10
"Mom, pagi ini Alexa ke rumah teman. Mau ngerjain tugas kelompok. Boleh?" Tanya Alexa pada ibunya setelah sarapan. Mereka masih berada di meja makan.
"Boleh aja. Yang penting buat tugas, jangan keluyuran gak jelas, ya." Jawab Anna.
"Ok." Sahut Alexa singkat, seperti biasanya.
"Perlu daddy antar?" Tawar Will pada putrinya.
Alexa tak langsung menjawab. Ia ragu, apakah harus menerima atau menolak tawaran ayahnya. Tentu saja karena Andra. Andra mengatakan bahwa ia akan menjemput Alexa, namun Alexa tak yakin apa itu serius atau tidak.
How's this? Andra beneran jemput gak, ya? Kalo gak dijemput, nanti aku nyasar, kan gak tahu rumah dia di mana. Kalo diantar daddy lebih aman, tapi kalo Andra benar-benar datang gimana? Kasian, dong? Alexa bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Hey, kok malah melamun? Ada masalah di sekolah?" Tanya Will yang heran melihat Alexa yang hanya diam. Tak seperti biasanya yang apabila ditanya Alexa akan langsung menjawab.
"Oh? Eh? Nothing." Jawab Alexa saat tersadar dari lamunannya.
"So? Mau Daddy antar, gak?" William kembali bertanya.
"Umm, no problem, dad. Nanti kayaknya bakal ada yang jemput." Jawab Alexa ragu.
"Really? Siapa?" Tanya Will penasaran.
"Iya, nih. Yang jelas bukan Rissa, kan? Rissa bilang dia sedih karena gak satu kelompok sama kamu. Terus yang jemput siapa?" Tanya Anna ikut-ikutan.
"A friend of mine." Jawab Alexa.
"Iya, pastinya teman kamu, masa' teman kantor daddy? Tapi siapa?" Tanya Will sekali lagi pada Alexa.
"Ketua kelas." Jawab Alexa.
"Namanya siapa? Cewek atau cowok?" Tanya Anna antusias.
"Andra. Cowok." Jawab Alexa.
"Ok. Posisi daddy kini sudah tergantikan oleh orang asing yang bahkan daddy gak tahu orangnya yang mana. Daddy ngambek!" Kata William menggoda Alexa.
"Hayooo, daddy-nya ngambek. Sekarang Alexa mau apa, cobak?" Anna ikut-ikutan menggoda Alexa.
"Mau mandi. Siap-siap."
"Yaaaahhh, daddy-nya ngambek malah dicuekin." Sindir Will.
"Iya nih." Sahut Anna kemudian.
"Ya udah. Gak usah?" Tanya Alexa. Tetap dengan ekspresi datarnya sambil meminum air.
"Heh! Gak boleh! Enak aja! Tugas itu harus dikerjakan, apalagi tugas kelompok. Nanti namamu gak ditarok sama temen-temenmu. Tanggungjawab, dong! Kamu, ini... " Omel Anna geram pada tingkah Alexa. Yang membuatnya semakin geram adalah jawaban Alexa yang sangat singkat.
"Calm down, Ann. Ok-ok. Daddy cuma becanda. Tapi reactionnya jangan yang gitu banget dong, Al. Daddy sedih, nih." Kata William kemudian.
"Ok. Sorry, dad."
"Alexa Aurelia." Panggil Anna.
"Yes, mom" Sahut Alexa santai. Tetap konsisten dengan ekspresi datarnya.
"Kamu ini sebenarnya ngikutin sifat siapa, sih? Cewek kok dingin banget! Papa-mu emang orangnya calm dan tenang, tapi gak judes. Mama apa lagi? Bawelnya minta ampun. Kalo Steve, anaknya emang tenang, tapi tetap ceria dan ekspresif. Lah kamu? Muka datar, ngomong irit. Bikin pusing!" Omel Anna.
"Gak tahu." Jawab Alexa singkat.
"Hahaha. Sudah, sudah. Pagi-pagi udah ribut aja, sih. Alexa siap-siap gih, nanti temanmu datang, kamu masih bau, belum mandi. Kan malu." Will mencoba menenangkan Anna dan menghentikan omelan panjang tak berujung untuk Alexa. Ya, mau dikata bagaimanapun, Alexa memang seperti itu. Entah sifat siapa yang ia warisi.
"Ok." Jawab Alexa. Singkat, seperti biasanya. Ia lalu bangkit dan menuju kamarnya.
"Mukanya tetap aja datar, ngomongnya juga singkat. Huh!" Anna masih kesal.
"Hahaha." Will hanya tertawa.
"Ma, Andra pergi dulu, mau ngejemput teman. Assalammualaikum." Pamit Andra pada ibunya sambil berlari ke luar menaiki moge kesayangannya.
"Waalaikumussalam. Iya, hati-hati ya!" Sahut Eva sedikit berteriak. Ia sedang berada di dapur.
Andra melajukan motornya dengan cepat.
Di sisi lain, Alexa sedang bersiap-siap.
"Pake baju yang mana, ya?" Tanya Alexa pada dirinya sendiri sambil memilih-milih pakaian yang tergantung di lemarinya.
Lemari Alexa sangat rapi. Semua baju disusun berdasarkan jenis dan warnanya. Deretan jaket berwarna hitam, jaket berwarna coklat, lalu kaos lengan panjang, kaos lengan pendek, lalu ada kemeja lengan panjang dan seterusnya. Semua tersusun secara rapi dan teratur sesuai dengan warna dan jenis pakaiannya masing-masing.
"Ngapain repot? Emang mau ke mana? Ada-ada aja." Alexa membantah omongannya sendiri. Ia kemudian memilih sebuah kaos putih polos dan outer warna biru navi. Ia padukan dengan celana jeans hitam.
Tok, tok, tok.
"Nooonn, dipanggil nyonya. Ada yang nyariin katanya." Panggil bi Ijah.
"Iya." Sahut Alexa, singkat.
Siapa? Andra? Impossible! Beneran datang, ya? Tanya Alexa dalam hati.
"Terserah." Kata Alexa kemudian. Ia lalu bersiap-siap. Seperti biasa, ia hanya menggunakan sedikit pelembab bibir, lalu menepuk-nepukan baby powder di wajahnya. Rambutnya ia biarkan terurai.
Alexa lalu turun. Di ruang tamu ia melihat punggung seorang lelaki yang tengah duduk bersama ibunya. Tentu saja, itu Andra.
"Jadi, kamu ketua kelas, ya?" Tanya Anna pada Andra.
"Iya, tante." Jawab Andra sambil tersenyum ramah.
"Oh, tapi kok tante belum pernah liat kamu sebelumnya? Tante soalnya udah pernah ketemu sama beberapa teman sekelas Alexa yang lain. Mereka pernah datang main ke rumah." Jelas Anna.
"Iya, tante. Saya murid pindahan. Saya baru pindah ke sekolah yang sekarang begitu naik kelas XII." Jawab Andra menjelaskan.
"Oooohh, begitu, ya?" Anna mengangguk pelan sambil tersenyum ramah.
"Itu Alexa. Cepat, Al. Udah ditungguin, nih." Kata Anna pada Alexa yang sedang menuruni tangga.
Alexa tak menjawab. Ia terus melangkah turun.
Cantik, batin Andra sambil tersenyum tipis.
"Udah siap?" Tanya Andra pada Alexa sambil tersenyum ramah ketika Alexa sudah berada di hadapannya.
"Kelihatannya?" Alexa malah balik bertanya. Dengan nada ketus.
"Hus! Jawab yang benar, dong! Kamu, ini. Nak Andra yang sabar ya, kalo ngomong sama Alexa. Tante aja sering naik darah kalo ngomong sama dia." Kata Anna.
"Haha. Gak papa, tante. Udah biasa. Hehe." Andra menjawab Anna sambil tersenyum ramah.
"Udah. Ayo berangkat. Pamit, mom." Kata Alexa kemudian sambil mencium tangan ibunya.
"Iya. Hati-hati, ya." Jawab Anna sambil sedikit mengelus kepala putrinya.
Andra juga ikut mencium tangan Anna.
"Pamit dulu, tante. Assalammualaikum." Kata Andra.
"Waalaikumussalam." Jawab Anna sambil memandang punggung kedua remaja itu yang menjauh.
Sebuah mobil sudah terparkir di halaman rumah Andra.
"Ada tamu kayaknya." Kata Alexa.
"Gak papa. Bukan orang penting, kok. Tenang aja, ok?" Jawab Andra. Ia dapat mengenali mobil tersebut bahkan dengan sekali tatap.
"Ok." Sahut Alexa.
Keduanya turun dari motor. Andra langsung masuk.
"Al, tunggu di sini sebentar, ya?" Pinta Andra menyuruh Alexa menunggu di ruang tamu.
Alexa hanya mengangguk pelan lalu duduk di salah satu kursi setelah dipersilahkan oleh Andra.
Andra lalu melangkah menjauh, masuk ke sebuah ruangan yang kini terdapat dua orang yang sangat ia kenal tengah duduk di sana.
"Mbak, makasih banyak, mbak udah mau nolongin saya. Saya gak tahu kalo gak ada mbak bakalan kayak gimana. Makasih banyak." Silvy tersenyum puas kepada Eva.
"Apaan, nih? Mama ngasih uang ke dia? Lagi?" Tanya Andra langsung begitu melihat Silvy yang sedang memegang seamplop uang yang ia terima dari Eva, ibunda Andra.
"Andra? Kamu kapan pulangnya?" Tanya Eva.
"Kali ini berapa banyak yang kamu minta ke mama? Dengan alasan apa lagi? Hah?" Tanya Andra dengan nada tinggi kepada Silvy.
"Andra, saya ..."
"Balikin!" Andra langsung merampas amplop dari tangan Silvy.
"Andra!? Apa-apaan kamu? Sini balikin uangnya!" Silvy berteriak pada Andra.
"Kenapa? Aslinya keluar sekarang? Gak pura-pura nangis dan memohon lagi?" Tanya Andra sarkatis sambil sedikit menyeringai.
Silvy terdiam.
