Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Mana Yang Asli?

Bab 7 Mana Yang Asli?

"Seiring dengan berjalannya waktu kita menemukan siapa diri kita, akan tetapi semakin kita mengenalnya, semakin kita kehilangan diri sendiri."-Haruki Murakami

Mendadak kepala Kirena jadi pusing mendengar perkataan Kai. Dia mengerjap, mencerna ulang perkataan Kai tentang Kairo dan Kaisar yang ternyata dua orang yang sama. Maksudnya hidup dalam satu tubuh. Kairo yang selama ini dikenalnya ternyata mempunyai dua kepribadian, dan nama kepribadian Kairo yang satunya adalah Kaisar.

Tetapi kenapa Kirena masih kebingungan, ya?

"Wajar kalau kamu merasa sangat bingung." Kai menghela napas panjang, dengan lesu dia bertopang dagu menatap Kirena. "Awalnya juga kami bingung pas tahu ternyata mereka, Kaisar dan Kairo, berada dalam satu tubuh."

Tatapan Sagara menerawang. "Sifat mereka sangat berbeda. Kalau Kaisar muncul, semuanya jadi kacau soalnya yang dia bisa cuma marah-marah dan berkelahi."

Tetapi seingat Kirena, Kairo bukan tipe orang yang suka marah-marah apalagi berkelahi. Dia sungguh kebingungan atau mungkin merasa tidak percaya pada semuanya, ini sungguh tidak masuk akal.

Kemudian Kirena ingat kejadian malam tadi, saat tiba-tiba Kairo kesakitan lalu sikapnya berubah drastis, waktu itu Kleana memanggil Kairo dengan nama Kaisar. Apa mungkin yang muncul tadi malam adalah Kaisar, sebab itu Kleana menyuruhnya untuk segera masuk ke dalam kamar karena kepribadian Kaisar tidak terlalu menyenangkan atau bahkan membahayakan orang-orang di sekitar.

"Jadi, mana yang asli? Kairo atau Kaisar? Kenapa sifat mereka bisa berbeda padahal mereka orang yang sama?" Sebenarnya ada banyak pertanyaan dalam kepala Kirena mengenai kejadian aneh ini, tetapi hanya itu yang keluar dari mulutnya.

Kai dan Sagara saling pandang lalu mendesah bersamaan. "Kata Kairo dia yang asli, terus kata Kaisar dia yang asli."

"Hah?" Kirena menatap Kai dan Sagara tidak mengerti.

Karena Sagara malas membicarakan tentang Kaisar atau Kairo, maka dengan sangat terpaksa Kai yang bercerita tentang Kairo dan Kaisar meski sebenarnya Kai juga enggan bercerita. Seperti kata Sagara dan Kleana, menyebut nama Kaisar terlalu sering itu keramat dan lebih parah dari jelangkung. Laki-laki itu bisa muncul tanpa diduga dan terkadang membuat mereka ketakutan.

"Yang saya tahu, Kaisar muncul pertama kali ketika Kairo berusia delapan tahun, saat itu Kairo mengalami trauma hebat. Saya tidak bisa memberi tahu detailnya, itu bukan hak saya soalnya." Tatapan Kai menerawang jauh, seolah mengingat sesuatu. "Ada alasan juga kenapa sifat mereka bertolak belakang. "

"Alasan?" tanya Kirena penasaran.

Kai mengangguk. "Kaisar itu seperti bentuk pertahanan diri yang tidak pernah bisa Kairo tunjukin, makanya sikapnya seperti itu." Dia mendesah panjang. "Saya tidak bisa cerita lebih banyak, nanti Kaisar datang lalu mencekik saya. Saya masih mau hidup soalnya."

Dalam hati Kirena mendesah kecewa, meski demikian tetap berterima kasih pada Kai karena sudah mau bercerita sedikit tentang Kaisar yang katanya merupakan sosok misterius nan menyeramkan. Sekali lagi dia melihat ke arah pitu, keningnya berkerut saat melihat seorang laki-laki datang sambil menuntun anak kecil, wajah laki-laki itu sama muramnya seperti saat Sagara datang tadi. Apa mungkin kemuraman laki-laki itu disebabkan oleh Kaisar juga? Kirena jadi bertanya-tanya, rasanya ingin tertawa jika hal itu memang benar.

"Sudah aku duga, pasti kamu sembunyi di sini!" Nero bergumam kesal, dengan sigap mendudukan Chandra ke kursi bar.

Kai menatap Chandra lalu tersenyum. "Kenapa kamu bawa adek kamu ke sini? Di sini bukan tempat buat anak kecil seperti Chandra."

Nero menarik napas panjang. "Aku tidak punya pilihan lain. Di rumah tidak ada siapa pun, Mama Papa sama Ares lagi pergi ke acara seminar. Jadi Chandra ditinggal sama aku." Sesaat pandangan Nero berubah muram. "Aku tidak mungkin bawa Chandra ke kantor, apalagi di sana ada Kaisar. Situasi kantor sekarang lagi kacau."

Kai menaikan sebelah alis. "Kaisar buat ulah lagi?"

Kedua mata Nero menerawang, rambut jabriknya mencuat ke mana-mana terlihat seperti baru saja kena badai topan. "Lebih parah dari itu." Dia menatap Kai dan Sagara serius. "Dia buat ulah di ruang Pak Hans. CEO Renero. Kaisar terus nanyain di mana Nario, suruh Nario datang. Padahal Pak Hans tidak tahu apa-apa."

Kirena menelengkan kepala, siapa pula Nario?

"Whoah, ini hebat." Kai bertepuk tangan senang. "Hebat lho Kaisar berani ngelabrak Pak Hans. Untungnya Kaisar atau lebih tepatnya Kairo anggota inti Renero. Coba kalau tidak, habis deh."

Nero mengangguk, tatapannya tertuju pada Kirena, kepalanya meneleng. "Dia juga terus marah-marah sambil manggil nama kamu lho, Kirena."

Kirena yang sedari tadi terus memperhatikan Chandra, adik Nero, dengan pandangan sulit diartikan segera menatap Nero saat namanya disebut oleh laki-laki itu.

"Apa?" Pandangan Kirena kembali tertuju pada Chandra, melihat anak kecil itu dia jadi teringat pada anak kecil yang pernah dia lihat tengah menangis di basement kantor Papanya setahun lalu.

Nero melambaikan tangan ke depan wajah Kirena. "Kamu kenapa? Baik-baik saja?" tanya Nero penasaran.

Kirena tergagap, berusaha untuk menunjukan senyum. "Tentu saja saya baik. Kamu tidak mau menawari Chandra minum?"

Nero menepuk jidatnya. "Saya lupa." Kemudian tatapannya tertuju pada Chandra. "Kamu mau minum apa? Makan juga? Kamu pasti belum makan, kan?"

Chandra terlihat canggung meski Nero bersikap hangat. Wajar saja, Chandra lahir dan tumbuh ketika Nero berada di Amerika, apalagi kedua orangtua Nero sering memuji Nero sehingga Chandra semakin segan pada Nero. Setidaknya itu yang dikatakan Kleana saat perempuan itu bercerita tentang anggota inti Renero.

Kirena jadi membayangkan dirinya dengan anak kecil itu, apa dirinya juga akan sama seperti Nero? Dirinya bersikap hangat sedangkan anak kecil itu canggung seperti Chandra.

"Mbak buatin susu mau?" tanya Kirena. "Kalau mau, Mbak juga bisa menyuruh Ka Reza buatin omelet buat kamu."

Chandra melihat Kirena. "Chandra mau es krim."

"Tidak boleh!" tolak Nero langsung. "Kalau makan es krim nanti perut kamu sakit. Kakak pesenin omelet saja sama cokelat."

Sesaat Chandra merengut ingin menolak, tetapi anak kecil itu tetap mengangguk, takut melihat pelototan Nero.

Kai memukul kepala belakang Nero. "Kamu buat adik kamu takut. Ck, sepertinya kamu tidak ada bakat jadi kakak seperti Ares. Belajarlah yang banyak biar Ocha langsung setuju punya anak begitu kalian menikah."

Nero menggelengkan kepala. "Kai, kamu buat hati aku tersentuh. Andaikan kamu belum menikah pasti aku jatuh hati sama kamu."

Wajah Kirena langsung berubah datar, bersyukur karena Kai sudah menikah dengan begitu Nero akan tetap menyukai Ocha dan yang paling utama, Nero tidak akan berubah haluan.

Sekali lagi Kai memukul kepala Nero. "Sudah bosan hidup, ya?"

Nero menyengir lebar, setelah meminta maaf pada Kai perhatian laki-laki itu kembali pada Chandra, dengan sabar bertanya pada anak kecil itu tentang makanan juga keseharian yang dilalui Chandra ketika Nero tidak ada di rumah, Nero tidak kesal atau pun marah ketika pertanyaannya dijawab acuh tidak acuh oleh Chandra.

Dan lagi, untuk kesekian kali Kirena melihat hal tersebut dengan dangan sangat penasaran.

"Apa Chandra mengingatkanmu pada seseorang?" Tiba-tiba Kai bertanya sambil memperhatikan Kirena dengan lekat. "Ada sesuatu di matamu waktu lihat Nero sama Chandra bicara."

Kirena tergagap lagi. "Oh ya. Kelihatannya seperti itu ya?" Kirena berpikir agar perhatian Kai teralihkan. "Oh! Tadi Nero bilang kalau Kaisar manggil nama saya. Kenapa dia marah-marah sambil manggil nama saya?" Dalam hati Kirena bernapas lega karena pertanyaan Kaisar membuat perhatian semua orang teralihkan.

Nero duduk di samping Chandra dengan wajah serius, dia menyuruh Kai, Sagara dan Kirena untuk mendekat ke arahnya. "Prediksi saya, tidak lama lagi Kaisar akan datang ke sini."

Wajah Sagara berubah pucat. "Jangan! Nanti dia ngehangusin lagi draft yang sudah aku buat."

Kai mengusap dagu dengan wajah serius. "Karena wajahnya lumayan tampan dan lebih keren dari Kairo, dia bisa menarik banyak pengunjung."

Sagara mendelik. "Dasar egois!"

Nero memutar bola mata, dia menatap Kirena. "Dia selalu bilang 'hatiku kenapa?' terus juga bilang 'kenapa aku selalu mikirin perempuan itu? Memangnya dia siapa? Gebetan baru Kairo?' seperti itu."

Kemudian tiba-tiba Nero berdiri lalu menggebrak meja.

"Kamu kenapa? Kalau marah jangan dibawa-bawa ke sini, dong. Kasihan Chandra." Sagara segera menarik Chandra ke dalam pelukan.

Lagi, Nero memutar bola mata. "Aku lagi meragain apa yang dilakuin Kaisar tahu."

Kai mengangguk-angguk dengan mulut terbuka. "Oh, terusin. Kita mau lihat."

Untungnya Nero adalah orang yang sabar. Laki-laki itu kembali menggebrak meja, kedua matanya berubah dingin lalu bergumam,

"Apa-apaan ini?! Kenapa aku selalu mengingat dia?! Kenapa wajahnya terus muncul dalam kepalaku, hah?! Tidak masuk akal!"

Kirena menganga mendengar perkataan Nero.

Dengan penuh keseriusan Nero mondar-mandir sambil menggigiti kuku ibu jari. "Wajahnya tidak cantik-cantik sekali, lebih cantikan Megan Fox malah. Tapi kenapa aku selalu ingin melihat dia lebih dari ingin melihat Megan Fox? Masa iya Megan Fox kalah sama perempuan itu. Ahh, tunggu! Siapa nama nama perempuan itu?!"

Nero duduk kembali ke kursi ketika sudah menjadi dirinya sendiri. "Kira-kira begitulah yang dia katain."

Kirena melangkah mundur. "Kaisar bahkan tidak tahu nama saya, berarti 'dia' yang dimaksud Kaisar bukan saya."

Nero menggoyangkan jari telunjuk. "Hem, tidak bisa gitu. 'Dia' yang Kaisar maksud itu benar-benar kamu, soalnya dia langsung nyuruh saya memberi tahu tentang perempuan yang sedang dikejar sama Kairo. Ya sudah saya bilang itu kamu."

Keinginan Kirena untuk memukul Nero akhirnya tersampaikan oleh Kai karena sekarang bosnya itu menendang kaki Nero sekuat tenaga hingga Nero mengaduh kesakitan.

"Duhh, sakit. Kenapa sih kamu kejem sekali sama aku? Aku salah apa?"

Sagara mendesah panjang. "Salah kamu adalah karena memberi tahu keberadaan Kirena sama Kaisar. Kalau hidup Kirena jadi tidak tenang gimana?"

"Iya, terus sekarang aku tidak akan ada di sini kalau tidak memberi tahu siapa perempuan yang dimaksud Kaisar." Nero membela diri, menatap Kirena penuh penyesalan. "Maafin saya. Saya tidak punya pilihan lain selain memberi tahu tentang kamu sama Kaisar."

Kirena hanya bisa tersenyum kecil, berharap Kaisar ini tidak separah Kairo. "Sudah terlanjur juga. Sekarang Kaisarnya di mana? Tidak akan ke sini, kan?"

Nero menggaruk leher yang tidak gatal. "Itu ... Kaisar pergi bersama Kleana. Dia bilang mau mengamankan Kaisar sebelum membuat Pak Hans masuk rumah sakit."

Kirena bernapas lega, setidaknya jika Kaisar pergi bersama Kleana, laki-laki itu tidak akan datang ke sini.

"KIRENA!" teriak seseorang dari arah pintu masuk.

Sontak saja perhatian Kirena terarah pada sosok laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kafe dengan wajah merengut. Mulut perempuan itu menganga saat melihat penampilan baru Kairo.

Laki-laki itu mewarnai rambutnya dengan warna biru gelap? Yang benar saja?!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel