4
Alexa dan Rissa kini sudah di kantin. Keadaan kantin sekarang sangat ramai. Wajar saja, sekarang waktunya makan siang.
Alexa hanya membeli sebotol air mineral. Rissa sedang menyantap mie ayam yang sudah ia pesan.
"Al, kok gak pesen makanan?" Tanya Rissa pada Alexa yang hanya meminum air mineral lagsung dari mulut botol. Tanpa sedotan.
"Gak laper." Jawab Alexa singkat.
"Oh? Kenapa? Padahal mie ayamnya enak banget, lho! Lo mau nyobain? Sini gue suapin!" Tawar Rissa sambil menyodorkan sesendok mie ayam pada Alexa.
Alexa hanya mnggeleng pelan.
"Oh, ya udah." Rissa menyerah. Ia kembali sibuk dengan acara makannya.
Di sisi lain kantin, seorang anak lelaki yang sedang memegang sebuah kotak memandangi Alexa. Ia menarik nafas dalam-dalam, lalu melangkah mendekatinya.
"Kak, aku suka kakak! Ayo pacaran!" Ucap anak itu sambil menyodorkan sekotak coklat berbentuk love kepada Alexa yang sedang duduk di salah satu bangku kantin. Dengan lantang ia mengungkapkan perasaannya. Semua mata kini tertuju padanya.
"Gak." Jawab Alexa singkat. Tanpa rasa bersalah dan tetap konsisten dengan ekspresi datarnya.
"Hah? Ke-kenapa, kak? Kakak gak suka aku, ya?" Anak itu memberanikan diri bertanya.
"Gak minat." Jawab Alexa jujur.
"Al, jangan judes-judes amat, dong! Kesian, tuh!" Bisik Rissa kepada Alexa. Alexa hanya diam.
Melihat hal itu, banyak respon serta tanggapan dari siswa-siswi yang lain. Mereka saling berbisik-bisik. Tidak berani jika berbicara langsung di depan Alexa.
"Wah, korban ke-sekian Alexa, tuh! Padahal baru juga hari pertama, udah ganjen aja dia!" Ucap salah seorang siswi.
"Kasian, yah." Ujar yang lain sambil menatap iba pada anak yang memegang coklat.
"Lagian, sih. Udah tahu Alexa es, pake nembak di depan umum, lagi." Sambung yang lain.
"Mukanya Alexa datar banget! Sok! Berasa cantik tuh!" Hujat yang lain.
"Kak Alexa keren banget, deh! Orangnya cool gitu. Aku senang ngelihatnya." Ujar yang lain.
"Alexa emang popular, sih. Ya wajar aja." Bela yang lain.
"Tapi gak bisa nolak baik-baik apa? Jahat banget!" Sergah yang lain.
"Ya, kan kak Alexa emang gitu. Gue denger dia ice girl-nya sekolah kita. Ya, gak salah juga." Sahut yang lainnya.
Was-wes-wos. Bisikan-bisikan pelan terus saja keluar. Bahkan Alexa sendiri mendengar beberapa anggapan mengenai hal itu.
Meski tak merespon, Alexa menyadari tatapan menghujat dari siswa-siswi lain padanya. Ia tidak memedulikannya.
"Al, kasian, tuh!" Rissa kembali berbisik pelan pada sahabatnya itu.
"Haaaahh..." Alexa menghela nafas. Ia berdiri sambil menyilangkan tangannya di dada.
"Nama?" Tanya Alexa pada anak lelaki yang kini berdiri tepat di depannya. Anak itu ternyata tidak begitu tinggi, tinggi badannya hanya sebatas dagu Alexa.
Rissa ikut-ikutan berdiri.
"Saya? Saya Dimas, kak." Jawab anak itu sambil sedikit menongak.
"Kelas?" Sambung Alexa.
"Ke-kelas XI, kak." Jawan Dimas sambil menunduk. Ia merasa terintimidasi dengan tatapan Alexa. Padahal Alexa hanya menatapnya biasa saja.
"Jurusan?"
"IPA, kak."
Ini Alexa lagi ngapain, dah? Kok kayak orang yang lagi wawancara kerja? Rissa sendiri bingung dengan sikap Alexa sekarang.
"Cita-cita?" Alexa lanjut bertanya.
"Hah? Maksudnya, kak?" Tanya Dimas bingung.
Kenapa aku kayak diwawancara, ya? Batin Dimas
"Cita-cita kamu, apa?" Alexa memperjelas pertanyaan yang ia ajukan sebelumnya.
"Pengen, pengen jadi dokter, kak." Jawab Dimas tergagap.
Alexa menaikan sedikit sudut bibirnya, hampir tak terlihat. Bahkan Rissa yang berada di sampingnya tidak menyadarinya.
"Belajar yang rajin. Jangan mikirin pacaran. Pacaran boleh, tapi jangan berlebihan. Fokus. 'Moga bisa jadi dokter beneran." Kata Alexa tulus pada Dimas. Namun tetap saja, intonasi bicaranya datar. Ekspresinya datar. Alexa kemudian langsung melangkah menjauh. Menuju ke ruang kelasnya.
Semua yang melihat dan mendengar kejadian itu merasa bingung dengan sikap Alexa. Mereka hanya terdiam, memandang Alexa yang semakin menjauh. Rissa menyusulnya dari belakang.
Dimas menoleh, memandang punggung Alexa. Ia tersenyum. Ia paham dengan ucapan Alexa padanya barusan. Itu adalah penolakan terindah yang pernah ia rasakan. Ia kemudian melangkah, menuju ke ruang kelasnya sendiri tanpa memedulikan anggapan serta pandangan menghakimi dari siswa-siswi lain.
Bayu dan Andra ternyata ikut menyaksikan kejadian tersebut. Bayu merasa biasa-biasa saja. Ia hanya fokus meminum teh botol yang ada di tangannya menggunakan sedotan.
Andra sendiri merasa aneh. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Apa itu? Entahlah, Andra sendiri tidak dapat menjelaskannya.
Di sisi lain, murid-murid tiada henti membicarakan kejadian barusan. Bahkan mereka melebih-lebihkan cerita pada temannya yang lain. Ada yang menceritakan secara gamblang sesuai faktanya, ada yang membuat kesan seolah-olah Alexa adalah penjahatnya, adapula yang hanya sekedar memberikan tanggapan atau juga memuji Alexa.
Di kelasnya Dimas banyak mendapat motivasi dari teman-temannya. Ia sendiri tidak begitu merasa kecewa, karena apa yang Alexa katakan padanya sebelumnya, itu adalah untuk kebaikannya. Karena merasa lega sudah mengungkapkan perasaannya pada orang yang disukainya, walaupun ia ditolak akhirnya, ia tidak merasa terluka. Dimas kemudian membagi-bagikan coklat yang awalnya ingin ia berikan pada Alexa kepada teman-temannya.
"Lagian... Dimas, ngapain dah elo nembak kak Alexa di depan umum? Udah tahu orangnya sedingin es. Masih aja nekat." Ucap Sigit, teman sekelas Dimas.
"Iya nih, si Dimas. Rencananya gak bilang-bilang dulu ke kita, sih. Coba gitu, kan kita bisa bantuin persiapannya. Lebih romantis. Kak Alexa pasti bakalan langsung kelepek-kelepek, deh! Ini malah nembak di tempat umum, di kantin lagi! Ampsyong, deh!" Ujar Siska.
"Gak mungkin! Lagian kak Alexa mana suka hal-hal yang romantis atau semacamnya. Orang kelihatannya dia tomboy gitu, orangnya." Sergah Adi. Dimas hanya tersenyum
"Karena cinta tak selalunya harus memiliki.
Jika memang tak bisa bersama, jangan biarkan hati membenci.
Hati mungkin terluka, namun tak berarti kau tak bisa bahagia.
Tunggu saatnya, akan tiba di mana hati menemukan pemiliknya
yang sesungguhnya".
No, problem. At least I know, an ice has the warm heartinside. I'll do it! You must see ice girl, a boy that you have ever gave amotivation, will be a true doctor in the future. Just wait! I'll show it toyou. (Dimas Argantara).
~ ~ ~
"Al, tadi maksud kamu apaan, sih? Kok si Dimas 'kek diwawancara gitu? Terus maksud lo ngomong 'kek gitu tadi apa? Jelasin, dong!" Rengek Rissa meminta penjelasan dari Alexa sesampainya di ruang kelas.
Alexa tak meng-gubris. Ia langsung masuk dan duduk dengan tenang di kursinya.
"Al! Jelasin, dong! Aku tuh kepo! Kepo sekepo-keponya orang kepo. Jadi buruan ceritain." Titah Rissa yang ikut duduk di samping Alexa.
Alexa menoleh, ia menatap Rissa serius. Matanya sangat fokus. Rissa terdiam. Ia menanti kalimat yang akan diucapkan oleh Alexa. Namun hasilnya nihil. Semua itu hanya harapan palsu. Alexa langsung berbalik mengambil ponsel dan earphonenya di tas. Ia memasangkan earphone tersebut ke telinganya, melipat tangan di atas meja, dan dibuat sebagai sandaran kepalanya.
"Jangan ribut." Kata Alexa pada Rissa sambil menempelkan telunjuknya di depan bibir. Ia lalu tidur dengan tangannya sebagai bantal. Ia langsung memejamkan mata. Entah benar-benar tidur atau hanya menghindari pertanyaan Rissa.
"Haaaahhh..." Rissa menghela nafas kecewa. Ia lalu meniru posisi Alexa, lalu menghadap ke Alexa.
Resek lo, Al! Gue tuh kepo, tahu! Yaaa, sebenarnya gue agak paham sih, maksud lo ngomong gitu ke si Dimas. Itu buat motivasi dia, kan? Sekalian, lo juga gak tega nolak dia kasar-kasar, secara dia udah ngumpulin keberaniannya buat nembak lo di depan umum. Dasar, Alexa! Sok cool, padahal aslinya baik. Sok tsundere loe! Batin Rissa sambil menatap Alexa sambil tersenyum tulus. Lalu dirinya benar-benar tertidur lelap.
Bel masuk berbunyi. Alexa membuka matanya. Sebenarnya ia memang tidak tertidur. Ia hanya mnghindari pertanyaan interogasi dari sahabatnya, Rissa. Ia melepas earphone dari telinganya, lalu menyimpannya bersama ponselnya di dalam tas. Ia melirik ke arah Rissa, di sampingnya. Rissa tertidur lelap. Alexa tersenyum.
"Dasar. Baru juga beberapa menit, udah nyenyak banget tuh, tidurnya." Kata Alexa pada Rissa. Ia tahu bahwa Rissa tak akan menjawabnya. Tentu saja, Rissa kan sedang tertidur.
Anak-anak lain segera masuk. Alexa membangunkan Rissa.
"Rissa. Bangun. Udah masuk." Ucap Alexa sambil menepuk bahu Rissa pelan.
"Hnnggghh... bentar, lima menit lagi." Jawab Rissa dalam keadaan setengah tersadar. Matanya masih terpejam.
Bayu dan Andra masuk. Bayu melihat ke arah Alexa. Timbul ide jahil di pikirannya.
"Ecieeeeeee, Alexaaaaa. Gak nyangka gue! Baru juga hari pertama, Al. Udah ditembak aja, nih! Acikiwir!" Goda Bayu pada Alexa.
Alexa menatapnya datar.
"What?" Tanya Alexa kemudian. Konsisten dengan ekspresi datarnya. Namun ia saedikit mengangkat sebelah alisnya.
"Yaaaaa, giiiitu, dech!" Jawab Bayu cengengesan.
"Gaje." Kata Alexa singkat.
Andra hanya berjalan dengan diam menuju kursinya. Ia masih merasa aneh dalam hatinya. Dan ia sendiri bingung kenapa.
"Cieeeeeee, Alexaaaaa..." Anak-anak yang lain ikut menggoda Alexa. Mereka bukannya sudah tidak takut pada Alexa atau apa, tapi memang begitulah mereka. Ada kalanya mereka merasa takut, terintimidasi, atau segan pada Alexa. Namun seperti yang Bayu katakana, mereka telah mengenal dan sekelas dari kelas X, jadi mereka sudah paham bagaimana sifat Alexa. Walaupun terlihat dingin dan cuek, Alexa memiliki hati yang baik. Mereka tahu, kapan saatnya bercanda, serta kapan saat sebaiknya mereka mengalah atau diam saja saat berurusan dengan Alexa. Namun saat ini, mereka semua seakan memiliki kontak batin, sehingga secara serempak menggoda Alexa.
"Ecieee, Alexa mah emang popular banget, ya?" Kata Anis.
"Ya, iyalah. A beautifull ice girl! Hehe..." Sahut Daffa.
"Tapi sayang, ditolak. Syedih aku ngeliatnya, huhu..." Ujar Dwi.
"Iya, sihhh. Sayang banget, padahal anaknya tadi lumayan ganteng, lho! Pinter juga kayaknya." Sambung Salsa.
