Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 6

Risnawan Atmaji POV

Aku tidak pernah mengira jika Kimaya adalah perempuan nekad yang menjunjung tinggi libido serta gairahnya daripada akal sehat serta logikanya. Lebih apesnya lagi, aku adalah laki laki yang paling tidak bisa tahan jika batang dan leherku sudah di jilat. Entah bagaimana Kimaya tau jika aku memiliki kelemahan di sana dan akhirnya aku mengaku kalah padanya.

Entah ini kesalahan yang sama lagi seperti dulu atau bagaimana. Jika dulu akulah yang berselingkuh dan merayu Briona di awal maka berbeda dengan Kimaya. Kimaya justru yang menggoda diriku sejak awal aku masuk ke apartemennya. Bahkan kini setelah kami duduk di ranjang kamar apartemennya dan aku mengeluarkan kartu kredit untuk aku berikan kepadanya namun ia menolak.

"Ini buat kamu," kataku sambil mengulurkan credit card yang baru saja aku ambil dari dompet.

Bukannya menerimanya dengan suka cita seperti Briona dulu, Kimaya justru menatap kartu itu sekilas kemudian ia fokus menatap mataku lama.

"Buat apa?"

"Kalo kamu belanja pakai ini saja."

Kimaya hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya di depanku.

"Aku nggak butuh Ris, aku seorang pengusaha dan aku mampu menghidupi diriku sendiri. Maaf aku menolaknya."

"Terus apa yang kamu dapat sebagai kompensasi setelah mau aku jamah Kim?"

"Aku berharap kita bisa selamanya seperti ini dan mungkin hubungan kita bisa permanen."

"Aku belum berfikir ke arah sana."

"No problem. Karena saat ini aku juga sama, yang aku butuhkan adalah kamu memasuki aku dengan penuh kenikmatan seperti tadi."

Kimaya benar benar wanita yang hiperseks, bahkan aku sudah menggempurnya lebih dari 10 kali hari ini. Dari pagi hingga kini sudah malam hari dan ia masih tetap ingin aku gauli. Sebagai laki-laki pasti senang senang susah jika berhadapan dengan wanita seperti ini.

Kini aku melihat Kimaya yang hanya menutupi tubuh bagian atasnya dengan bedcover terlihat begitu menggairahkan. Wajahnya cantik, innocent tetapi di balik itu semua ia menyimpan gairah sex dan kekuatan sex yang luar biasa. Bahkan aku akui kini aku telah mudah terpancing gairah setiap kali Kimaya menempelkan payudaranya ke badanku dan tangannya memainkan batangku.

"Woman on top Ris?" Kata Kimaya kepadaku.

"Terserah kamu, karena aku sudah lelah mendominasimu hari ini."

Kini Kimaya tertawa cekikikan di sebelahku. Aku memandangnya dan hanya bisa tersenyum. Sikap Kimaya yang seperti ini mengingatkanku pada kehidupan sex bersama Kartika dulu sebelum Briona datang di kehidupan kami dan Kartika mengalami masa menopausenya. Entah aku harus senang atau sedih Ketika menghadapi ini semua.

Cupp.....

Kuluman bibir yang Kimaya lakukan kepadaku membuatku sadar dari lamunanku. Kini aku hanya bisa pasrah menerima semua pemberiannya kepadaku. Sungguh Kimaya sangat bernafsu ketika ia menggeliat di atas tubuhku yang sedang duduk di tengah ranjang ini.

Kimaya semakin gencar forplay di atasku bahkan ia sampai mendesah sendiri karena kelakuannya. Melihatnya seperti ini batangku sudah bangun dari tidurnya. Sepertinya percuma saja kami mandi tadi, karena kini kami akan mandi keringat kembali.

Aku pegang dan rangsang gunung kembar Kimaya yang ukurannya sungguh menggugah selera.

"Ris.....Ris....."

"Apa...." Jawabku di sela sela aku mencium dan menjilati leher jenjangnya.

"Aku mau klimaks....."

"Jangan di tahan pipis enaknya. Aku senang lihat kamu klimaks."

Kini aku merasakan tubuh bagian bawahku baru saja di hujani cairan orgasme milik Kimaya. Dan Kimaya sudah lemas memelukku.

"Katanya mau woman on top?" Bisikku di telinganya sambil aku jilat sedikit.

"Wait...."

Tidak sampai 5 menit aku sudah merasakan hentakan tubuh Kimaya naik turun di hadapanku yang membuat payudaranya ikut melompat lompat. Kali ini aku memilih untuk membiarkannya bereksplorasi sesuai dengan napsu birahinya. Dan akhirnya aku sudah hampir merasakan klimaks juga.

"Kim... Aku mau keluar," kataku sambil memegang pinggang Kimaya, membantunya agar tidak lelah bekerja seorang diri.

"Tunggu Ris, kita barengan ya...kamu kuat nahan kan..."

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan satu menit setelahnya aku sudah tidak kuat lagi jika menahan lebih lama.

"Aku nggak kuat lagi Kim...."

"Ayo sekarang, aku juga sudah mau klimaks lagi."

Akhirnya aku menaburkan benihku lagi di rahim Kimaya dan ia juga telah mendapatkan kembali orgasme hebatnya, ia jatuh ke pelukanku lagi dan aku cium Kimaya dengan napsu yang masih bermain di sana.

"Gimana Ris, puas nggak sama aku?"

"Kamu luar biasa Kim,"

"Aku berharap kita akan terus melanjutkan ini. Kamu tinggal di sini lama kan?"

"Aku belum tau. Karena aku merindukan Eric."

Aku melihat Kimaya mengernyitkan keningnya.

"Eric cucuku."

Membelalaklah mata Kimaya mendengar penuturanku.

"Aku sudah tua, maka dari itu aku tidak mau kamu berharap banyak."

Kimaya hanya tersenyum dan mencium pipiku dengan lembut.

"Tua itu cuma soal angka, tapi permainanmu di ranjang laksana anak muda. Aku benar benar ketagihan Ris. Sejujurnya aku benar benar menikmati semua ini."

Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepalaku.

"Kalo begitu kita sekarang mandi lagi," kataku sambil beranjak dari ranjang.

Kimaya hanya memperhatikanku

"Ris..."

"Hmm..."

"Gendong..."

Aku hanya menghela nafas, jika Kimaya seperti ini pasti dirinya masih akan terus memintaku untuk bermain dengannya. Sungguh sesuatu yang sangat mengasyikkan tapi aku juga butuh istirahat.

"Kita mandi dan hari ini selesai ya. Aku harus pulang," Kataku ketika Kimaya sudah ada dalam gendonganku. Aku menggendongnya dengan gaya bridal style.

"Dua ronde lagi ya di bathup."

Ya Gusti.....

Benar benar wanita satu ini tidak ada puas puasnya.

Karena kelakuan Kimaya selama satu setengah jam kami mendekam di kamar mandi apartemennya.

Kini setelah aku memakai pakaianku lagi, aku duduk di sofa yang ada di depan ruang TV dan Kimaya duduk di sebelahku dengan kimono hitam pendek seksinya. Bahkan di balik kimono itu ia tidak menggunakan dalaman sama sekali. Kami memandang gelapnya malam dengan lampu lampu yang berkelap-kelip di luar jendela apartemennya.

"Ris," Kimaya memanggilku dengan suara seksinya yang lembut menyapu Indra pendengaranku

"What?"

"Apa kriteria pasangan yang kamu cari?"

Kenapa Kimaya menanyakan hal tersebut, padahal aku tidak memiliki keinginan mencari pasangan lagi apalagi menikah. Aku sudah tua dan sudah memiliki satu orang cucu.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Penasaran saja," jawab Kimaya dengan entengnya.

Kini aku menutup mataku sekejap sebelum membukanya lagi dan mencoba menarik oksigen sebanyak banyaknya untuk masuk ke paru paruku. Berharap setelahnya beban hidupku akan berkurang dan aku bisa mengatakannya dengan jujur kepada Kimaya. Bahwa aku bukanlah pria baik yang tidak cacat moral. Aku adalah pria yang pernah melukai hati istri dan anakku sendiri hingga mereka benci kepadaku. Itu adalah salah satu dosa terbesar yang aku perbuat di hidupku.

"Aku pernah gagal berumah tangga hanya karena godaan orang ketiga, bahkan perusahaan pun melayang. Sepertinya setelah kejadian itu aku banyak belajar untuk memperbaiki diri jadi andai aku memiliki pasangan, aku berharap dia akan sama-sama mau menerima masa lalu dan belajar menjadi lebih baik ke depannya."

"Hanya itu saja?"

"Ada yang lebih penting dari itu semua."

"Apa?" Tuntut Kimaya kepadaku. Baiklah jika itu maunya aku akan mengatakan sejujurnya kepadanya.

"Anak-anakku bisa menerima kehadirannya dan mencintainya seperti ia mencintai ibunya."

Kimaya membelalakkan mata mendengar kata kataku. Aku yakin dia tidak akan memiliki keberanian untuk menembus benteng tersebut. Namun siapa sangka Kimaya berani maju terus pantang mundur.

"Anakmu usia berapa?" Tanyanya dengan pelan.

"35 tahun dan 30 tahun."

Satu detik....

Dua detik....

Tiga detik....

Aku melihat Kimaya diam mematung mendengar kata-kataku dan itu membuatku tertawa di sebelahnya.

"Benarkan akhirnya kamu menyesal karenanya?" Tanyaku ketika tawaku sudah reda.

Cupp....

Kimaya menciumku dengan lembut sebentar dan aku cukup kaget menerimanya.

"Aku akan berusaha membuat anak anakmu bisa menerimaku bagaimanapun caranya. Aku akan berjuang untuk itu, asal kamu berjanji tidak akan meninggalkan aku," kata Kimaya dengan pasti sambil memandangku dalam-dalam.

Oh my God....

Aku bukanlah pria lugu yang tidak bisa membaca ekspresi matanya. Ekspresi matanya benar benar menyorotkan jika ia akan berjuang untuk itu.

Apakah ini langkah yang tepat membiarkannya untuk masuk di hidupku yang sunyi, sepi dan penuh dengan penyesalan karena masa laluku ini.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel