Bab 8 Perebut Tunangan Orang
Bab 8 Perebut Tunangan Orang
"Cinta itu seperti kanker. Datang tanpa diundang dan menghancurkanmu dari dalam."-Ae Dil Muskhil
Tidak hanya Kirena yang menganga tetapi Kai, Sagara dan Nero juga melakukan hal yang sama seperti
Kirena. Mulut mereka terbuka melihat penampilan Kairo atau Kaisar yang nyentrik. Mereka berempat saling pandang dengan pandangan tidak percaya.
"Dia idola jadi-jadian, ya?" Kai berbisik sambil terus menatap Kaisar.
"Aku kira, Kaisar mau jadi Oppa-oppa ala Korea tapi gagal." Sagara menimpali.
"Lebih dari itu. Kaisar pasti sudah stres." Kali ini Nero yang berkata.
Kirena menggelengkan kepala mendengar bisikan ketiga orang itu, dia mengerjap ketika Kaisar berjalan memutari meja konter lalu berdiri tepat di hadapan Kirena. Tatapan laki-laki itu begitu tajam hingga membuat Kirena ketakutan, perempuan itu melangkah mundur tetapi bahunya langsung ditahan oleh Kaisar.
"Kamu takut padaku?" Kaisar bertanya dengan nada dingin.
Sekujur tubuh Kirena terasa dingin saat tangan Kaisar menyentuh bahunya, kedua matanya tidak mampu menatap mata Kaisar maka dari itu dia menatap ke arah Kai, Sagara dan Nero.
"Aku tidak suka diabaikan." Kaisar kembali berkata.
Kirena menelan ludah. "Ra-rambutmu. Kenapa bisa berubah?"
Sebelah alis Kaisar terangkat, kedua matanya mengerjap menatap Kirena. "Apa ini salah satu pesonamu?"
"Hah?" Kirena tidak mengerti maksud Kaisar apa, sumpah!
Kaisar berdecak pelan, wajahnya tidak semenakutkan tadi. "Kamu kelihatan cantik waktu nanya rambutku." Adalah jawaban Kaisar yang tidak pernah diperkirakan Kirena. "Tapi jangan kegeeran, Megan Fox tetap menempati nomor satu sebagai wanita paling cantik dan seksi."
Sepertinya Kaisar tidak semenakutkan yang dibayangkan Kirena. Sekilas, kalau diperhatikan sikap Kaisar malah sedikit kekanak-kanakkan.
"Megan Fox memang cantik." Kirena menimpali dengan kaku.
Kaisar tersenyum seraya menganggukan kepala setuju. "Bahkan perempuan saja mengakui kalau Megan Fox itu cantik, seksi juga."
Dengan santai Kaisar menarik kursi lalu duduk seraya memperhatikan Kirena dari atas hingga bawah, mengabaikan ketiga orang lain yang menatapnya dengan penuh kekesalan. Kaisar menopang dagu dengan tangan, kedua matanya menatap Kirena serius.
"bicara-bicara soal rambut, aku sengaja mewarnainya. Aku punya misi yang harus diselesaikan." Kemudian pandangan Kaisar tertuju pada Kai. "Ini semua gara-gara Naraka! Bilang pada dia aku akan menghajarnya begitu dia kembali dari Jepang."
Sebelah alis Kai terangkat. "Aku rasa bukan Naraka yang memberi kamu misi."
Kaisar memutar bola mata. "Memang bukan, tapi dia ngerekomendasiin supaya aku merubah warna rambut jadi biru." Dia tersenyum pada Kirena. "Meski begitu, aku tetap terlihat keren, kan?" Kaisar sengaja menyugar rambutnya yang berwarna biru gelap seraya menaik turunkan kedua alis.
Kirena melongo, meski kepribadian Kaisar dan Kairo berbeda, tetapi rupanya mereka memiliki satu kesamaan: terlalu percaya diri.
"Kenapa kamu malah diam saja? Tidak mau memuji rambut baruku? Rambutku yang sekarang lebih keren dari Kairo sialan itu, lho."
Kirena mengerjap bingung. "Apa?"
Kaisar berdecak pelan, mengabaikan kebingungan di wajah Kirena. "Kenapa aku melakukan hal bodoh seperti ini? Apa peduliku jika dia memujiku atau tidak? Aku akan lebih senang mendengar pujian dari Megan Fox daripada pujiannya." Dia bergumam sendiri, di belakangnya Nero dan Sagara berbisik kalau Kaisar benar-benar sudah gila.
"Abaikan saja!" Kaisar melambaikan tangan, wajahnya kembali serius. "Namamu Kirena Mutiara, kan?"
Kirena menganggukan kepala.
Kaisar menyipitkan mata. "Apa yang sudah kamu lakuin pada hati dan pikiran Kairo? Kenapa seluruh isi kepalanya penuh dengan bayanganmu? Ada sesuatu dalam diriku yang mendorongku untuk segera menemuimu, untuk melihatmu. Seperti rasa haus yang tidak pernah bisa terpuaskan."
Pertanyaan Kaisar sama seperti pertanyaan yang diperagakan Nero tadi. Kirena mendesah panjang. Kaisar dan Kairo sama saja, sama-sama membuatnya lelah secara batin.