"Tapi ya wajar, sih. Gak sembarangan orang bisa meluluhkan hati serta menembus dinding es milik Alexa. Hanya orang-orang tertentu dengan kemampuan terbaik yang memang sengaja diutus oleh Tuhan. Contohnya, ya aku ini, hehehe..." Cerocos Bimo.
"Huuuuu..." Sontak anak-anak lain menyorakinya.
"Hah, 'paan dah?" Sahut Alexa sambil menunjukan half-smilenya.
"Wow! It's a news! A beautiful phenomenon! Uuuuuhhh, really amazing! Alexa senyum!" Kata Bayu dengan semangat '45 yang membara.
Andra reflex menoleh untuk melihat apa yang dikatakan Bayu. Benar! Alexa tersenyum!
Cantik. Batin Andra sambil tersenyum. Ia sementara melupakan kebingungan dalam hatinya.
"Woaaaaahhhhh...." Anak-anak lain menatap Alexa kagum. Semua merasa terkejut dapat melihat kejadian langka seperti itu. Ada yang membulatkan mata dengan mulut menganga, bahkan sampai bertepuk tangan.
"Please, gak usah lebay." Kata Alexa kemudian. Kembali pada nada bicara dan ekspresi datarnya seperti semula.
"Yaaaaahhh...." Penonton kecewa.
"Udah. Pada duduk, gih." Titah Alexa pada teman-temannya. Mereka menurut. Bayu ikut menurut dengan diam tanpa komentar. Tumben.
"Rissa. Bangun. Udah bel masuk." Alexa kembali berusaha membangunkan Rissa, masih dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Nihil. Tak ada respon. Rissa sudah pergi terlalu jauh ke dunia mimpinya.
Bayu yang melihat itu kembali mendapatkan ide jahilnya. Ia menempelkan jari telunjuknya ke bibir. Memberi isyarat pada teman-temannya untuk diam. Mereka kompak menurut. Ingin melihat aksi jahil apa yang akan dilakukan Bayu sekarang.
Bayu berjalan dengan pelan-pelan dan hati-hati. Ia tak mau menimbulkan sedikitpun kebisingan. Perlahan ia mendekat kepada Rissa. Alexa menatapnya tajam.
"Please..." Bayu berbisik memohon pada Alexa agar mengizikannya menjalankan rencana jahilnya sambil menunjukan ekspresi memelas dengan satu jari tangan dimajukan.
Alexa menghela nafas. Terpaksa mengangguk mengizinkan.
Biarin aja, deh. Yang penting Rissa bisa bangun sebelum ada guru yang masuk. Pikir Alexa.
"GEMPA BUMIIIIIIIII...... AAAAAAAHHHHH...." Bayu berteriak secara tiba-tiba tepat di samping Rissa sambil menggoyang-goyangkan kursi dan meja tempat Rissa tertidur.
"AAAAAHHHH..... MAAMAAAAA.... TOLOOONG....! AAAAAAAHHHH........ Alexa ayo keluar! Bahaya! Cepetan! AAAAAAAHHHHHHH.... TOOOOOLLLOOOONNNGGGG.....!" Rissa terkejut. Ia terbangun dengan panik. Ia celingak-celinguk. Ia memegang tangan Alexa dengan erat.
"AHAHAHAHAHAHA..." Bayu dan anak-anak lainnya tertawa puas. Misi mengerjai Rissa, sukses!
Rissa yang masih belum paham keadaan melihat sekeliling. Tak ada yang panik. Ia lalu menoleh dan menatap Alexa dengan tatapan bingung dan penuh tanda tanya. Alexa hanya mengedikkan bahu.
"Iiiiiihhhh...! Dasar Bayu! Sialan, loe!" Umpat Rissa pada Bayu setelah memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ia dikerjai. Dan ia tahu pasti, bahwa otak serta dalang dari semua ini adalah Bayu.
"Bayu kampret! Dasar lo! Gangguin orang aja! Resek! Sini, lo! Biar gue hajar! Biar kapok! Sini!" Rissa dengan cepat bangun dan berusaha memukuli Bayu. Bayu secara spontan menghindar dan berlari. Keduanya kejar-mengejar mengelilingi ruang kelas ala-ala serial India. Anak-anak lain memerhatikan mereka sambil tertawa geli.
Alexa tersenyum. Bukan half-smile seperti sebelumnya. Bukan pula senyuman mengejek atau senyum tipis. Ia benar-benar tersenyum. Dengan tulus. Matanya berbinar.
Wow! Senyuman itu. Pikir Andra.
Anak-anak lain fokus memerhatikan tingkah Bayu dan Rissa. Tak ada yang melihat senyuman Alexa, selain Andra. Andra ikut tersenyum.
Beautiful smile. Kata Andra dalam hati.
Alexa kembali ke poker face-nya. Wajah datar tanpa ekspresi. Ia menyadari Andra yang terus melihat ke arahnya.
"Why?" Tanyanya pada Andra ketus.
Andra tersadar dari lamunannya.
"Oh? Nothing." Jawab Andra lalu tersenyum tipis.
"Oh." Jawab Alexa datar. Ia kembali memerhatikan Bayu dan Rissa.
Rissa berhasil menangkap Bayu. Ia memukul dan mencubit Bayu sepuasnya.
"Rissa. Udah." Alexa memanggil Rissa dan memberi isyarat agar Rissa kembali duduk ke kursinya.
Rissa mengangguk.
"Dasar! Taik kucing, lo! Dasar cicak!" Ia mengumpat pada Bayu. Ia lalu memukul bahu Bayu dengan keras untuk terakhir kali. Ia lalu berjalan kembali ke tempat duduknya.
Bayu hanya meringis kesakitan. Ia mengusap-usap bahu dan kepalanya yang puas dihajar Rissa.
"Dasar cewek bar-bar!" Ucap Bayu geram, namun dengan suara yang pelan sehingga Rissa tidak mendengarnya. Karena kalau sampai Rissa mendengarnya, bukan tak mungkin ia akan kembali menjadi samsak tinju bagi Rissa.
Pak Ahyar kemudian masuk.
"Assalammualaikum." Salam pak Ahyar.
"Waalaikumussalam." Jawab murid kelas XII IIS 1 serempak.
"Lah? Pak? Kok masuk lagi? Kan tadi pagi udah. Bapak gak lupa, kan?" Ujar Bayu dari belakang.
"Iya, iya. Ingat, kok. Cuma ada beberapa hal yang harus saya sampaikan." Jawab pak Ahyar.
"Oooohh, gitu. Apaan emang, pak?" Bayu menaikan alisnya.
"Gak sopan kamu! Sana duduk! Ngapain mojok di belakang? Kayak banci lampu merah mangkal aja!" Omel pak Ahyar pada Bayu.
"Hehe. Iya, pak. Maaf. Saya abis main game, ada gorilla yang jadi algojo mukulin saya. Saya jadi babak belur gini." Bayu cegegesan. Ia sengaja menyindir Rissa. Anak-anak lain tertawa.
"Ish! Dasar!" Ujar Rissa pelan. Ia sangat kesal pada Bayu.
Bayu menjulurkan lidahnya pada Rissa.
"Heh! Ngapain kamu melet-melet di situ? Ngejek saya? Kurang ajar! Cepat duduk!" Perintah pak Ahyar geram.
"I-iya, pak." Sahut Bayu. Ia segera kembali ke kursinya.
"Sakit?" Tanya Andra.
"Menurut, elo? Ya sakit-lah!" Jawab Bayu kesal.
"Rasain! Lagian iseng banget, sih!" Kata Andra mengejek.
"Loe kok ..."
"Sudah, diam! Ekhem, nak Alexa?" Pak Ahyar lalu menoleh pada Alexa.
Alexa yang paham langsung berdiri. Bersiap-siap memberi komando untuk memberi salam.
"Perhatian! Semuanya..." Belum sempat Alexa menyelesaikan komandonya, pak Ahyar menghentikannya.
"Sudah, sudah. Gak apa-apa. Gak usah. Cuma sebentar saya." Potong pak Ahyar.
"Kalau gitu tadi ngapain ngasih kode suruh beri salam, pak?" Tanya Bayu terus-terang.
"Ya terserah saya. Kan saya gurunya. Apa? Mau protes?" Ujar pak Ahyar sensi.
"Iya, deh. Terserah bapak aja. Apalah daya saya yang hanya seorang siswa biasa yang tidak punya kekuatan serta wewenang apa-apa. Hiks." Celoteh Bayu dramatis.
Anak-anak lain tertawa. Kecuali Alexa tentunya.
"Sudah, sudah. Ini kapan saya mulai ngomongnya?" Pak Ahyar menenangkan siswa-siswanya.
