Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Kakak

Bab 10 Kakak

Hari wisuda Naura semakin dekat, sang kakak pun telah datang dan menginap di rumah. Sebelum kakaknya datang, Naura terus seperti anak kecil yang sedang bermain kucing-kucingan karena percakapan dari kedua orangtuanya beberapa hari yang lalu.

Hari ini masih seperti hari yang lain, keluarga Naura melakukan sarapan pagi bersama duduk di meja yang sama tanpa terkecuali. Naura dan kakaknya pun turut bergabung. Kakak Naura menyadari ada sesuatu yang sedang terjadi di antara ketiga orang yang ada di sekelilingnya ini. Keheningan masih menyelimuti mereka berempat hingga kakak Naura memutuskan untuk membuka percakapan.

“Gimana udah siap kan?” tanya kakak Naura.

“Kalo itu udah sangat siap kak. Kan udah lama ditunggu kak. Oh ya, kerjaan Kak Gab gimana?” jawab dan tanya Naura.

“Adik gue yang paling cantik, nama gue Gabriel, lo jangan panggil gue Gab ngapa Iyel gitu. Ntar dikira Azis Gagap gimana?” keluh Gabriel -Kakak Naura-.

“Yaiyalah gue adik lo yang paling cantik, orang adik lo cuma gue kakak tampan gue,” sahut Naura.

“Lo bilang gue kakak tampan karena gue kakak lo satu-satunya gitu?” balas Gabriel.

“Yaiyalah masa gue harus minta mama sama papa buat angkat kakak cewek biar biar gue keluarkan kata kakak tampan,” tawa Naura.

“Kalian ini, udah jarang ketemu karena kesibukan masing-masing. Sekalinya ketemu kok malah adu mulut,” ucap Pak Ilham.

“Jadi, kerjaan lo gimana? Gak kencan doang kan lo sama Shilla?” tanya Naura.

“Beres dong. Gak sia-sia gitu Papa taruh gue di luar kota. Surabaya sangat indah apalagi ada ayang ebeb gue yang menemani di sana,” jawab Gabriel dengan bangganya. Mendengar jawaban Gabriel, Naura hanya memberi reaksi berupa dengusan kesal.

“Lo banggain tunangan lo sampai lupa sama adik lo,” kesal Naura.

“Kalo gue lupa, gue gak ada di sini sayangkuuu,” sahut Gabriel.

“Kamu mau kapan menikahi Shilla yel? Udah waktunya kamu menikah. Umur kamu sudah mau kepala tiga sayang,” kata Bu Rani.

“Iya, Ma. Ini Iyel juga nabung buat menikahi Shilla” sahut Gabriel.

“Kak Iyel aja udah bisa di sebut perjaka tua masih gak dipaksa nikah. Kenapa Ara main mau dijodohkan aja Ma?” ujar Naura.

Sarapan mereka berakhir dengan pertanyaan Naura. Beruntungnya adalah piring mereka telah bersih pada percakapan ini, tak akan ada sisa makanan. Gabriel melihat Adik dan Mamanya secara bergantian. Kedua orang tuanya hanya bisa diam mencoba mengerti emosi anaknya.

“Maksudnya lo bakal dijodohin? Sama siapa? Kok gue gak tau?” tanya Gabriel beruntun.

“Iya, Mama sama Papa bilang gue bakal dijodohkan sama anak sahabat mereka. Mama sama Papa aja minggu lalu ngomongnya ke gue” jawab Naura sambil menatap kedua orangtuanya.

“Ara, Mama gak maksa kamu buat mau sayang” kata Bu Rani.

“Mama gak maksa tapi Mama memohon? Sama aja Ma. Mama tau gak, akhir-akhir ini Ara ngerasa jadi anak durhaka kalau Ara gak akan turuti permintaan Mama sama Papa” keluh Naura.

“Oke, Papa tau sayang. Maaf, tapi Papa sama Mama juga gak tau lagi harus jelasin gimana lagi sama kamu. Om Rangga sudah menanyakan pertemuan kita. Tapi kalo kamu masih aja seperti ini, Papa sama Mama bisa apa, Sayang?” sahut Pak Ilham.

“Ya udah, Papa atur aja. Ara akan datang dan mengikuti perkataan Mama dan Papa. Meski Ara tau, Mama sama Papa pasti mencoba kasih yang terbaik buat Ara, tapi Ara masih kesal dengan semuanya yang secara tiba-tiba Ma. Ara minta, Mama gak usah memohon lagi sama Ara. Selama ini Ara masih belum membahagiakan Mama,” pinta Naura.

“Ara sudah memikirkannya dan Ara akan mencobanya. Mengikuti perkataan Papa. Kalau Mama memohon, Ara makin merasa menjadi anak durhaka yang gak tahu terima kasih Ma. Ara pasti datang ke pertemuan. Tapi jika salah satu dari kami tidak cocok. Mama sama papa mau kan membatalkannya?” tanya Naura panjang.

Kedua orangtuanya tersenyum mendengar perkataan naura. Memang sejak hari percakapan ini tercetus, Naura yang sering pergi keluar rumah, Mamanya tak lupa mengingatkan untuk memikirkan hal ini melalui chat atau secara langsung saat naura pulang atau makan bersama.

“Mama gak akan memohon lagi. Kamu benaran akan coba kan sayang?” ujar Bu Rani yang diangguki oleh Naura.

“Iya, Ara coba. Sekarang Ara ke kamar dulu ya Ma,” jawab Naura yang langsung berdiri dari kursinya dan pamit untuk pergi ke kamarnya.

Gabriel menatap kepergian adiknya dengan banyak pertanyaan di kepalanya yang masih tersimpan dan membutuhkan waktu untuk di luapkan. Melihat punggung adiknya yang menghilang dibalik dinding menuju kamarnya dilantai dua, Gabriel langsung mengalihkan pandangannya untuk menatap kedua orang tuanya.

“Ma, ini kenapa sebenarnya? Kenapa Iyel tidak cukup baik untuk mengerti situasi ini? Mama mau jodohkan Ara? Sama anaknya Om Rangga? Maksud Mama, Mario?” pertanyaan Gabriel keluar dengan cepat.

“Iya, Mama sama Papa terikat janji. Mama sama Papa gak tau kalau mereka akan beneran menagih janji itu. Iya anak Om Rangga ‘kan cuma Mario aja, Sayang,” jawab Bu Rani.

“Ma, Mario itu beda beberapa tahun sama Iyel. Dia sekarang kira-kira udah 26 tahun Ma, masa Mama mau jodohkan sama Ara yang baru aja 22 tahun Ma? Bahkan Iyel mendapatkan Shilla yang seumuran dengan Ara aja gengsi di awalnya Ma. Mama yakin Mario mau? Kalau Mario cuma menyakiti Ara gimana?” balas Gabriel.

“Mario itu anak baik. Kamu kenal dia meskipun cuma sebentar,” jawab Bu Rani.

“Iya, Iyel kenal Mario. Tapi, sifat orang bisa berubah seiring berjalannya waktu Ma. Kalau Mario menyakiti Ara, Iyel gak akan segan buat kasih pelajaran Mario. Iyel mau ke Ara,” sahut Gabriel yang langsung pergi menyusul adiknya di kamar.

***

Setelah meninggalkan meja makan, Naura masuk ke dalam kamarnya. Naura memikirkan kembali keputusannya mengenai perjodohan itu. Dibaringkannya tubuhnya di atas tempat tidurnya. Di tatapnya langit-langit kamarnya di saat pikirannya mulai terbang entah ke mana. Berkali-kali helaan napas beratnya telah dilakukannya namun pikirannya masih berkelana kemanapun. Sebuah ketukan pintu membuat Naura tersadar dari lamunannya.

“Siapa?” tanya Naura dari dalam kamar.

“Kakak,” jawab Gabriel yang mengetuk pintu kamar Naura.

“Masuk aja gak dikunci,” suruh Naura sambil membenarkan posisinya menjadi duduk. Dilihatnya Gabriel melangkah mendekatinya. Air muka Gabriel yang datar tidak menggambarkan tujuan dari kedatangannya di kamar Naura hari ini.

“Kenapa Kak?” tanya Naura. Gabriel langsung memposisikan duduk di samping adiknya. Naura mengerutkan keningnya heran dengan kakaknya hari ini.

“Lo benaran mau dijodohkan?” tanya Gabriel.

“Iya, gue mau. Kalau emang jalan gue dapat jodoh lewat Mama sama Papa gue bisa apa?” jawab Naura.

“Lo bisa menolak Ra. Lo gak harus jadi penurut seperti ini,” kata Gabriel.

“Enggak Kak, gue bakal tetap coba. Kalau emang salah satu dari kami tidak cocok. Papa dan Mama siap membatalkannya kan. Jadi semua bisa dilakukan Kak. Gue gak mau bikin Mama dan Papa malu karena ingkar janji kak. Lo dukung gue kan?” sahut Naura.

“Gue dukung semua keputusan lo. Tapi kalau lo sakit hati sama calon lo. Lo bisa bilang gue. Gak peduli dia anak sahabat mama gue akan beri dia pelajaran jika dia bikin adik gue sakit hati bahkan nangis. Oke?” ujar Gabriel yang membuat Naura terharu. Gabriel menarik adiknya dalam dekapannya.

“Maaf kakak gak tau tentang ini. Maaf juga gak ajak Shilla ke sini,” kata Gabriel.

“Oh iya Shilla juga wisuda tahun ini kan? Terus dia balik ke sini gak atau kerja di sana?” tanya Naura sambil melepaskan pelukannya.

“Iya dia wisuda tahun ini. Setelah lo dua hari berikutnya Shilla wisuda. Lo mau ikut datang gak?” tanya Gabriel.

“Ikut dong. Kak, lo minta Papa buat pindahkan lo ke sini aja dong Kak. Gue bingung nih kalau gak ada lo. Gue kesepian,” jawab Naura.

“Iya gue akan pindah kesini. Lihat lo tiba-tiba mau dijodohin buat gue mau nikahin Shilla secepatnya. Biar Mama dan Papa gak maksa gue,” sahut Gabriel.

“Mau kapan lo nikahin sahabat gue?” tanya Naura.

“Bulan depan gimana?” usul gabriel. Naura membulatkan matanya mendengar jawaban Gabriel. Refleks dipukulnya bahu Gabriel dengan sedikit keras.

“Lo gila hah?! Masa langsung bulan depan?!” kaget Naura.

“Dari pada dipaksa Mama kalau lo sama calon lo cocok kan mending gue sendiri yang tentukan kecepatannya,”sahut Gabriel sambil memegang bahunya yang dipukul Naura.

“Sarap emang lo. Gak kaget kalau sahabat gue makin sarap pacaran sama lo 6 tahun,” sinis Naura.

“Gue bakal lamar Shilla pas wisudanya. Kan orangtuanya datang tuh. Mempersingkat waktu,” bangga Gabriel.

“Wah, emang sarap lo. Wisuda gue udah besok berarti dia 3 hari lagi dan lo bilang bakalan lamar dia pas hari itu juga. Otak lo perlu direparasi deh kak,” sahut Naura dengan wajah tak menyangkanya.

“Gue bakal ajak Mama sama Papa juga buat ke wisudanya biar makin afdol lamarannya,” lanjut Gabriel.

“Emang lo udah ngomong sama Mama dan Papa kalau lo mau ngelamar shilla pas wisudanya?” tanya Naura.

“Ini gue mau ngomong,” jawab Gabriel enteng.

“Gila lo. Keluar aja lo dari kamar gue. Jangan menyebar kesarapan lo yang gak ada obat!” usir Naura sambil mendorong pelan kakaknya. Gabriel terkekeh mendengar respon Naura. Gabriel pun berdiri tak lupa mengacak-ngacak puncak kepala adiknya itu.

“Gak usah pengang-pegang gue. Sono keluar!” usir naura yang langsung membenarkan rambutnya yang berantakan karena ulah kakaknya. Gabriel pun melangkah meninggalkan kamar adiknya. Tak lupa sebelum benar-benar keluar dari kamar adiknya itu, Gabriel mengingatkan rencana pada adiknya.

“Jangan lupa bulan depan gue nikah ya” kata Gabriel yang langsung menutup pintu kamar adiknya sebelum Naura memberinya sumpah serapahnya.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel