Bab 11 Sehari Sebelum Wisuda
Bab 11 Sehari Sebelum Wisuda
Hangout bagi para anak muda memang menjadi sesuatu yang sudah biasa dan penting dilakukan saat merasa suntuk atau membutuhkan hiburan. Hal ini juga berlaku bagi Naura. Di saat dia merasa tekanan hidupnya terasa banyak sekali, dia memilih keluar bersama dengan teman-temannya.
Meski, terkadang dengan keluar dan jalan bersama mereka juga tidak punya tujuan selain mengukur panjangnya jalanan kota. Dia tidak masalah, yang terpenting untuknya adalah memperbaiki mood dan perasaannya.
Naura kini berada di mall dengan 2 gadis lain yang berada di kanan kirinya. Mereka adalah dua sahabat Naura yang saling mengenal dari kecil. Di kanan Naura ada gadis dengan pipi chubbynya yang udah bakpao dan cubit-able itu pipinya. Dia adalah Alivia biasa dipanggil Via.
Sedangkan di sisi kirinya ada gadis dengan penampilan tomboy dan rambut pendek sebahunya itu lengkap dengan tas ransel kecil yang tersampir di pundaknya. Dia adalah Agnista, sahabat sekaligus tempat Naura mengeluarkan pikirannya akhir-akhir ini saat sedang berada di titik yang memang memusingkan.
Mereka bertiga terus melangkah bagaikan manusia tanpa tujuan hingga akhirnya Via mengusulkan untuk masuk ke sebuah cafe. Kafe itu adalah kafe di mana Naura melihat Mario si cowok tampan yang ditemuinya di reuni Mamanya sekaligus cowok yang bisa membuat jantungnya berdebar kencang sedang berpelukan dengan seorang gadis yang juga pelayan di cafe tersebut.
“Ra, ayolah masuk kayanya enak tuh cakenya,”ajak Via.
“Iya deh ayo,” pasrah Naura. Mereka bertiga pun memasuki kafe tersebut dan melangkah menuju sebuah bangku kosong yang dekat dengan kasir. Agni mengacungkan tangannya memanggil pelayan. Seorang pelayan datang dengan buku menunya.
“Silakan Mbak, mau pesan apa?” tanya pelayan itu sambil memberikan buku menu di meja mereka. Pelayan itu melihat ke arah Naura.
“Kenapa ya Mbak ngelihatin teman saya gitu banget?” tanya Agni yang melihat pelayan itu melihat Naura seolah berfikir.
“Ah, enggak Mbak maaf. Mbak itu yang pernah datang ke sini waktu baru buka itu kan ya? Mbak Naura kan ya?” tanya pelayan itu. Naura hanya tersenyum. “Maaf ya Mbak waktu itu mungkin Mbak gak nyaman karena pacar saya yang tiba-tiba datang,” kata pelayan itu.
“Biasa kali Mbak. Toh itu juga kan privasi Mbak. Lain kali jangan diulang aja Mbak. Kalau saya sih gak masalah, kan gak enak juga kalau pelanggan yang lain Mbak,” sahut Naura.
“Iya Mbak, maaf ya Mbak sekali lagi,” ucap pelayan itu.
“Saya pesen es americanonya satu Mbak,” kata Naura.
“Saya juga satu Mbak,” sahut Agni.
“Lo berdua cuma es americano doang? Gak pake cake gitu?” tanya Via.
“Lo ‘kan yang bakal pesen cake banyak” jawab Naura enteng. Via hanya mendengus kesal.
“Mbak saya hot latte satu sama tiramissunya ya,” kata Via pada pelayan itu sambil mengembalikan buku menunya.
“Baik mbak, jadi dua es americano, satu hot latte, dan satu tiramissu ya Mbak?” tanya pelayan itu memastikan kembali yang langsung diberi anggukan oleh ketiga gadis yang ada di meja itu.
“Baik ditunggu terlebih dahulu ya Mbak,” kata pelayan itu yang langsung meninggalkan meja Naura. Sepeninggalan pelayan itu, Agni menatap Naura heran.
“Lo ke sini sendirian? Kapan?” tanya Agni penasaran.
“Sebelum gue ke rumah lo waktu itu. Yang gue cerita tentang perjodohan itu,” jawab Naura singkat.
“So, lo benaran mau dijodohkan, Ra?” tanya Via yang memang sudah dengar kabar itu setelah Naura menceritakan kepada Agni. Naura menelfonnya dan meminta saran.
“Entah deh,” jawab Naura singkat.
“Tapi lo udah ngomong ke orang tua lo, kalau lo menerima keputusan mereka buat ketemu?” tanya Agni. Naura mengangguk.