"Lah? Kan dari tadi bapak udah ngomong, pak? Apanya lagi yang mau dimulai?" Tanya Bayu untuk kesekian kalinya.
"Oh, iya, ya? Yoweslah. Pokoknya gini, sebentar lagi guru-guru akan menghadiri rapat. Jadi gak ada guru yang bakalan masuk setelah ini, jadi ..."
"Yeeeeeeyy! Jadi kita gak belajar dong, pak? Boleh pulang, kan? Asyiiiik! Yuhuuuu!" Bayu kembali memotong perkataan pak Ahyar.
"Kamu ini! Omongan saya jangan dipotong, dong! Gak sopan! Tapi ya benar juga, sih. Karena gak belajar, jadi kalian boleh pulang. Tapi, tunggu dulu bel berbunyi tiga kali. Sekarang belum boleh." Jelas pak Ahyar.
"Kamu, Bayu Saputra. Abis ini langsung ke ruangan saya!" Sambung pak Ahyar sambil menunjuk kepada Bayu.
"Lah? Kenapa, pak? Salah saya apa?" Tanya Bayu sok polos.
"Salah saya apa, salah saya apa. Salah gundulmu? Kamu itu udah kurang ajar. Tadi kamu melet-melet, ngejek saya, toh? Terus omongan saya belum selesai main dipotong-potong aja. Emangnya sutradara film, main cut-cut aja omongan orang. Pokoknya habis ini kamu langsung ke ruangan saya! Titik!" Omel pak Ahyar kesal sambil memainkan kumisnya yang panjang.
"Tapi, pak ..."
"Gak ada tapi-tapian." Potong pak Ahyar.
"Rasain! Wleeee..." Rissa mengejek dengan menjulurkan lidahnya ke arah Bayu.
Hukum karma masih berlaku, sob. Batin Rissa.
Nyebelin! Batin Bayu.
"Oh, iya, emangnya bapak gak ikut rapat sama guru-guru yang lain? Nanti dimarahin KepSek loh pak." Bayu kembali berusaha meyakinkan pak Ahyar agar tidak menghukumnya.
"Oh, iya." Jawab pak Ahyar.
Yes! Pikir Bayu.
"Ya udah, kamu ke ruangan sayanya besok pagi aja. Paham?" Sambung pak Ahyar.
"Yaaaaahhh, tapi pak, ..."
"Gak ada tapi-tapian. Pokoknya kamu besok pagi ke ruangan saya. Titik!" Tegas pak Ahyar.
"Udah, itu aja. Saya pamit. Wassalammualaikum. Alexa, gak usah penghormatan. Jagain teman-temanmu, jangan sampai ada yang pulang duluan sebelum bel berbunyi tiga kali seperti yang saya bilang. Terutama ini si anak curut satu. Paham?" Sambung pak Ahyar dan menunjuk Bayu.
"Baik, pak." Jawab Alexa.
"Lah? Kok saya lagi, pak?" Tanya Bayu tak terima.
"Udah, gak usah banyak protes. Saya permisi." Jawab pak Ahyar.
Pak Ahyar lalu melangkah keluar dari ruang kelas XII IIS 1.
Anak-anak sedang merapikan barang bawaannya ke dalam tas.
Beberapa saat kemudian bel berbunyi sebanyak tiga kali sebagai tanda bahwa mereka sudah boleh pulang, seperti kata pak Ahyar.
***
"Al, mau pulang bareng aja?" Ajak Rissa pada Alexa.
"Gak apa. Aku dijemput." Jawab Alexa jujur.
"Udah nelpon? Dijemput siapa?"
"Udah. Daddy." Jawab Alexa singkat, padat dan jelas.
"Oh, ok. Gue duluan, ya! Bye!" Ucap Rissa hendak melangkah pergi.
Alexa menahan tangan Rissa. Ia memeluk Rissa erat. Rissa lebih pendek dari Alexa, saat memeluknya, Alexa sedikit menunduk.
"Lah? Kenapa dah ni anak?" Tanya Rissa bingung.
"Nothing." Jawab Alexa masih memeluk Rissa.
Rissa yang sebenarnya masih merasa bingung, akhirnya membalas pelukan Alexa.
Alexa mulai melepaskan pelukannya. Ia kembali tersenyum pada Rissa. Senyum tulus.
"Lo kenapa, sih? Aneh banget. Hari ini perasaan loe terlalu banyak senyum, deh! Ya gue seneng, sih. Tapi berasa aneh. Ada apaan, sih?" Tanya Rissa penasaran sembari menaik-turunkan alisnya.
Alexa hanya menggeleng.
"Udah. Pulang, gih. Ntar telat. Udah ditungguin, tuh." Alexa menunjuk pada sebuah mobil sedan berwarna putih. Itu mobil jemputan Rissa.
"Iya, deh. Gue pulang duluan, yak! Bye!" Rissa melambaikan tangannya pada Alexa lalu berlari kecil menuju mobil jemputannya.
"Alexa, pulang pake apa? Aku anter, yuk!" Tawar salah seorang siswa yang menaiki motor.
"Mobil. Gak usah." Jawab Alexa datar. Siswa itu lalu pergi.
"Kak Alexa? Nunggu siapa, kak? Belum pulang? Naik mobil aku aja, aku antar sampe rumah, deh!" Tawar siswa yang lain.
Piiipp! Piiiipp!
Suara klakson mobil yang baru saja berhenti di dekat Alexa. Itu ayahnya.
"Ayo masuk!" Ajak Will pada puterinya itu lewat jendela mobil. Alexa mengangguk pelan. Ia segera masuk ke mobil dan duduk di sebelah ayahnya. Anak yang tadi menawarinya pulang bersama pun berlalu.
"Kok pulangnya cepat hari ini? Gimana sekolahnya?" Tanya Will pada Alexa dalam perjalanan pulang.
"Guru-guru rapat. Biasa aja." Jawab Alexa singkat tanpa menoleh dan tetap fokus menatap ke depan.
"Really? But Daddy saw it." Kata Will.
"What?" Tanya Alexa bingung.
"You hug Rissa just now. And show off your smile. Pure smile. Not a half-smile, not a smirk. But a real smile. Don't you wanna tell me?"
"Aahh, nothing. It's just ... yeah, like that. Nothing special, Dad." Alexa tersenyum tipis.
"See? Now you're smilling too. I know there must be something has happened, right?"
"Yeaahh, I just ... happy? Hehe." Alexa tertawa singkat.
"Okay, okay. No problem if you don't want to tell me. But I'm happy to see your smile. Terus gitu, ya? Always be happy." Will tersenyum senang melihat putrinya bahagia. Ia mengusap rambut Alexa dengan lembut dan penuh kasih sayang dengan sebelah tangannya.
Alexa hanya tersenyum tipis.
Sebenarnya, ia memeluk Rissa karena merasa senag dan terharu. Saat tadi di kelas, Rissa bangun dengan panik karena mengira ada gempa bumi yang terjadi. Tanpa pikir panjang, tidak langsung berlari untuk menyelamatkan diri, Rissa justru terlebih dahulu memegang tangan Alexa dengan erat dan mengajaknya untuk menyelamatkan diri bersama. Hal ini menunjukan bahwa Rissa tidak pernah lupa pada dirinya.
Mungkin bagi orang lain hal ini hanya hal sepele. Namun tidak bagi Alexa. Baginya, hal ini sudah cukup untuk membuatnya tersenyum bahagia. Ternyata ada orang lain yang benar-benar peduli padanya, tak peduli apapun yang terjadi.
Hal ini sangat membahagiakan baginya. Terlebih lagi Alexa dulu pernah memiliki pengalaman buruk dengan teman-temannya.
Karena perbedaan yang ada dan sikap Alexa yang seperti ini, membuatnya kesulitan mendapatkan teman dan sering diganggu. Namun kini hal itu tak lagi masalah untuknya. Ia sudah mendapatkan teman-teman yang dapat menerima dirinya apa adanya dengan segala kekurangannya.
Oleh karena itu, ia sangat bersyukur dan menyayangi teman-temannya, bukan hanya Rissa, tapi semua teman sekelasnya. Walaupun beberapa di antara mereka ada juga tidak begitu dekat, namun hubungan mereka baik-baik saja. Alexa merasa bahagia, dan menyukainya.
"Tersenyumlah.
Tersenyumlah walau hanya sesaat.
Tersenyumlah walau hanya sekejap.
Karena kau tak pernah tahu,
Betapa bahagianya seseorang saat melihat dirimu tersenyum".
^_^
Yaa, seperti itu. Always smile. Show off your emotion. Smile whenyou are happy, cry when you're sad. Don't just cover it in you heart and yourpoker face. Show it all. So you can live happily without many secrets. (William)