Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Apa kamu yakin?

Bab 13 Apa kamu yakin?

“Kakak, aku sudah besar. Tidak mungkin aku seceroboh itu di kamar mandi. Ini hanya karena kebetulan letak dinding yang tidak pas saja!” balas Winter sembari mendengus sebal. Mendengar balasan Winter yang seperti itu, Willy pun sontak tertawa mendengarnya.

“Kenapa kakak tertawa? Apakah ada yang lucu?” tanya Winter dengan sinis pada sosok kakak yang tengah menertawainya itu.

“T-tidak ada.”

“Lantas mengapa tertawa?”

“Tidak ada Winter, maaf ya… dan ingat, jangan ke kamar mandi lagi jika tidak ada kakak atau perawat yang berjaga.”

“Ya.”

“Baiklah kalau begitu, lebih baik sekarang kita sarapan terlebih dahulu. Setelahnya, barulah kakak mengurus kepulanganmu,” ujar sang kakak yang kemudian menyerahkan sebuah kotak yang berisi sushi.

***

Saat ini, Winter tengah berada di dalam ruangan sembari menunggu sang kakak yang tengah keluar sebentar. Winter, juga sudah siapa dengan pakaian rapihnya tanpa menggunakan baju khas rumah sakit lagi. Ya, ia memang akan pulang saat ini. Dan Willy, kini tengah mengurus sesuatu terlebih dahulu di luar.

“Winter,” panggil Willy yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan. Tentu, Winter yang kaget pun sontak menoleh dengan kening berkerut tak suka.

“Bagaimana?” tanya Winter menanyakan mengenai proses kepulangannya.

“Sudah diurus dengan tuntas. Sekarang, kita sudah boleh keluar dari rumah sakit untuk pulang,” jawab Willy tersenyum senang.

“Oh, baiklah,” balas Winter yang kemudian bangkit dari atas brankar.

“Perlu kakak bantu Winter?” tanya sang kakak menawari sembari membawa tas yang berisi pakaian kotor mereka.

“Tidak perlu, aku bukanlah bocah!” jawab Winter menolak mentah-mentah.

“Ah, baiklah-baiklah… kalau begitu kamu berjalanlah lebih dulu, kakak akan mengikuti dari belakang,” ujar Willy sembari tersenyum.

“….” Winter tidak membalas, namun ia menuruti apa yang sang kakak katakan. Dengan langkah pasti, Winter pun mulai melangkahkan kakinya menuju luar ruangan dengan Willy yang memperhatikan dari belakang.

***

Di perjalanan, Winter hanya diam sembari menutup matanya. Sesekali, Willy melirik sang adik yang tampak murung. Dirinya mengerti bagaimana perasaan Winter. Entah, mungkin karena ia dan Winter merupakan adik-kakak, ia merasa sangat peka terhadap apa yang Winter tengah rasakan saat ini.

“Winter, apa kamu tertidur?” tanya sang kakak yang membuat Winter pun membuka matanya.

“Tidak,” jawab Winter dengan jujur.

“Apa kamu mengantuk? Kamu nisa tidur terlebih dahulu. Saat sampai nanti, kakak akan membangunkanmu,” ujar Willy sembari tersenyum manis pada sang adik. Ya, meskipun ia tahu bahwa itu merupakan hal yang sia-sia.

“Tidak.”

“Apa kamu merasa jenuh? Kita bisa mampir sejenak agar kamu dapat menghilangkannya,” tanya Willy lagi dengan nada lembutnya. Seorang Willy, memang terbiasa menggunakan tutur kata yang lembut. Jadi, tak heran ia selalu berbicara lembut terhadap sang adik.

“Tidak perlu.”

“Apa kamu yakin?” tanya Willy lagi guna meyakinkan sang adik.

“….” Tak ada balasan dari Winter membuat senyum Willy semakin merekah.

“Baiklah, kita akan pergi makan di luar saja ya….” Ujar Willy yang kemudian kembali fokus dengan mobil yang tengah ia kendarai. Sungguh, sebenarnya Willy tidak pernah berbicara ketika sedang berada di mobil karena ia tidak ingin mengalami apa yang kedua orang tuanya alami dulu.

Ah, tahukah kalian? Willy memang sangat jarang memakai mobilnya sendiri. Terkadang ketika berangkat ke kantor, ia lebih sering menggunakan angkutan umum daripada menggunakan kendaraan pribadi.

***

Setelah sampai di sebuah tempat makan, kini Winter dan Willy tengah memesan makan siang untuk mereka masing-masing.

“Kamu ingin makan apa Winter?” tanya Willy pada sang adik setelah dirinya sudah memutuskan apa yang ingin ia makan siang ini.

“Lapar,” jawab Winter yang sangat tidak nyambung dengan pertanyaan sang kakak.

“A-ah… baik, tapi kamu ingin pesan apa?” tanya Willy lagi sembari menahan tawanya.

“Yakiniku, Sashimi, Yakisoba, Kaarage, Sukiyaki, dan Udon,” jawab Winter yang membuat Willy tersedak oleh salivanya sendiri.

“A-apa kamu yakin akan menghabiskan semuanya Winter?” tanya sang kakak guna memastikan kembali.

“Ya. Kenapa?”

“T-tidak apa-apa kok. Um… untuk minumannya?”

“Grape smoothie tea dan Teta Karateka,” jawab Winter setelah membaca menu.

“B-baiklah, kalau begitu kakak akan catat terlebih dahulu,” ujar Willy yang kemudian langsung mencatat semua pesanan sang adik. Setelahnya, barulah ia menyerahkan kertas yang bertuliskan semua pesanan tersebut pada pelayan restoran.

Setelah selesai, Willy pun pada akhirnya kembali ke tempat dimana ia dan Winter duduk tadi. Setelah merogoh kocek yang cukup menguras kantung, Willy hanya bisa menghela napas panjang sekaligus tersenyum.

‘Tidak apa-apa, mungkin selama di rumah sakit Winter tidak menikmati makannya, maka dari itu setelah keluar seperti ini, ia ingin menyantap banyak makanan.’— Pikir Willy.

“Kenapa lama?” tanya Winter protes pada sang kakak. Mengapa? Karena sedari tadi ia muak sendiri seperti ini. Bagaimana tidak? Para perempuan yang tengah makan di restoran ini terlalu banyak yang memperhatikannya, bahkan tak sedikit pula yang berbisik mengenai ketampanan lelaki itu. Tentu, walaupun Winter tak dapat melihat tatapan memuja yang dipancarkan oleh para wanita itu, namun Winter tetap dapat merasakan dan mendengarkan bisikan-bisikan tersebut.

“Oh maaf Winter, tadi saat melakukan pembayaran memang sedikit mengantre, memangnya kenapa? Kamu tidak nyaman ya?” tanya kakak yang sesungguhnya menyadari tatapan-tatapan tersebut. Ah, jangan salah… banyak pula sepasang mata yang kini juga beralih padanya.

“Tentu saja aku tidak nyaman, apakah mereka semua benar-benar memperhatikanku?” tanya Winter pelan agar tak terdengar.

“Ya, mereka menatapmu dengan begitu lekat,” jawab Willy dengan kekehan ringannya.

“Cih, benar-benar mengganggu,” balas Winter mendecih tak suka.

“Hey, kamu tidak boleh seperti itu… mereka kan hanya menatap, tidak mengganggumu. Abaikan saja jika kamu merasa risih,” ujar Willy yang membuat Winter mendecak sebal.

“Ck, baiklah-baiklah… kakak selalu saja menceramahiku,” balas Winter jengah. Willy yang menyadari pun hanya tersenyum. Ia tahu, bahwa akhir-akhir ini sikap Winter memang sangat berbeda dari biasanya.

Setelah pesanan mereka tiba, keduanya pun larut dalam makanan masing-masing. Winter yang sibuk menghabiskan berbagai menu yang ia pesan, sementara Willy hanya menyantap satu menu yang ia pesan dengan sangat tenang dan damai.

***

Saat ini, keduanya sudah berada di apartemen. Ya, selam ini Winter dan juga Willy memang tinggal di sebuah apartemen sederhana namun tetap nyaman menurut keduanya.

“Winter,” panggil sang kakak sebelum Winter masuk ke dalam kamarnya.

“Ada apa?” tanya Winter dengan dahi berkerut.

“Nanti malam kamu ingin makan di luar atau di sini saja?” tanya Willy pada sang adik.

“Di sini saja,” jawab Winter yang dibalas anggukkan oleh sang kakak. Setelahnya, barulah ia kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar. Sementara Willy, kini ia sudah bersiap-siap untuk pergi ke minimarket guna membeli bahan-bahan untuk makan malam nanti.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel