Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Cewek Jadi-jadian

Bab 4 Cewek Jadi-jadian

Seorang gadis duduk di salah satu bangku kafe yang berada di pojok dan menatap laptopnya. Tangannya terus menari di atas keyboard laptop itu. Sebuah dessert box yang ada di mejanya pun sudah hampir habis. Malam sudah mulai menyapa tapi gadis ini masih betah berada di kafe ini dengan segala kesibukannya dan lagu yang terus mengalun di dalam kafe.

Hpnya berdering dan menandakan sebuah panggilan yang membuat dia langsung mengangkatnya dengan sedikit menutup laptopnya. Wajahnya berseri mendengarkan suara orang yang berada di ujung sana. Orang yang sangat dia rindukan dan dia harapkan kedatangannya nanti saat wisudanya.

“Kak, datang kan saat Ara wisuda?” tanyanya dengan wajah was-was. Seketika wajahnya kembali berseri setelah mendengar jawaban dari orang itu.

“Benar ya, Ara tunggu kakak datang saat wisuda Ara. Oke deh, Ara mau lanjut revisi dulu ya. Ini lagi di kafe, gak enak kalau sampai malam,” ucap Naura yang setelahnya langsung melempar salam dan menaruh hpnya kembali.

Naura memanggil seorang pelayan yang terlihat sedang duduk di dekat kasih bersama dengan seorang pria. Naura tidak peduli dan hanya ingin memesan hidangan. Pelayan itu berjalan mendekatinya sambil membawa buku kecil yang selalu dia taruh di sakunya.

“Gak usah di tulis aja gak papa mbak. Cuma satu kok. Es amerikano tanpa gula,” kata Naura saat pelayan wanita itu akan menulis pesanannya. Pelayan itu mengangguk dan meninggalkan mejanya. Terlihat pria yang tadi bersama dengan pelayan itu pergi dan meninggalkan kafe.

Cukup lama sudah Naura bergulat dengan laptop, buku dan semua kertasnya. Naura meregangkan tubuhnya dan menikmati sebentar musik yang di putar oleh karyawan kafe. Dia menatap keluar kaca dan melihat kendaraan yang berlalu di jalanan.

Naura mulai merasa lelah dan membutuhkan teman. Gadis itu pun memainkan hpnya dan menghubungi seseorang yang sudah pasti akan berusaha untuk datang menemaninya. Gadis itu mendekatkan hpnya ke telinganya dan menunggu nada sambung berhenti sehingga terganti dengan suara yang dia inginkan.

“Halo, Cak. Lo di mana? Lagi sibuk gak?” tanya Naura setelah suara nada sambung berakhir.

“Oh lagi sendirian lo. Sini dong, Cak. Gue di kafe biasa. Gue gak naik mobil sekalian jemput gue,” kata Naura seenak jidatnya sambil tertawa pelan.

“Oke gue tunggu, Acakkadut,” ujar Naura sebelum memutuskan sambungan.

Pelayan yang tadi pun kembali dan memberikan segelas pesanan Naura. Gadis itu tidak lupa mengucapkan terima kasih pada pelayan itu. Naura menikmati dessert box yang masih ada sedikit itu. Tangannya kembali menari di atas keyboard dan menyelesaikan rangkaian kata yang ada di kepalanya.

Mejanya di ketuk membuat Naura mendongak dan melihat seorang pria yang lebih tua darinya sedang berdiri di depan mejanya sambil tersenyum. Gadis itu tertawa melihat wajah pria itu dan menyuruhnya duduk. Naura menyuruh pria itu memesan minuman atau hidangan lain yang dia inginkan.

“Ogah, ini aja ada,” katanya sambil menyesap es amerikano milik Naura.

“Cak, gue tunggu itu dari tadi loh. Lo malah datang dan main minum aja, minta gue bunuh lo?” tanya Naura yang melihat wajah pria itu tanpa dosa. Naura pun pasrah dan memanggil pelayan kembali untuk memesan satu kembali pesanan yang sama.

“Lo nyuruh gue ke sini ngapain? Katanya minta di jemput, tapi lo masih sibuk banget gitu,” kata pria itu yang melihat Naura yang terlihat membolak-balikkan buku juga kertas yang ada di meja.

“Gue bosan tadi. Gue butuh teman. Jadilah gue kepikiran lo, Cak. Kenapa? Lo gak suka?” tanya Naura kejam.

“Ciih, nama gue Cakka, panggil gue Kka atau kakak. Cak-Cak lo kata gue cicak hah?” kesal pria itu yang bernama Cakka. Pelayan datang dan mengantar pesanan mereka. Cakka hanya diam dan tidak peduli, sedangkan Naura mengatakan terima kasih.

“Tapi lebih seru panggil lo Cak tahu. Acakkadut,” balas Naura setelah pelayan itu berlalu. Cakka mencebik bibirnya mendengar apa yang di ucapkan Naura.

“Serah lo deh, jadi gimana tugas akhir lo?” tanya Cakka. Naura menghela napas panjang dan menunjuk laptopnya dengan dagunya.

“Ini revisi. Minggu depan bimbingan dan bulan depan sidang,” jawab Naura. Cakka mengangguk dan mencoba memberi semangat untuk Naura yang terlihat mulai lelah.

“Wisuda kapan?” tanya Cakka sambil melihat Naura yang mengerjakan tugasnya itu.

“Secepatnya. Gue gak mau menunggu lagi. Lelah hati dan lelah pikiran gue,” jawab Naura tanpa melihat Cakka.

“Ya udah selesaikan gue tunggu di sini,” kata Cakka sambil menyesap kembali kopi pesanan Naura.

Cukup lama mereka berada di kafe itu hingga satu persatu pengunjung mulai meninggalkan kafe dan para karyawan membersihkan meja. Cakka melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dia pun mengingatkan Naura untuk segera menyelesaikan tugasnya karena sudah sangat malam.

Tidak butuh waktu lama, Naura sudah menutup laptop dan memasukkannya ke dalam tas. Naura menghabiskan kopinya dan ikut Cakka berjalan ke kasir. Pria itu membayar semua pesanan Naura. Mereka keluar dari mal dan masuk ke dalam mobil Cakka. Naura menaruh tasnya di belakang terlebih dahulu sebelum duduk di samping kemudi.

“Cak, pantai bentar yuk,” ajak Naura sambil memasang sabuk pengamannya. Cakka menoleh ke gadis di sampingnya dengan tatapan tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.

“Ra, ini udah hampir tengah malam. Ini jam sepuluh, Ra. Lo mau apa ke pantai?” heran Cakka.

“Bentar doang. Please, gue butuh refreshing, Cak,” pinta Naura.

“Refreshing apaan jam segini. Jangan ngadi-ngadi deh, Ra. Gue temani lo ke mana aja, tapi gak semalam ini juga dong,” tolak Cakka.

“Please, Cak. Gue benar-benar butuh refreshing. Gak akan kenapa-kenapa kok,” pinta Naura sedikit memaksa. Cakka pun hanya menghela napas dan menjalankan mobilnya.

***

Di tepi pantai yang di terangi oleh lampu sorot mobil yang tidak di matikan oleh Cakka, mereka berdiri dan mendengarkan sayup-sayup suara deburan ombak. Cakka melepas jaketnya dan menaruhnya di bahu Naura agar gadis itu tidak kedinginan. Naura merapatkan jaket Cakka dan menyandarkan kepalanya pada bahu pria itu.

“Emang bukan cewek tulen lo, Ra. Mana ada cewek jam segini ngajak ke pantai cuma mau dengar suara ombak. Gila kepala lo,” keluh Cakka yang tetap merangkul gadis itu. Naura hanya terkekeh dan menyadarkan kepalanya semakin nyaman.

“Stress gue rasanya hilang kalau dengar suara ombak gini. Lo emang kakak terbaik gue, lo mau ikuti semua kemauan gue yang kadang suka memaksa,” kata Naura sambil melingkarkan tangannya memeluk pinggang Cakka. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih di pantai yang sepi ini.

Pohon kelapa pun terlihat mendayu-dayu saat tertiup angin dan gadis ini memejamkan matanya merasakan angin sepoi yang menyapu wajahnya. Bulan dan bintang terlihat berbahagia melihat dua anak adam itu yang berada di bawah sinarnya.

“Udah yuk, Ra. Makin kedinginan nanti lo. Pulang yuk,” ajak Cakka yang merapikan surai Naura yang tertiup angin. Naura membenarkan duduknya dan menganggukkan kepalanya. Mereka masuk kembali ke dalam mobil.

“Lo gak di marahi pulang tengah malam begini?” tanya Cakka pada Naura yang duduk di sampingnya.

“Selama itu sama lo atau Kak Iyel gak masalah gue gak pulang,” jawab Naura enteng. Cakka hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Naura.

Tidak butuh waktu lama mereka sampai di rumah Naura. Gadis itu menyuruh Cakka masuk dan menginap saja di rumahnya karena sudah tengah malam. Cakka awalnya memberi omelan pada Naura karena gadis itu yang membuat mereka pulang lewat larut malam. Cakka pun akhirnya menginap dan tidur di kamar sahabatnya yang merupakan kakak dari Naura.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel