Part 3
Kimaya Darpitha Arseno POV
Sudah 2 bulan berlalu sejak pertemuanku pertama kali dengan Risnawan, sampai sekarang aku juga belum pernah bertemu dengannya lagi. Hubunganku dengan Hamid juga sudah mulai menjauh bahkan aku tegas mengatakan kepadanya ingin pensiun menjadi sugar babynya. Aku mengancamnya, jika dirinya tidak melepaskan diriku, maka aku akan membuka semua kelakuan bejatnya di depan keluarganya apalagi calon istrinya yang juga kalangan jetset itu.
Sampai kini aku masih di Dubai karena Papaku meminta diriku untuk banyak belajar tentang peraturan dan seluk beluk perusahaan perminyakan miliknya. Walau sejujurnya aku sama sekali tidak berminat untuk terjun ke dalamnya. Aku lebih menyukai bisnis bikini dan pakaian renang yang sudah aku geluti sejak aku masih kuliah. Tanpa sepengetahuan orang tuaku, aku memulai bisnisku sendiri, bahkan kini telah merambah ke Asia tenggara dan Eropa. Sambil menyelam minum air, aku juga melakukan ekspansi bisnis ke benua Afrika di mulai dari Uni Emirat Arab sebagai pintu gerbangnya. Aku sengaja bekerja di balik layar karena temanku Rasi yang lebih sering muncul ke publik.
Aku ingin usaha yang aku rintis ini akan menjadi sumber penghasilanku ketika aku telah menikah. Oh iya, selama dua bulan ini juga aku tidak berhenti memikirkan Pakdhe Risnawan. Bahkan aku pernah sampai masturbasi dengan membayangkan wajahnya.
Ah sial.....
Seperti inikah rasanya jadi bucin. Mungkin ini karma karena aku sering membuat laki laki bucin kepadaku tapi hanya aku abaikan begitu saja ketika mereka telah mendekat.
Siang ini aku berencana untuk bertemu dengan salah satu calon reseller bikini. Kami berencana bertemu di salah satu restoran hotel. Dengan menggunakan mini dress dengan bagian atas lengan panjang aku menuju restoran yang telah aku booking. Sebuah restoran di pinggir pantai Al Sufouh menjadi pilihanku. Aku telah datang disana lebih duluan daripada calon reseller-ku.
Tidak sampai 30 menit aku menunggu calon reseller sudah datang dan kami membicarakan seluk beluk tentang produk yang akan dirinya jual dan pasarkan di sini. Aku salah satu wanita yang cukup menyukai memakai bikini bahkan terkadang akulah yang menjadi model untuk produk buatanku. Namanya juga penghematan budget, kalo bisa ada model gratisan kenapa mesti bayar. Hampir dua jam kami membicarakan urusan bisnis hingga akhirnya calon reseller produk bikini milikku pamit.
Untuk mengisi kegabutan aku berjalan jalan di pantai seorang diri setelah berganti pakaian dengan bikini warna hitam motif bunga bunga. Aku adalah salah satu wanita yang selalu menikmati jika menjadi pusat perhatian orang orang di sekitarku. Bahkan terkadang tawaran one night stand sampai menjadi pacar, suami bahkan sugar baby mampir kepadaku dan selalu aku abaikan.
Aku berjalan menyusuri pantai dan mataku menangkap sosok yang dua bulan ini telah menghiasi imajinasiku. Entah aku mendapatkan jackpot, durian runtuh atau menang lotre karena saat ini di depanku ada Risnawan yang berjalan dengan bertelanjang dada menggunakan celana panjang yang menutupi bagian bawah tubuhnya.
Oh my God.....
Mataku terus terpaku pada Risnawan dan terlebih lagi badannya yang terlihat bugar untuk usia senja. Ah, benar kata orang ternyata kalo Duda semakin di depan, bujangan semakin terbelakang.
Aku masih diam menatap Risnawan yang begitu menggairahkan bagiku. Entah apakah aku mengidap sindrom Cinderella complex* atau tidak, karena sejak berekanalan dengan Risnawan aku semakin ingin dekat dengan dirinya, di lindungi bahkan di cintai jika memungkinkan. Persetan dengan jarak usia kami yang layaknya bapak dengan anak, bahkan lebih parah pakdhe dengan anak. Aku tidak peduli akan hal itu, karena kini Duda tua yang berjalan ke arahku ini yang setiap detik semakin mendekat membuat jantungku makin berpacu cepat saja.
