Part 4
Risnawan Atmaji POV
Aku mencoba berkata jujur kepada Kimaya tentang pandanganku, tapi kenapa melihat air matanya aku merasa sebagai orang paling berdosa lagi. Bukankah yang aku katakan adalah sebuah kenyataan. Hanya wanita yang sudah siap di sebut sebagai pelacur yang mau menjadi sugar baby. Bedanya ia hanya menjajakan dirinya kepada satu orang. Aku adalah salah satu pelaku yang pernah merasakan jeratan seorang pelakor merangkap pelacur itu.
Percaya atau tidak, tanpa bantuan sekretarisku mungkin aku masih tergila gila pada wanita jahanam itu. Sekretarisku yang telah bekerja untukku selama 20 tahun sejak ia masih muda hingga ia memiliki anak dan anaknya sebentar lagi sudah masuk bangku SMA itu bersusah payah mencari orang pintar untuk menghilangkan pelet Briona yang ia berikan kepadaku. Akibat pelet itu, setiap aku melihat istriku yang ada adalah marah, emosi bercampur benci. Kini ketika semua sudah menjadi bubur, Kartika lebih memilih pergi dariku untuk selama lamanya. Aku yang masih memiliki perasaan bersalah setiap melihatnya tidak akan sanggup melukai hati wanita lain lagi. Karena hal itu aku mengejar Kimaya hingga berhenti di dekat toilet wanita.
"Wait....wait....wait..." Kataku ketika berhasil mencekal pergelangan tangan Kimaya.
"Apa lagi? Belum puas kamu ngatain aku?"
"Bukan itu, aku minta maaf kalo aku menyinggung perasaan kamu. Aku hanya mencoba berkata jujur."
"Jujur?"
"Iya."
"Apakah kejujuran itu harus sampai melukai perasaan orang lain. Asal kamu tau ya Ris. Aku sama sekali tidak pernah memakai sepeserpun uang milik Hamid untuk kelangsungan hidupku. Aku adalah wanita mandiri yang memiliki bisnis sendiri. For your information, orang tuaku bahkan mungkin lebih kaya daripada kamu," kata Kimaya kepadaku sambil menunjuk diriku dengan telunjuknya.
Aku hanya bisa menaikkan alisku ketika mendengar kata katanya.
"Sekarang tinggalkan aku sendiri. Aku mau ganti baju. Kecuali kamu mau ikut."
Mendengar kata katanya aku memilih pergi dan segera menuju tempatku menaruh pakaian.
Aku mencoba tidak memperdulikan Kimaya. Toh aku juga tidak akan bertemu lagi dengannya. Namun siapa sangka aku bertemu dengan dirinya di parkiran mobil. Kimaya yang memakai mini dress lengan panjangnya begitu terlihat muda, imut dan menggairahkan. Bohong jika aku tidak mengatakannya hot. Payudaranya terlihat besar, padat dan aku sanksi kalo payudaranya adalah besar alami.
Persetan asli besar atau implan, yang jelas Kimaya terlihat begitu memabukkan bagi laki laki normal. Namun sayangnya, aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Sudah cukup satu perusahaan melayang dan yang lebih menyedihkan lagi keluargaku hancur. Untung saja kedua anakku telah berumah tangga bahkan Luna telah memberikan aku satu orang cucu laki laki.
"Kim...." Sapaku pada Kimaya
"Hai," jawab Kimaya malas.
"Kamu masih marah soal yang tadi?"
"No. Aku hanya kecewa dengan cara berfikir kamu yang jadul itu."
Aku tidak tau harus bereaksi apa atas kata kata Kimaya.
"Aku minta maaf kalo itu menyinggung kamu. Aku nggak maksud sama sekali."
"Sudahlah, aku duluan ya Ris. Bye."
"Bye"
***
Sejak kejadian aku bertemu dengan Kimaya waktu itu, aku sudah tidak bertemu lagi dengannya. Bahkan kini di circle kami sebuah kabar menyebar jika sebentar lagi, Hamid akan melangsungkan pernikahannya. Sungguh mengetahui hal ini aku jadi semakin merasa bersalah kepada Kimaya. Sayangnya aku tidak bisa meminta maaf kepadanya karena tidak memiliki kontaknya.
Kerjasama bisnis yang aku lakukan dengan Hamid pun berjalan dengan baik, namun berbeda dengan calon pengantin pada umumnya yang terlihat bahagia menjelang hari bahagianya, Hamid justru terlihat murung, bersedih dan tidak terawat. Aura kegantengan khas timur tengahnya hilang entah kemana.
Saat kami makan siang bersama Hamid akhirnya bercerita kepadaku.
"Ris..."
"Ya."
"Bagaimana rasanya mencintai orang yang tidak bisa kita miliki lagi?"
Aku hanya tersenyum karena paham tentang apa yang di tanyakan oleh Hamid.
"Sejujurnya aku masih berjuang terus untuk meluluhkan hatinya lagi, tapi dia tetap tidak mau bersama denganku," tentangku pada Hamid
"Why?"
"Karena dia merasa merdeka, bebas dan bisa hidup tanpa beban. Sekarang mantan istriku bahkan terlihat lebih muda dan bahagia," kataku jujur kepada Hamid. Mungkin Kartika telah berusia hampir 60 tahun. Bahkan dirinya telah menopause sejak beberapa tahun lalu. Mungkin itu pulalah yang menjadi alasan baginya untuk tidak menikah kembali.
Aku yakin Tika lebih memilih hidup bersama keluarga besarnya yang sangat hangat itu daripada harus hidup berdua dengan suami tapi selalu tersiksa batin.
"Kamu menyesal meninggalkannya demi wanita lain?"
"Pertanyaanmu pasti kamu tau sendiri jawabannya. Bahwa piring yang sudah pecah tetap saja pada akhirnya harus di buang ke tempat sampah kecuali itu di Jepang, karena mereka bisa merangkai kembali dan di jadikan hiasan," kataku sambil tertawa.
"Aku begitu merindukan Kimaya. Aku rindu tubuh hangatnya, permainannya di atas ranjang. Benar benar membuatku selalu ketagihan."
Apa pula maksud kunyuk satu ini bercerita padaku tentang kehidupan ranjangnya. Tidak taukah ia, bahwa aku sudah tidak pernah berhubungan badan 2 tahun lebih. Lebih tepatnya sejak bercerai dari Kartika.
Walau aku sanggup untuk "jajan", aku tidak mau melakukannya. Sudah cukup rasanya berselingkuh sekali dan berakhir dengan perceraian. Aku harap itu adalah mimpi buruk dan bukan kenyataan. Namun sayangnya itulah kenyataannya yang menampar diriku saat ini.
"Kamu mencintai jiwanya atau tubuhnya?"
"Dua-duanya tapi lebih ke tubuhnya yang molek dan benar benar terlihat seperti bintang porno."
Andai aku ini di berikan Previlage untuk menghajar orang, maka orang yang ingin aku hajar pertama kali adalah Hamid. Sebagai laki laki yang memiliki anak perempuan, aku merasa tersinggung atas ucapannya. Aku dulu sempat ketakutan karena Luna menikah dengan Ervin yang seorang Gigolo itu benar benar sampai memintanya berpisah dari suaminya. Untung saja Ervin bisa membuktikan jika ia mencintai anakku dengan tulus bukan karena fisik semata, karena aku yakin jika Ervin mencari kesempurnaan fisik, maka Luna sudah di tinggal olehnya. Apalagi profesi Ervin yang seorang model internasional bahkan masuk salah satu yang termahal di dunia.
Aku cukup kagum dengan keteguhan cinta mereka berdua, bahkan karena perjuangan cinta mereka berdua, aku sempat menaruh harapan bisa rujuk dengan Kartika dan memperbaiki rumah tangga yang hampir 35 tahun kami jalani dulu.
"Sebagai seorang laki-laki yang memiliki anak perempuan, aku cukup tersinggung atas ucapanmu."
"Tapi beda dong Ris, anakmu kan hidup sesuai aturan tidak menjadi sugar baby seperti Kimaya."
Aku hanya menghela nafas dan menatap Hamid dengan tatapan jengah
"Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan di hidupnya. Selagi Tuhan masih memberinya kesempatan untuk bernafas, maka Tuhan masih memberikan dia kesempatan untuk memperbaiki dirinya."
"Ya, ya, ya...kamu benar. Tapi aku benar benar berharap Kimaya akan datang ke pernikahanku."
"Tinggal kami telepon dan kamu berikan undangannya. Begitu saja kok repot."
"Dia sudah tidak mau bertemu denganku."
"Kirim lewat kurir."
"Percuma, akan dia tolak pasti."
"So?"
"Tolonglah kamu yang memberikan ini padanya. Aku lihat dia jinak kepadamu," kata Hamid sambil menyodorkan undangan dengan amplop berwarna hitam polos.
Aku menghela nafas dan berkata kepadanya.
"Aku tidak terlalu mengenalnya dan aku sama sekali tidak tau tentang dirinya."
Aku melihat Hamid mengambil iPhone miliknya, setelahnya handphone milikku bergetar tanda ada sebuah pesan yang masuk ke sana. Aku langsung membukanya dan ternyata dari Hamid.
"Aku sudah mengirimkan alamat apartemen Kimaya. Kamu bisa kesana. Biasanya dia pulang dari kantor sore hari."
Wow...
Aku tidak menyangka seorang Kimaya alias Kima bisa bekerja layaknya orang pada umumnya selain menjadi sugar baby. Walau ia mengatakan kepadaku bahwa ia memiliki bisnis, tetap saja aku meragukan kemampuannya jika di lihat dari cover luarnya.
"Aku sibuk."
"Sesempatmu saja."
"Baiklah akan aku usahakan."
Kini aku melihat wajah Hamid tersenyum berbeda dengan tadi seperti tentara yang sudah kalah berperang.
***
Di hari Minggu 3 hari setelah pertemuanku dengan Hamid, aku memutuskan untuk segera mengantarkan undangan ke apartemen Kimaya. Mau tidak mau aku mengakui jika mungkin orang tua Kimaya lebih kaya dariku. Karena apartemen yang Kimaya tempati adalah salah atau apartemen terbaik di dunia.
Kini setelah keluar dari lift aku menuju pintu di mana Kimaya tinggal. Cukup lama aku menekan bellnya, hingga akhirnya Pintu itu terbuka dan tanganku langsung di tarik masuk kedalam. Aku masih kaget dan shock dengan ini semua apalagi ketika aku merasakan sebuah bibir yang melumat bibirku dengan penuh gairah.
Shitt....
Kimaya saat ini sedang menciumi diriku dengan ganasnya. Bahkan payudaranya menempel dengan sempurna pada tubuh bagian depanku. Aku mencium bau alkohol dari bibir dan nafasnya. Pantas saja dirinya seperti orang gila yang asal menyerang orang.
Akal sehatku mengambil alih untuk membuat Kimaya menyingkir dari hadapanku.
"Stop...stop Kim," kataku pada Kimaya
"No, you don't know about me."
"Iya, aku nggak tau tentang kamu," kataku masih berusaha membuat Kimaya menyingkir dari hadapanku.
"Karena itu kamu tega membuatku gila memikirkan kamu bahkan harus bermasturbasi sejak kita pertama kali bertemu."
Satu detik....
Dua detik....
Tiga detik....
Aku hanya mampu diam karena mencoba mencerna kata kata yang keluar dari bibir Kimaya..
"Aku kurang apa, coba kamu lihat aku?" Kata Kimaya sambil mulai merangkul leherku dengan kedua tangannya.
Mau tidak mau aku kini menatapnya.
What the hell....
Sumpah serapahku dalam hati karena melihat penampilan Kimaya saat ini.
Bagaimana bisa Kimaya menggunakan lingerie seseksi ini. Sebagai pria normal yang tidak impoten tentu saja juniorku mulai bangun dari waktu berhibernasinya.
"Kamu sempurna, tapi sayangnya kamu bukan buat aku."
"Siapa bilang?" kata Kimaya sambil bergelayut manja, sedangkan aku berusaha membuatnya melepaskan diriku.
"Aku lebih pantas jadi Pakdhe kamu. Sekarang kamu lepaskan tangan kamu. Aku ke sini hanya mengantarkan titipan Hamid."
"No, no, no, kamu nggak bisa keluar dari sini begitu saja. Karena aku nggak mau masturbasi sendiri. Aku sudah nggak kuat nahan rasa penasaranku sama rasa kamu."
Oh my God....
Cobaan apa ini, kenapa di usia hampir 60 tahun aku harus di beri cobaan seperti ini.
"Kim, please...aku nggak mau kamu menyesali semuanya setelah efek mabukmu hilang," Kataku memperingatkan Kimaya dengan sungguh sungguh.
Kimaya melepaskan pelukannya di leherku, namun siapa sangka dirinya menggeretku untuk menuju ke kamarnya yang begitu mewah bak hotel berbintang 5.
Ya Tuhan,
Aku benar benar sudah di ambang batas kewarasan dan imanku....
Apapun yang terjadi nanti bukan aku yang memulainya, semoga Engkau membuatnya sadar sebelum semua kesalahan ini terjadi.
***