"Harusnya aku yang bertanya, kenapa Kairo selalu menggangguku? Dia bahkan tidak menyerah padahal aku sudah punya tunangan."
"Tunangan?!" seru Kaisar tidak percaya.
"Betul. Asal kamu tahu saja, Kairo itu perebut tunangan orang." Nero malah memanas-manasi, hal tersebut membuatnya dipukul oleh Kai dan Sagara bergantian.
"Perebut tunangan orang? Astaga! Kenapa Kairo serendahan itu?!" Kaisar benar-benar terlihat shock, kembali menatap Kirena penuh perhitungan. "Perempuan sepertimu bahkan tidak patut diperjuangkan."
Mendengar hal tersebut segera pandangan Kai, Sagara dan Nero tertuju pada Kirena. Ekspresi perempuan itu tidak berubah, tetap datar meski sebenarnya untuk sebagian orang, perkataan Kaisar barusan membuat hati setiap orang sakit.
"Kamu Kaisar, kan?" Kirena bertanya tenang lalu tersenyum lebar. "Aku memang bukan seseorang yang patut diperjuangkan, jadi sebaiknya jangan bertanya apa pun lagi padaku tentang perasaan Kairo."
Masih tersenyum lebar, Kirena menatap Kai. "Jam kerjaku sudah habis. Reza juga sudah siap menggantikanku. Jadi, aku pamit pulang."
Kai segera menganggukan kepala. "Tentu. Kamu memang harus segera pulang, kamu pasti kelelahan karena hari ini banyak pelanggan."
Kirena mengangguk, sepenuhnya mengabaikan keberadaan Kaisar yang terus menatapnya. Ketika dia sudah bersiap untuk pergi, tatapannya kembali tertuju pada Chandra, merasa kasihan karena anak kecil itu terabaikan.
"Kapan-kapan kamu harus ke sini lagi." Kirena tersenyum kali ini lebih tulus. "Nanti Mbak buatin es krim."
Mata Chandra berbinar senang. "Makasih Mbak Kirena."
Kirena terkejut melihat keberadaan Reynald di depannya, tidak menyadari kalau sedari tadi Reynald duduk di meja yang letaknya tidak jauh dari bar. Perempuan itu tersenyum, segera menghampiri Reynald.
"untuk apa kamu ke sini? Kan, tadi aku sudah bilang jangan jemput."
Reynald tersenyum seraya mengusap rambut Kirena. "Kebetulan pekerjaanku sudah selesai. Jadi, aku bisa langsung pergi ke sini. Pulang sekarang? Sudah makan malam belum? Kita makan malam bareng, ya. Di tempat biasa."
Kirena balas tersenyum seraya menganggukan kepala, sengaja menggandeng tangan Reynald dan pergi.
"Mereka memang pasangan yang cocok. Romantisnya." Nero dan Sagara saling berpelukan sambil tersenyum tidak jelas, sedangkan Chandra menatap mereka tidak mengerti.
Kai menggelengkan kepala, kedua matanya menatap Kaisar. "Kenapa?"
Kaisar menelengkan kepala. "Dia pergi begitu saja dengan lelaki lain setelah mengabaikan aku. Yang benar saja?!"
"Makanya kalau bicara itu dijaga. 'Kan lihat dia pergi sama laki-laki lain kamu juga yang sakit hati."
Kaisar menatap Kai berang. "Hati aku tidak sakit, yang sakit itu hatinya Kairo!"
Kai memutar bola mata, menyerah. "Serah kamu sajalah."
***
"Setan!" seru Kleana saat membuka pintu rumah untuk menyiram tanaman di halaman rumah, dia mengerjap menatap laki-laki berjubah hitam di hadapannya.
Di dalam rumah, Kirena yang saat itu sedang membuat sarapan pagi buru-buru pergi keluar saat mendengar seruan Kleana. Penasaran karena tidak biasanya Kleana berseru seperti itu.
"Ada apa? Mana setannya? Panggil Pak Ustaz buruan!" Kirena ikutan panik.
Kleana berbalik menatap Kirena kemudian menunjuk laki-laki berjubah hitam di hadapan mereka. "Tuh setannya."
"Mana ada setan setampan aku?!" seru Kaisar tidak terima, penampilan laki-laki itu benar-benar kacau, rambut biru gelapnya acak-acakan, di bawah matanya ada lingkaran hitam yang menandakan laki-laki itu tidak tidur dari kemarin.
Kirena melengos saat menyadari siapa laki-laki di hadapannya. "Sungguh setan yang menyeramkan."
"Apa? Menyeramkan? Beraninya kamu berkata seperti itu padaku?!"
Kleana memutar bola mata. "Ini masih pagi, baru jam enam. untuk apa kamu ribut-ribut di depan rumah orang? Kalau tetangga dengar gimana? Nanti kamu diusir."
Kaisar merengut, dia menunjuk Kirena dengan dagu. "Kamu yang membuatku seperti ini! Gara-gara kamu aku tidak bisa tidur, aku bahkan tidak bisa pulang ke rumahku sendiri."
Kirena tidak peduli, dia masuk begitu saja ke dalam rumah tanpa berkata apa pun pada Kaisar. Perempuan itu tidak merasa heran lagi ketika Kaisar masuk ke dalam rumah bersama Kleana, karena untuk kesekian kali Kirena mengabaikan keberadaan Kaisar.
"Dia lebih gigih dari Kairo asal kamu tahu." Kleana tidak perlu repot-repot menjelaskan apa pun pada Kirena mengenai Kaisar. "Jika dia menginginkan sesuatu, dia akan terus mengejarnya sampai dapat."
Kirena melirik Kaisar, perkataan Kleana memang benar. Kaisar merupakan orang gigih dan pantang menyerah.
"Sejak kapan kamu nunggu di depan rumah?"
Kaisar mengingat-ngingat, pandangannya tidak lepas dari Kirena. "Eng, sekitar jam sebelas."
Kleana langsung tersedak, menatap horor Kaisar. Tidak memenyangka laki-laki itu akan menunggu Kirena semalaman. "Kenapa kamu tidak mengetuk? Hebat Benar nungguin semalaman apalagi sekarang cuacanya lagi dingin."
Kaisar merengut, laki-laki itu lebih banyak ekspresi dibandingkan Kairo. "Tadinya aku mau mengetuk, tapi tubuhku tidak mau berkompromi dengan akal sehatku. Setiap kali aku ingin mengetuk maka aku akan memikirkan Kirena, berpikir mungkin dia akan terganggu kalau aku datang ke rumah malam-malam."
Kleana menganga, tidak memenyangka jika perasaan Kairo sedalam itu pada Kirena. "Whoah, Kirena. Kenapa tidak kamu terima saja permintaannya Kairo."
Kirena mendelik, heran pada Kleana yang percaya begitu saja pada ucapan Kaisar. "Kamu masih ingin bertanya tentang perasaan Kairo?"
Kaisar langsung menganggukkan kepala. "Ini benar-benar menggangguku. Terakhir aku muncul, perasaannya tidak sekuat ini. Aku bahkan tidak bisa melakukan hal apa pun, berpikir jernih saja susah."
Kirena menghela napas panjang, sebenarnya hatinya masih terasa sakit gara-gara perkataan Kaisar bahwa dirinya bukan perempuan yang pantas diperjuangkan.
"Aku tidak bisa jawab pertanyaan kamu. Yang tahu kegelisahan kamu hanya dirimu sendiri dan Kairo. Aku tidak mengerti karena itu bukan perasaanku. Jadi, kumohon padamu untuk berhenti menemuiku."
Kirena menatap Kleana. "Sarapan sudah siap, sebelum pergi kerja makan dulu sarapannya. Hari ini mungkin aku akan pulang telat."
"Kamu mau ke mana memangnya? Hari ini kamu libur kerja, kan?" Kleana bertanya penasaran.
Kirena menganggukan kepala. "Iya, rencananya mau pergi ke tempat biasa sama Reynald."
Kleana menyadari raut wajah Kirena yang berubah saat menyebutkan 'tempat'. "Oh, oke. Yang tenang saja di sana." Dia mengedipkan sebelah mata membuat Kirena tersenyum.
"Reynald?" Kaisar yang sedari tadi diam membuka suara, kedua matanya berubah dingin. "Si brengsek yang membuatmu mengabaikanku? Kamu mau kencan sama dia. Kenapa?"
Kirena balas menatap Kaisar datar. "Karena dia tunanganku. Wajar dong kalau aku kencan sama dia."
Dengan berani, Kleana menendang kaki Kaisar tanpa aba-aba. "Jangan ikut campur urusan orang makanya."
"Segala hal yang menyangkut Kirena itu semuanya urusanku." Melihat tatapan Kirena dan Kleana yang heran, buru-buru Kaisar menambahkan. "Ka-kalau tidak, hati Kairo jadi gelisah."
Kleana memutar bola mata. "Bilang saja kalau itu hati kamu, elah. Ngaku suka saja gengsinya tinggi sekali."
"Aku tidak gengsi. Aku tidak suka sama Kirena, yang suka sama dia itu Kairo." Kaisar terus-terusan membela diri.
Kleana menarik napas panjang, sekilas pandangannya tertuju pada Kirena. "Berhenti mengkambing hitamkan perasaan Kairo. Kamu kelihatan seperti pecundang tahu."
"A-apa? Pecundang? Ngajak berantem, ya?!"
Perlahan Kirena berjalan mendekati Kaisar. "Seharusnya kalau perasaan Kairo yang tertarik padaku bukan kamu, kamu pasti bisa mengatasi perasaan Kairo karena dia tidak ada." Dia menghela napas. "Tolong berhenti menemuiku kalau kamu benci padaku."
Kaisar langsung terdiam untuk waktu yang lama, dia bahkan tidak marah ketika Kirena pergi meninggalkannya begitu saja.
Kleana berdecak pelan. "Kamu membuat semua usaha yang Kairo lakuin hancur. Padahal sedikit lagi Kairo berhasil mengambil hati Kirena."
Lagi, Kaisar tidak berkata apa pun.