*Sindrom Cinderella complex istilah ini merujuk kepada kondisi psikologi perempuan. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Colette Dowling, terapis asal New York melalui bukunya yang berjudul "The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence". Secara sederhana, fenomena psikologis ini membuat wanita cenderung menilai diri sendiri dan hidup mereka tergantung pada kedekatan sosok pelindung yakni pasangannya. Wanita dengan sindrom ini memiliki rasa takut akan kemandirian dan menghubungkan kebahagiaan mereka dengan status emosional mereka, sehingga mereka menginginkan akan datang "pangeran menawan" yang dianggap membawa kebahagiaan untuk mereka. Istilah ini bukan konsep yang digunakan dalam psikologi klinis atau psikiatri. Istilah ini hanya digunakan untuk menggambarkan pola perilaku tertentu yang didorong oleh kebiasaan, stereotip tentang perbedaan antara pria dan wanita.
Namun, jika pola perilaku yang dijelaskan sangat ditekankan dan mengganggu kualitas hidup orang atau lingkungannya, itu dapat menunjukkan adanya gejala karakteristik Personality Disorder atau Dependent Personality Disorder.
Pola psikologis wanita dengan sindrom Cinderella Complex ini memiliki tiga karakteristik dasar yaitu keinginan tidak sadar untuk dirawat, diselamatkan, dan dirawat terus-menerus oleh orang lain bahkan di luar pasangan sentimental. Jenis perilaku ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor.
Menurut Colette Dowling, akarnya adalah sejumlah aturan sosial tertentu dan pola asuh yang salah malah membuat wanita jadi tidak mandiri. Di sisi lain, landasan budaya juga terus memberi makan sikap dan filosofi kehidupan semacam ini yang membuat perbedaan kuat antara apa yang pantas untuk sifat feminin dan apa yang sesuai dengan maskulin.
Sifat feminin digambarkan sebagai hal yang rapuh dan harus dijaga dari luar, sementara sifat maskulin adalah kuat, tegas dan mandiri. Kombinasi peran gender yang berasal dari persepsi terpolarisasi pria dan wanita ini menciptakan kemudian menghasilkan efek sampingnya, yaitu sindrom Cinderella Complex. (Sumber :Halodoc)
"Kima?" Sebuah suara menyadarkanku dari lamunan.
"Eh...Ris, sorry maksudku Om Risnawan," kenapa aku jadi belepotan gini dan meninggalkan unggah ungguh sebagai orang Asia yang menjunjung tinggi kesopanan.
Aku melihat Risnawan tertawa dan ya Tuhan, begitu karismatik sekali tawanya. Rasanya ingin menghambur ke pelukannya dan menjilat seluruh tubuh bagian atasnya. Gila, kenapa aku jadi sebegini mesumnya karena laki laki ini. Aku yakin ada yang salah dengan otakku.
"Santai saja, kalo kamu canggung manggil Om, panggil saja senyamannya kamu. Toh di rumah Hamid kamu memangil aku pakai Nama."
"Tapi nggak sopan kayanya," kataku sambil meringis di hadapannya.
Bibirku kelu, tidak tau apa yang akan aku bicarakan dengannya sehingga aku fokus memandang wajahnya sambil senyum senyum tidak jelas bagai orang gila angkatan baru. Aku kira Risnawan akan memandang diriku terutama tubuh bagian depanku, namun ternyata tatapannya fokus kepada mataku.
Ya Tuhan,
Di tatap begini saja oleh Risnawan rasanya aku sudah meleyot.
"Nggak pa-pa. Aku ijinin kamu manggil aku pakai nama saja."
"Ya sudah aku panggil Ris ya? Biar kerasa nggak ada jarak umur jauh."
Risnawan hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan atas usulku.
"Kamu ke sini sama siapa?" Tanyaku pada Risnawan
"Sendiri. Ya gini lah jadi duda. Apalagi pas mantan istri nolak di ajak balikan," kata Risnawan santai setelah itu ia terkekeh di sebelahku.
Rasanya aku ingin memeluk dan menghujani mantan istri Risnawan dengan jutaan ciuman tanda terimakasih karena dengan dirinya menolak rujuk dengan Risnawan, sama artinya dengan sainganku berkurang untuk memperjuangkan duda tua di depanku ini. Peduli setan kalo Mama dan Papa akan menolak atau mungkin mengecam pilihanku kelak. Pokoknya maju terus pantang mundur, pantang pulang sebelum janur kuning melengkung di depan rumah. Intinya aku akan memperjuangkan Risnawan habis habisan.
"Ngenes juga ya," ocehku tanpa sadar.
Kini Risnawan tertawa di sebelahku.
Please Ris jangan ketawa gitu, aku jadi makin terpesona dan tergila gila, awas saja kalo nanti malam aku sampai harus masturbasi dan kamu yang menjadi imajinasiku.
"Sendirian atau sama siapa?"
"Sendirian."
"Hamid?"
Rasanya aku ingin mementung kepala Risnawan karena menanyakan hal tersebut.
"Kok malah nyureng, wajarkan aku tanya, dia kan pasangan kamu?"
Aku hanya menghela nafas dan mulai berjalan meninggalkan Risnawan yang ternyata mengikutiku berjalan di belakangku. Aku terus berjalan hingga akhirnya aku duduk di salah satu kursi pantai di sana. Risnawan duduk di depanku. Ah Tuhan, badannya benar benar menggairahkan sekali, tuanya saja seperti ini, bagaimana saat mudanya.
"Sudah proses pisah."
"Karena dia mau nikah?"
"No."
"So?"
"Karena aku nggak ada perasaan apa apa sama dia."
"Okay, aku paham," kata Risnawan di depanku sambil mangguk mangguk kecil
"Paham gimana maksudnya?" Tanyaku dengan kening berkerut.
Kini Risnawan memandang diriku dalam dalam sebelum akhirnya ia tersenyum kecil dan mulai berbicara.
"Kim..."
"Ya?"
"Aku pernah melakukan kesalahan dengan berselingkuh bahkan memberikan wanita itu salah satu perusahaan milikku. Akibatnya apa? Rumah tanggaku hancur, anakku membenciku. Setelah semua terjadi aku kini tau satu hal dan aku harus membayarnya mahal."
"Apa yang kamu bayar mahal?"
"Sebuah pelajaran hidup bahwa biasanya wanita yang datang kepada kita ketika kita memiliki segalanya adalah sebuah kehancuran masa depan. Aku senang akhirnya kamu sadar, jika jalan yang kamu ambil kemarin itu salah. Semoga kamu menemukan orang yang tepat di kemudian hari."
Aku hanya bisa diam menatap Risnawan dengan mulut menganga.
"Apa maksudmu?"
"Kamu renungkan saja kata kataku, semoga kamu paham suatu hari nanti," kata Risnawan sambil berdiri dan meninggalkan aku sendiri.
Tidak terima dengan kata katanya, aku mengejarnya. Jangan sampai dia berfikir aku adalah wanita yang seperti bunga bangkai. Menarik mangsa kemudian memakannya hidup hidup. Harga diriku menolak akan hal itu.
"Ris... Risnawan..." Kataku ketika berhasil mencekal tangannya
"What?"
"Kamu pikir aku berhubungan dengan Hamid karena aku mengincar hartanya?"
Risnawan hanya menganggukkan kepalanya dan itu sukses membuatku naik darah.
"Asal kamu tau, aku bukan wanita seperti itu," kataku sambil berapi api dan aku fokus menatapnya
"Terus tujuan jadi sugar baby itu apa?"
Tanpa sadar sebutir air mata jatuh di pipiku.
"Mungkin kamu nggak akan pernah tau rasanya di abaikan oleh keluarga terlebih orang tua. Memiliki segalanya namun tidak dengan kasih sayang mereka. Yang aku cari dari Hamid adalah kasih sayangnya. Sayangnya, ternyata Hamid hanya berorientasi pada tubuhku bukan hatiku," kataku panjang lebar, kemudian aku melepaskan cekalan tanganku di tangan Risnawan dan berlalu pergi dari hadapannya.
Harga diriku terlalu sakit mengetahui jika Risnawan menganggap rendah diriku. Sungguh, aku sama sekali tidak berminat dengan harta apapun milik Hamid. Semua masih utuh tanpa aku sentuh sepeserpun. Andai Hamid tidak menolaknya sejak kemarin sudah aku kembalikan padanya. Karena semua yang yang aku transfer balik kepadanya dia kembalikan kepadaku beserta surat surat kepemilikan properti. Menurutnya itu adalah hadiah untukmu. Dia ikhlas memberikannya. Tapi aku tidak mau menggunakannya sama sekali, belum lagi kalo Mama Papa tau semua ini, bisa habis di pasung seumur hidup aku di rumah.
***