dan melihat kedua orang tuanya bergantian.
“Dia hanya memiliki Mario saat ini Ma, sudah lama Mario bersama dengan Alyssa, apa Mama tega membiarkan gadis baik seperti Alyssa hidup sebatang kara Ma? Mario telah janji akan menikahi Alyssa Ma. Bisakah Mama juga mengerti Mario Ma?” balas Mario.
“Mario, kamu memang telah mengenal dan berhubungan lama dengan Alyssa. Tapi, Papa yakin kamu masih belum mengenal Alyssa sepenuhnya. Haruskah kamu menjanjikan pernikahan pada gadis itu sebelum kamu mengenalnya dengan benar? Lagian kami telah mengenal keluarga Tante Rani dan Om Ilham dengan baik yo. Bukankah kamu juga harus memikirkan latar belakang dan semuanya untuk menyempurnakan masa depanmu Yo?” kata Pak Rangga.
“Jadi inti dari pembicaraan kita hari ini, Mario harus melepaskan Alyssa demi masa depan Mario? Alyssa gak punya masa depan karena latar belakangnya yang masih terlihat abu-abu meskipun kita telah mengenalnya lama?” ujar Mario menarik kesimpulan. Pak Rangga dan Bu Kalista terdiam.
“Oke Ma, Mama lakukan apa yang Mama mau dan Mario juga akan melakukan apa yang Mario mau. Mama mau Mario datang ke pertemuan dua keluarga untuk perkenalan? Mario akan datang, tapi Mario akan tetap menjaga Alyssa tanpa ada yang bisa memisahkan Mario dengan Alyssa. Mario akan turutin semua kemauan mama. Mario berangkat!” sahut Mario yang langsung pergi begitu selesai mengutarakan apa yang ada di otaknya.
Pak Rangga mengikuti dari belakang putranya. Saat Mario akan memasuki mobilnya, beliau menahan pintu mobil Mario. Pak Rangga menatap tajam putra semata wayangnya itu. Tidak habis pikir putranya itu bisa berkata seperti itu pada Mamanya. Wanita yang sudah melahirkan dia di dunia ini.
“Papa gak pernah memberi kamu contoh buat melawan orang tua, apalagi itu Mama kamu. Papa tau kamu kecewa, tapi bisakah kamu tetap bersikap baik pada Mamamu. Bagaimana pun Mamamu yang melahirkan kamu, segala usaha dia lakukan buat kamu. Papa minta kamu bersikaplah baik pada Mamamu!” tegas Pak Rangga yang langsung meninggalkan putranya yang berdiri di samping mobilnya. Setelah menyadarkan dirinya dari ucapan Papanya, Mario segera masuk ke mobil dan melajukan mobilnya menuju kantornya.
**