Alexa yang berada di ruang tamu dapat mendengar kebisingan itu, ia tak mau ikut campur. Ini masalah keluarga Andra, ia tak seharusnya ikut campur dalam masalah ini. Ia lalu memutuskan untuk keluar dan berdiri menunggu di teras.
"Andra, jangan begitu. Dia tante kamu." Kata Eva pada Andra.
"Ya, tante yang tidak memikirkan hal lain selain kepuasan dan kesenangannya sendiri. Tante yang bahkan terlalu egois untuk mau membantu kakaknya sendiri saat dalam kesusahan. Tante yang datang hanya saat dia butuh, dan pergi saat gak butuh. Tante yang bahkan tega dengan sengaja membakar buku tabungan papa yang udah papa simpan. Padahal itu cuma salinan, yang asli dia simpan untuk dirinya sendiri. Tante yang terlalu egois hingga tega mengganti sertifikat kepemilikan tanah dari nama papa jadi atas namanya sendiri. Tante yang tega meninggalkan orang tuanya demi laki-laki kaya raya yang kini bahkan meninggalkannya. Tante yang ..."
Plakk!
Silvy menampar Andra. Ia tak mampu lagi menahan emosinya yang meluap-luap.
"Cukup! Berhenti sekarang juga! Dasar bocah kurang ajar! Lo gak tahu apa-apa! Gak usah ikut campur urusan gue!" Bentak Silvy kemudian.
"Silvy! Apa-apaan kamu!? Kenapa kamu nampar Andra!?" Tanya Eva terkejut dengan kejadian barusan.
"Andra!? Apa yang kamu omongin barusan!? Silvy gak mungkin berbuat kayak gitu. Dia emang salah, tapi dia gak mungkin nekad berbuat sejauh itu. Buku tabungan? Sertifikat tanah? Apa-apaan itu semua?" Eva tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Mbak, mbak percaya ya sama aku. Itu semua gak benar, mbak!" Silvy berusaha meyakinkan Eva.
Andra langsung berjalan menuju kamarnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar foto dan berkas dari meja di belajarnya.
"Nih! Mama liat sendiri." Andra menyerahkan foto-foto dan berkas-berkas itu kepada ibunya.
"Apa? Semua ini? Silvy, kamu ... "
Silvy langsung merampas foto-foto yang ada di tangan Eva. Di situ ada fotonya yang sedang menyelinap ke ruang kerja Wijaya, ayah Andra yang sekaligus merupakan kakaknya. Foto lain menunjukan ia yang sedang memberikan sejumlah uang kepada beberapa orang yang membantunya untuk memalsukan buku tabungan dan sertifikat tanah. Bahkan ada berkas-berkas yang membuktikan bahwa tanah itu ia jual kepada rentenir.
Silvy terperangah. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa.
"Silvy, apa ini semua benar? Kamu, ... jadi kamu yang ... " tanya Eva masih tak percaya.
"Iya! Andra bener! Gue yang ngelakuin semuanya! Kenapa!? Ada masalah!? Ini semua gara-gara lo! Gara-gara lo dan anak lo yang sialan ini, mas Wijaya gak pernah lagi ngasih uang ke gue! Dia gak lagi nurutin yang gue mau! Semuanya dia kasih buat lo dan anak sialan ini! Makanya, gue ngambil apa yang emang udah seharusnya jadi hak gue!" Silvy berteriak tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Eva menangis. Ia tak bisa menerima semua kenyataan ini. Lututnya melemas, ia lalu perlahan terduduk dengan air mata yang kian deras membasahi pipinya. Silvy, adik kandung mendiang suaminya bisa tega berbuat sejauh itu, dan yang lebih menyakitkan, itu semua hanya karena alas an harta.
"KELUAR!!!!" Bentak Andra pada Silvy sambil menunjuk ke arah pintu.
Silvy berbalik dengan angkuh. Ia berjalan ke luar.
Andra berusaha menenangkan ibunya yang terus menangis. Andra memeluknya dengan hangat. Berusaha untuk menyalurkan sedikit kekuatan pada ibunya.
Keterlaluan! Gak bisa dibiarin lagi! Batin Andra.
Andra mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya, ia melaporkan Silvy pada polisi. Bukti-bukti yang ia miliki sudah cukup. Foto-foto dan berkas-berkas tadi, serta rekaman suara Silvy yang mengakui semua kejahatannya.
Saat melangkah ke luar, Silvy melihat seorang gadis yang sedang berdiri sambil bersender di tembok. Ia mengenalinya, itu gadis yang tempo hari lalu hampir ia tabrak.
"Heh! Lo cewek anjing itu, kan!? Sialan!" Silvy langsung mengumpat pada Alexa.
Alexa menoleh, ia lalu berdiri tegak. Tanpa ekspresi dan tidak menjawab perkataan Silvy.
"Eh, sialan! Lo yang hampir bikin gue kecelakaan, kan!? Dasar gak punya otak! Sekarang lo ngapain ke sini!? Dasar gak tahu malu!"
Andra langsung keluar mendengar Silvy yang berteriak mengumpat. Ia ingat, tadi Alexa kemari bersama dirinya.
"STOP!! Apa-apan kamu!? Belum pergi juga!?" bentak Andra pada Silvy.
"Ohhh, jadi cewek sialan ini temen lo? Pantes aja! Sama-sama gak punya otak!" Kata Silvy sambil bercakak pinggang.
"Al, kamu kenal dia?" Tanya Andra pada Alexa. Ia menurunkan suaranya.
"Gak." Jawab Alexa singkat. Tetap tanpa ekspresi.
"Heh sialan! Lo lupa gue!? Dasar! Lo yang hampir gue tabrak dodol!" Bentak Silvy pada Alexa.
"Apa!? Kamu hampir nabrak Alexa?" Tanya Andra.
"Kalo iya, kenapa? Dia yang nyebrang gak pake mata! Dasar sialan!" Umpat Silvy.
"Bukan. Anda yang menerobos lampu merah. Itu faktanya." Alexa akhirnya buka suara. Namun tetap konsisten pada nada bicara dan ekspresi datarnya.
"Terus? Al, kamu gak papa?" Tanya Andra dengan nada khawatir.
"Alah! Dasar sialan! Drama banget idup lo!" Kata Silvy sambil menyilangkan tangannya di dada.
"Pergi!" Usir Andra.
Baru saja Silvy berbalik dan hendak melangkah, polisi sudah menghadang jalannya. Silvy terkejut.
"Maaf, dengan ibu Silvy?" Tanya salah seorang polisi.
"Iya, pak. Dia orangnya. Dan ini bukti-buktinya." Kata Andra. Ia langsung menyerahkan bukti-bukti itu kepada polisi.
Silvy tak bisa berkutik. Tangannya diborgol dan ia dibawa menuju kantor polisi.
"Sorry, Al. Lo jadi ngeliat semua ini." Kata Andra menunduk. Ia menyesal harus memperlihatkan permasalahan keluarganya pada Alexa, bahkan saat pertama kali ia datang.
"Gak papa. Tugasnya kita kerjain besok aja. Sekarang bukan waktu yang tepat." Kata Alexa. Ia sedikit tersenyum. Berusaha menenangkan Andra sambil menepuk bahunya pelan.
"Thanks." Jawab Andra. Ikut tersenyum.
"Tapi Bimo dan Elsa?" Tanya Andra kemudian.
"Tenang. Nanti gue yang kasih tahu. Gue balik dulu." Kata Alexa. Ia lalu hendak melangkah pergi. Namun Andra dengan cepat menahan tangannya.
"Gue antar." Kata Andra.
"Gak papa. Gak usah." Alexa menolaknya.
"Gak. Gue antar. Sini naik." Titah Andra sambil menarik Alexa mendekati moge-nya yang terparkir di depan rumah. Alexa hanya menghela nafas dan menurut.
Andra memberikan helm pada Alexa. Alexa menerimanya dan memakainya.
Andra melajukan motornya, tidak terlalu cepat.
"Mama kamu gimana?" Tanya Alexa saat dalam perjalanan. Andra tak mendengarnya karena sedang memakai helm. Alexa lalu diam.
Lampu merah. Andra menghentikan motornya.
"Mama kamu gimana?" Alexa kembali bertanya.
"Gak papa. Udah istirahat, kok. Gak perlu khawatir." Jawab Andra.
"Ok."
Andra kembali melajukan motornya saat lampu lalu lintas sudah berwarna hijau. Baik Alexa maupun Andra hanya diam selama perjalanan.
"Thanks." Kata Alexa sesaat setelah sampai di depan rumahnya.
"Gak papa. Tanggung jawab gue. Sorry, ya." Kata Andra.
"For?"
"Anything."
"What the...?" Alexa sengaja menggantungkan kalimatnya. Ia mengeluarkan half-smilenya.
Andra membalas tersenyum.
"Gue pergi, ya?"
"Mampir?" Tawar Alexa.
"Gak papa. Gak usah. Besok aja ketemu lagi. Jangan rindu, ya. Berat. Hehe" Canda Andra.
"Never." Jawab Alexa. Kembali ke wajah dan intonasi datarnya.
"Hahaha. Ok, ok. Bye." Andra tersenyum dan melambaikan tangannya. Ia lalu melajukan motornya, kembali pulang.
Alexa hanya memandangi punggung Andra yang semakin menjauh.
"Loh? Non? Udah pulang? Kok cepet?" Tanya bi Ijah yang baru saja keluar hendak membuang kantung sampah saat melihat Alexa.
"Iya. Gak jadi, bi. Besok aja." Jawab Alexa.
"Oh. Pulang pake apa, non?"
"Motor."
"Kok bisa? Kan tadi pagi non dijemput temennya? Kok pulangnya malah pakek motor? Motor siapa, non?" tanya bi Ijah dengan wajah bingung.
"Motor teman."
"Ohhh, motornya mana, non? Non bawa sendiri motornya?
"Gak ada. Udah balik. Diantar."
"Ooooohhh, gitu toh. Kirain. Hehehe." Bi Ijah cengengesan.
"Sini, bi." Alexa mengambil dua buah kantung sampah yang ada di salah satu tangan bi Ijah.
"Eh? Gak papa, non, biar bibi aja. Kotor loh, itu."
"Gak papa. Pasti berat. Ke depan, kan? Ayo barengan, bi!" Alexa langsung melangkah keluar menuju tempat sampah yang ada di pinggir jalan komplek. Tempat sampah besar yang akan diangkut oleh mobil sampah setiap hari Minggu sore.
Alexa lalu mengirimkan pesan pemberitahuan kepada Bimo dan Elsa bahwa kerja kelompok mereka ditunda hingga esok. Mereka telah membuat ruang percakapan grup untuk kelompok geografinya tersebut.
Alexa : Kerja kelompok gak jadi, besok aja. (08.47)
Bimo : Lah? Kenapa, Al? (08.47)
Elsa : Kenapa? Kok gak jadi? (08.47)
Alexa : Ada masalah. (08.48)
Elsa : Masalah apa, Al? Serius gak? (08.48)
Bimo : Masalah apa? Penting, ya? (08.48)
Alexa : Ya. Tapi gak papa. (08.49)
Elsa : Yakin, Al? Lo gak papa, kan? Jangan bilang lo kenapa-napa! (08.49)
Bimo : Apa ada yang sakit?? (08.49)
Alexa : Gak papa, El. (08.51)
Alexa : Bukan, Bim. (08.51)
Andra : Sorry guys, kita tunda jadi besok gara-gara gua ada urusan mendadak tadi. Sorry banget, ya, semua. TT (08.54)
Elsa : Gak papa. Tapi kalian gak ada yang kenapa-napa, kan? (08.55)
Andra : Iya, kita berdua gak kenapa-napa. (08.55)
Elsa : Syukur, deh. :-D (08.55)
Bimo : Kok berdua? Lo sama siapa? Alexa? Kok bisa? (08.58)
Andra : Makasih, Elsa. (08.59)
Andra : Iya, Bim. Gue sama Alexa. Soalnya tadi Alexa udah ke rumah gue, tapi balik lagi gegara gak jadi. Hehe. (09.00)
Bimo : Ooooohhh, gitu. Cepat juga lo, Al. Iya, deh. Besok, ya! (09.00)
Andra : Iya, besok. Berhubung masih libur, jadi kita segerakan aja ngerjainnya. (09.01)
Elsa : Pagi? Di mana? Rumah Andra lagi? (09.01)
Andra : Iya. Pagi aja, kayak biasanya. Jam 08.00 atau 09.00-lah. Karena siapa tahu kita butuh waktu lama buat nyelesaiin semuanya. (09.04)
Elsa : Ok, deh. (09.04)
Bimo : Siap aja gua mah. Ok, pagi. Di rumah Andra. (09.05)
Bimo : Elsa, besok barengan lagi aja. Kan rumah kita searah kalo mau ke rumah Andra. (09.05)
Elsa : Siyap, bosque! (09.05)
Alexa : Telat? Mati! (09.07)
Bimo : Sadis amat loe, Al! (09.07)
Andra : Btw, Al thanks ya buat tadi. J J J (09.09)
Alexa : Sama-sama. (09.11)
Bimo : Thanks buat apa, nih? Ada apa, sih? (09.13)
Alexa : Kepo. (09.15)
Bimo : Si Alexa, mah. Semerdeka lo aja, deh, Al! (09.15)
Andra : Hahaha. Bukan apa-apa kok, Bim. Tapi tadi Alexa udah bantuin gue, jadi wajar dong gue bilang makasih ke dia. :-D (09.16)
Elsa : Udah woy. Gue cabut, off dulu. Babay. (09.17)
Bimo : Gue juga ada urusan. See you tomorrow gengs. (09.17)
Andra : Ok. Hati-hati kalian berdua. J (09.17)
Elsa : Alexa gak mau bilang sesuatu? (09.21)
Alexa : Sesuatu. (09.26)
Elsa : -_________-" (09.26)
Andra : Hahaha. (09.27)
~~~
Seperti yang telah dijanjikan sebelumnya, hari ini Alexa dan teman-teman kelompoknya akan ke rumah Andra untuk mengerjakan tugasnya. Alexa tengah bersiap-siap. Ia sedang memilih baju mana yang akan ia gunakan hari ini, tak mungkin ia menggunakan baju yang sama dengan kemarin, Andra akan menertawakannya tentunya jika hal itu sampai terjadi.
"Yang ini aja." Kata Alexa kemudian.
Ia memilih untuk menggunakan sebuah sweater putih, dipadukan dengan celana jeans panjang warna kehitaman. Rambutnya ia ikat ke atas dengan masing-masing pada sisi samping dibiarkan terurai masing-masing sedikit. Ia membawa tas sekolahnya di punggung dan memilih untuk menggunakan sepatu kets. Tak lupa, ia memakai sebuah masker yang hanya ia letakan di dagunya. Sebenarnya itu hanya suatu 'strategi' Alexa, sehingga saat bertemu dengan orang yang ia kenal maupun tidak, ia tak perlu memasang senyuman formalitas.
Ya, begitulah Alexa. Ada saatnya ia sangat peduli dengan penampilannya dan menjadi bergaya feminine, namun ada kalanya pula ia memilih sesuatu yang menurutnya simple dan membuatnya nyaman yang cenderung membuatnya bergaya tomboy. Tak jarang ia mengenakan pakaian serba hitam, seperti ingin ke pemakaman.