“Teman gue dua udah bakal ada jodoh. Yang satu udah ada hubungan. Nah gue? Jomblo akut banget sih gue,” kata Via.
“Lo dulu gue kasih Cakka gak mau,” sahut Agni mengingat pacarnya yang dulu ditolak habis-habisan hingga sekarang telah menjadi pacarnya selama 5 tahun ini.
“Gue mah gak cocok kali kalau sama cowok lo si Cakka itu Ag,” balas Via.
“Via lo suruh sama Cakka, Ag? Yang ada perang mulu Ag. Mana si Via sama Cakka kepribadiannya gak beda jauh jadi susah melengkapi wkwkwk,” tawa Naura.
“Senang lo kalau bully gue?” sindir Via.
“Jelas senang dong kita,” jawab Agni dan Naura bersamaan sambil bertosria. Mereka pun berhenti menertawakan temannya itu saat pesanan mereka datang dan memilih untuk berkutat dengan pesanan mereka. Sesekali mereka meminta tiramissu milik Via yang memang ukurannya bisa dibuat makan berempat. Mereka juga tak lupa membahas tentang wisuda mereka besok.
Percakapan mereka mengalir begitu saja sampai mereka lupa waktu. Gabriel sudah menelpon membuat ketiganya ingat bahwa mereka sudah sangat lama berada di kafe ini. Mereka pun memilih untuk segera pulang karena besok akan berangkat untuk wisuda. Raut bahagia masih tercetak di wajah ketiganya. Via yang berada di tengah merangkul lengan kedua sahabatnya.
“Kita pernah janji bakalan kaya gini sampai tua, semoga aja kita bisa ya. Gue sayang kalian. Kalian udah kaya keluarga gue sendiri,” kata Via selama perjalanan menuju parkiran.
“Oh ya? Berarti lo gak papa dong berbagi sama gue,” sahut Agni.
“Berbagi apaan?” tanya Via menoleh pada Agni.
“Warisan lo entar,” jawab Naura sekenanya. Agni tertawa mendengarnya.
“Ye… orang tua gue aja masih di bawah Papa lo asetnya, malah lo minta. Yang ada gue menggelandang entar,” sahut Via yang menjitak kepala Naura. Naura menatap Via dengan tatapan tajamnya membuat Via hanya menunjukkan deretan gigi rapinya.
“Sukurin lo, main jitak cewek jadi-jadian. Ya udah sana lo yang setir, gue sama Naura di belakang,” kata Agni yang memasukkan kunci mobilnya setelah membuka autolocknya ke saku Via dan berlari bersama Naura masuk ke bangku belakang. Via hanya bisa mendengus kesal.
“Gak ada akhlak ya lo berdua memang. Lo kata gue supir grab hah?!” keluh Via yang masuk ke bangku kemudi. Naura hanya menahan senyumnya. Dia suka menggoda Via seperti ini, gadis manja itu sangat lucu saat kesal. “Kerumah siapa dulu?” tanya Via yang menghidupkan mesin mobil.
“Waktu pembagian otak terlambat ya lo?” tanya Naura. Via hanya menoleh bingung. Agni menggelengkan kepalanya. Naura mencebik bibirnya melihat Via yang terlihat bingung. “Ini mobil siapa?” lanjut Naura. Via menujuk Agni.
“Ini mobil gue Via, sudah pasti kita ke rumah Ara dulu baru ke rumah lo, ogeb,” sahut Agni gemas. Via tertawa pelan membuat Naura kesal. “Buruan, sebelum cewek jadi-jadian ini nerkam lo,” lanjut Agni yang melihat Naura kesal. Via menganggukkan kepalanya dengan wajah tanpa dosanya.
“Dasar gadis manja,” desis Naura yang membuat Agni tersenyum saat mendengarnya. Via pun menjalankan mobilnya dan sesekali memecahkan keheningan. Naura yang sibuk dengan pikirannya menjadi lebih diam.
“Ag, lo gak ngedate sama Cakka?” tanya Via.
“Via, lo beneran mau gue lempar ya? Apa sekalian gue bunuh? Udah tahu dia keluar sama kita dan sedang ada sama kita, lo malah tanya gitu. Lo pikir Agni pernah berguru sama Naruto?” kesal Naura mendengar pertanyaan Via yang sudah jelas jawabannya.
“Eh, maksudnya gak sekarang Ra, lo sensi amat sih kaya merek masker aja,” keluh Via. Naura mencebik bibirnya.
“Dasar buntelan daging. Gue gigit juga tahu rasa lo!” Agni terkekeh mendengar dengusan Naura tentang Via.
“Sadis amat sih lo, Ra sama gue.”
“Bodoh amat Vi, bodoh amat!”
**