Alexa turun. Hendak pamit kepada orang tuanya. Hari ini ia berencana untuk pergi menggunakan motor kesayangannya.
"Oh, iya. Kamu sangat ramah, ya. Maaf saja kalau Alexa seperti itu. Tante sendiri suka kesal sama tingkahnya. Hahaha."
Hah? Mama ngomong sama siapa? Tanya Alexa dalam hati. Ia mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap. Salah satunya adalah suara ibunya, tapi dengan siapa ia tak mengetahuinya. Alexa lalu mempercepat langkahnya menuruni tangga.
"Mom, Alexa wanna ... loh?" Alexa terkejut. Ia tak melanjutkan kalimatnya. Ia melihat ibunya ternyata sedang berbincang-bincang dengan Andra.
"Hai, Al. Udah siap? Kelihatannya udah, sih. Hehe." Kata Andra kemudian sambil tersenyum manis dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Al, udah ditungguin, nih. Kamu ngerepotin aja, sih. Temenmu disuruh ngejemput segala." Kata Anna pada Alexa.
"Eh, bukan kok tante. Ini saya sendiri yang mau jemput Alexa, Alexa gak pernah minta, kok. Saya aja yang mau." Kata Andra.
"Oh, begitu. Ya sudah. Sini, Al. Nanti telat, teman-temanmu pasti udah pada ngumpul. Gak enak kan kalo harus nungguin kamu lama-lama." Kata Anna pada Alexa.
"Mom. Kalo janjian jam 8 sama mereka, jam 8 itu mereka baru bangun tidur. Bukan udah ada di tempat. Jam karet. And I really don't like it." Kata Alexa datar.
"Oh, gitu. Ya terserah kamu aja, deh. Tapi Andra udah nungguin kamu, tahu!"
"Terserah. Alexa gak nyuruh. Siapa suruh gak bilang." Jawab Alexa dengan entengnya.
"Kamu ini!" Anna mulai geram dengan tingkah Alexa.
"Hahaha. Gak papa, Tan. Udah biasa. Ayo, Al!" Kata Andra kemudian.
"Ke?" Tanya Alexa datar.
"Ke pelaminan. Hahaha." Canda Andra.
"Gak jadi." Alexa berbalik hendak kembali ke kamarnya.
"Sans, Al. Cuma becanda, kaleee. Ayo ke rumah gue-lah. Kita harus mulai ngerjain tugas Geografi. Ayok, dah!" Kata Andra.
Anna hanya bergeleng-geleng sambil tersenyum lucu melihat tingkah kedua remaja itu.
"Oh, ok." Alexa berbalik kembali dan berjalan mendekati ibunya.
"Pamit, Mom." Kata Alexa sambil mencium tangan ibunya. Andra mengikuti setelahnya.
Keduanya mengenakan helm lalu naik motor Andra. Andra dengan segera melajukan motornya menuju rumahnya.
"Bahan-bahannya?" Tanya Alexa.
"Hah? Apa? Gue gak denger, nih." Tanya Andra setengah berteriak.
"Bahan-bahan." Jawab Alexa.
"Hah? Badan? Badan siapa? Kenapa?"
Alexa hanya diam. Ia tak mau melanjutkan kekonyolan ini.
Saat sampai di pertigaan, Alexa memberi isyarat dengan tangannya kepada Andra agar Andra berbelok ke arah kanan. Andra mengikuti isyarat tersebut. Alexa lalu menunjuk sebuah toko perlengakapan sekolah untuk memberitahu Andra tempat yang dituju. Andra menurut.
"Ngapain ke sini?" tanya Andra sesampainya di toko perlengakapan sekolah tersebut.
Alexa turun dan melepaskan helm-nya.
"Belanja." Jawab Alexa sambil menyodorkan helm tersebut pada Andra. Andra kemudian turun dan menyusul Alexa dari belakang.
Aah, kan udah diubah. Yang gambar peta jadi kelompok 3. Yaudah. Batin Alexa.
Jadi, sebenarnya kelompok Alexa-lah yang sebenarnya bertugas menggambar peta Indonesia. Namun kelompok 3 meminta kepada pak Wahyu selaku guru mata pelajaran Geografi mereka untuk menukar tugasnya dengan kelompok Alexa. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya pak Wahyu membolehkan, dan Alexa sebagai perwakilan kelompok mengiyakan saja.
Berhubung sudah sampai, Alexa sekaligus saja membeli flashdisk baru. Dan beberapa barang yang ia butuhkan.
Alexa mengambil spidol warna, pensil, penggaris, penghapus, rautan pensil, pulpen Boxy, tiga buah stick note berbentuk persegi, serta sebuah notepad bersampul coklat. Dan tentunya, sebuah flashdisk dengan ruang 26 GB.
"Itu semua? Banyak banget! Notepad juga? Buat apa?" Tanya Andra melihat barang-barang tersebut di tangan Alexa.
"Ya. Emang. Buat gue." Alexa dengan datar menjawab semua pertanyaan Andra sembari melangkah menuju kasir.
"Ini, mas. Berapa harga semuanya?" Tanya Alexa pada penjaga kasirnya.
"Sebentar, ya. Totalnya Rp 257.000, dek." Jawab penjaga kasir sambil membungkuskan belanjaan Alexa.
"Oh, iya." Alexa hendak mengeluarkan uangnya dari tas. Andra lalu datang dan menerobos.
"Ini, mas. Saya aja yang bayar." Kata Andra kemudian. Ia lalu menoleh sambil tersenyum manis ke arah Alexa yang terdiam menatapnya.
"Tapi ini bukan buat kelompok." Kata Alexa memberitahu.
"Gitu? Yaudah, gak papa juga, Al." Sahut Andra sembari tersenyum manis.
Alexa menatapnya bingung. Kenapa? Inikan untuk leperluan pribadi Alexa, mengapa Andra mau membayarkannya?
"Udah, jangan kelamaan natap. Nanti jatuh cinta, loh! Hehe." Ajak Andra kepada Alexa sambil membawakan plastik berwarna biru tua yang berisi belanjaan.
"Ogah!" Kata Alexa. Ia lalu mendahului Andra dan dengan cepat berjalan menuju motor Andra di parkiran.
Andra hanya tertawa puas sambil menyusul Alexa dari belakang.
~ ~ ~
"Alexa sama Andra ke mana ya, Bim? Kok belum nongol-nongol, sih?" Tanya Elsa pada Bimo. Mereka sudah berada di rumah Andra. Mereka tak berani terlambat, karena Alexa biasanya on time dan tidak suka jam ngaret.
"Ya mana gua tahu! Alexa juga tumben amat telat, gak kayak biasanya." Jawab Bimo sambil memakan snack kentang di tangannya.
Eva, ibunda Andra, menyuruh mereka duduk sambil menunggu di dalam, namun keduanya merasa tak enak dan memilih untuk menunggu di teras saja. Eva lalu membawakan jus dan kue-kue kecil untuk keduanya.
"Silahkan dimakan, anak-anak." Kata Eva.
"Iya, tante. Maaf ngerepotin." Sahut Elsa.
"Gak papa, kok. Andra mana ya? Kenapa lama sekali? Kalian tunggun aja, ya. Tante lagi masak soalnya."
"Iya, tan. Gak papa. Makasih banyak, tan." Kata Bimo.
Eva hanya tersenyum dan kembali ke dapur.
"Aaaahhhh, mereka ke mana dulu, dah? Nyesel gue tadi buru-buru. Huh!" Omel Elsa.
"Sabar, Els. Ntar lagi juga nongol tuh anak berdua. Mening lo makan nih kuenya, enak beut!" Kata Bimo sambil mengacungkan kedua jempolnya. Elsa hanya menghela nafas.
Tak lama kemudian motor Andra memasuki halaman rumah. Elsa dan Bimo memerhatikannya. Andra memarkirkan motornya.
Alexa melepaskan helm. Andra melakukan hal yang sama.
Elsa dan Bimo sama-sama terperangah. Keduanya secara otomatis berdiri menyambut kedatangan Alexa dan Andra.
"Amazing! Perfect match!" Seru Elsa.
"Wonderful!" Seru Bimo.
Ternyata keduanya terpesona melihat penampilan Alexa serta Andra. Di mata mereka, Alexa dan Andra adalah pasangan yang sangat serasi. Sangat cocok. Bagaimana tidak? Penampilan keduanya kini memang sangat menawan di mata Bimo dan Elsa. Alexa menggunakan sweater putih, sedangkan Andra menggunakan sweater kuning dengan angka 424 di tengahnya. Keduanya juga sama-sama menggunakan masker. Sungguh serasi.
"Apa?" Tanya Alexa yang membuyarkan khayalan Elsa dan Bimo.
"Al, tinggi lo berapa?" Tanya Elsa tanpa menjawab pertanyaan Alexa.
"168 cm." Jawab Alexa.
"Kalo elo, Ndra?"
"Tinggi gue 173,6 cm. Kenapa?"
"Perfect!" Seru Bimo dan Elsa bersamaan.
"Apanya?" Tanya Alexa sambil menaikan sebelah alisnya.
"Iya. Apanya yang perfect?" Sambung Andra.
"Ya kalian, dong! Cocok banget! Sumpah!" Jawab Elsa penuh antusias.
"Hah!?" Alexa maupun Andra sama-sama bingung.
"Ecieeeee, hah-nya aja kompak, bener! Emang the best couple, deh! Yuuuhuuuu!" Sahut Bimo tak kalah antusias dari Elsa.
"Best?" Tanya Andra sambil menunjukan ekspresi bingung menatap Alexa.
"Couple?" Tanya Alexa dengan wajah datarnya namun balas menatap Andra.
"Ada-ada aja kalian. Gak usah ngarang-lah!" Kata Andra sambil bergeleng-geleng.
"Iiiih, beneran tahu! Kalian tuh cocok banget! Perfect match! Visualnya juga, ulala cetar membahana badai halilintar! Ya, kan, Bim!?" Celoteh Elsa.
"Yep! Betul banget! Giant couple! Hahaha." Sahut Bimo.
"Iih! Kok giant couple, sih? Perfect couple, dong! Ice girl with the warm boy! It's a perfect match!"Bantah Elsa.
"Giant. Karena dua-duanya paling tinggi di kelas. Alexa cewek paling tinggi di kelas, Andra cowok paling tinggi di kelas. So, they're giant couple." Sanggah Bimo sambil menunjuk Alexa dan Andra bergantian.
"Woy, siapa yang giant? Dan sejak kapan gue jadi the warm boy?" Tanya Andra.
Yah, sebenarnya Andra sudah sangat familiar dengan julukan atas dirinya sebagai the Warm Boy. Hal itu sudah cukup lama menjadi nickname-nya. Tentu saja, dikarenakan sifatnya yang ramah dan selalu tersenyum pada semua orang bahkan yang baru pertama kali ia temui sekalipun. Namun daripada dibilang narsis, Andra tetap menyanggah julukan itu. Bukannya tidak suka, hanya saja ... entahlah, sepertinya sulit dijelaskan.
"Giant, karena lo tinggi banget!" Jawab Bimo kemudian.
"Warm boy! Karena lo selalu tersenyum ramah ke semua orang. Beda sama cewek di sebelah, lo! Alexa the ice girl." Jawab Elsa tak mau kalah.
"Stop it! Let's do our work!" Alexa akhirnya angkat bicara.
"Bener, tuh. Ayo kerja. Malah ngoceh gak jelas. Nanti tugasnya gak selesai-selesai, lagi." Sambung Andra.
"Hey, guys! Wanna know something? Gue sama Bimo udah datang dari tadi, kalian yang telat. Kemana dulu, sih? Terus itu plastik apaan?" Tanya Elsa sambil menunjuk plastik di tangan Andra.
"Ini plastik belanjaan. Isinya bahan-bahan dan alat kita buat bikin tugas. Kan tugasnya gambar peta, jadi tadi kita beli ini dulu baru ke sini. Jadi kita mampir dulu ke toko, agak lama. Makanya telat." Jelas Andra.
"Bukan juga. Gue salah ingat tugas kelompok kita. Udah ditukar sama kelompok 3, ternyata." Kata Alexa mengoreksi.
"Terus, kalian telat gegara ini? Salah ingat tugas kelompok dan akhirnya mampir dulu ke toko?" Tanya Elsa memastikan.
"What time is it?" tanya Alexa kemudian. Tanpa menjawab pertanyaan Elsa sebelumnya.
"Kan lo pake jam tangan, Al? Ngapain nanya? Liat aja sendiri! Jam tangan lo rusak, ya? Cuma buat pajangan aja gitu? Beli yang baru, gih! Sekarang jam 08.11. Kenapa emang?" Celoteh Bimo lalu bertanya pada Alexa.
"Jam-ku gak rusak. Sekarang jam 08.11. Terus yang telat siapa?" Alexa balik bertanya pada Bimo dan Elsa.
"Ya kalian, dong! Lo dan Andra." Jawab Elsa.
"Kita janjian jam?" tanya Alexa.
"Andra suruh datang 08.00 atau 09.00, sih." Jawab Bimo.
"Kalian datang jam?"
"Ummm, gak tahu, sih. Tapi tadi nyampe sini jam 07.56." Jawab Elsa jujur.
"We're not late. But you have come too early." Kata Alexa.
"Hah? Ya telat dong, Al!" protes Elsa.
"Janjian jam 08.00 atau 09.00. Kalian datang 07.56, kecepetan. Kita nyampe jam 08.11, yang artinya kurang 49 menit dari jam 09.00. It means, we're not late." Jelas Alexa, tetap konsisten dengan intinasi dan ekspresi datarnya.
"Huh! Iya, deh, iya. Nyebelin amat, lo, Al? Kalo debat gak mau kalah. Giliran kayak gini aja, panjang-lebar lo ngomong! Biasanya juga irit-irit aja, tuh! Huh!" Omel Elsa kesal sambil mengerucutkan bibirnya.
"Udah, Els. Kalo sama Alexa tetep kita yang kalah. Salah orang kalo lo milih debat ama dia. Dan emang dia bener, sih. Hehe." Kata Bimo sambil nyengir.
"Ya, kan kita takut telat. Di chat aja dia bilang, telat? Mati! Kan serem, Bim!" Adu Elsa.
"I'll go home, then." Alexa berbalik, hendak pulang. Andra dengan cepat menahan tangannya.
"Eh? Jangan! Ayok, deh! Kita kerjain sekarang. Jangan ngambek, dong!" Kata Andra memegangi tangan Alexa sambil memasang wajah memelas dan puppy eyes-nya.
"Alexa, jangan pulang, dong! Kita gak ngerti musti ngapain. Gue cuma becanda kale, sensi amat sih, lo. Ayok sini, sama kakak! Hehe." Kata Elsa sambil cengengesan dan merangkul Alexa.
"Udah. Tangan Alexa jangan dipegang mulu dong, Ndra. Gak bakalan kabur, udah dipegang Elsa, tuh! Hehehe." Ejek Bimo.
"Eh? Sorry." Andra terkejut dan langsung melepaskan tangan Alexa. Ia lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, berusaha menutupi rasa kikuknya.
***