Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Rencanannya Sudah Mulai Dilaksanakan

Bab 6 Rencanannya Sudah Mulai Dilaksanakan

"Sekeras apa pun kau coba melupakan pasti akan teringat juga. Karena hati tak mudah berpaling dengan yang baru."

Ada Apa Dengan Cinta 2

"Kamu tidak mau jelasin sesuatu sama aku gitu?" Pagi itu Kirena bertanya saat melihat Kleana keluar dari kamar lalu membuka pintu kulkas untuk mengambil air.

Dengan malas Kleana menoleh pada Kirena. "Jelasin apa memangnya?" Perempuan itu balik bertanya seraya menguap lebar.

Kirena mendengus melihat hal tersebut. "Dasar jorok! Kamu belum cuci muka, ya?!"

Kleana menyengir lebar, dengan santai berjalan ke arah wastafel lalu membasuh wajahnya. Untuk kesekian kali, Kirena mendengus melihat kelakuan sahabatnya yang terkesan tidak peduli.

"Ampun deh, Le. Kalau saja Mas Daffa tahu kelakuan kamu yang satu ini, dia pasti tidak akan suka sama kamu." Kirena menggelengkan kepala, sejak dahulu Daffa sangat sensitif dalam hal kebersihan dan kerapian. Semuanya harus terlihat sempurna, entah itu dalam penampilan atau pun lainnya.

"Dia sudah tahu, kok. Makanya aku heran, kenapa dia masih suka sama aku?" Kleana mengedikkan bahu. "Resiko jadi orang cantik dan pintar memang berat."

Sontak saja Kirena memutar bola mata, heran pada Kleana dan sahabat-sahabat perempuan itu karena punya kepercayaan diri luar biasa, apalagi Kairo. Bukannya saling menghargai, mereka malah memuji dirinya sendiri.

"Hebat. Aku sampai heran. Gimana bisa Mas Daffa suka sekali sama kamu padahal sikap kamu sehari-hari saja bikin ill-feell yang lihat."

"Karena Abang kamu itu peka. Dia tidak lihat orang dari penampilan tapi dari hati. Makanya usahanya sukses, dia juga lebih disegani dibandingin Om Sutiono." Kleana menatap Kirena serius. "bicara-bicara, semalem kamu ketemu sama Daffa?"

Kirena mengangguk, tanpa dia kasih tahu pun Kleana pasti mengenai kejadian tadi malam. "Dia masih suka sama kamu. Kamu benar-benar tidak bisa balas perasaan Mas Daffa?"

"Daffa terlalu baik buat aku."

Kirena mencibir, selalu itu yang dikatakan Kleana ketika dia bertanya mengenai perasaan Daffa.

Kleana duduk di kursi bar, matanya terlihat mengantuk. "Hari ini mending kamu tidak masuk kerja deh, Ren."

Kirena mengerutkan kening. "Kenapa tidak boleh? Kalau Kai marah gimana?"

"Kemarahan Kai itu gampang diatasi. Dikasih pengunjung banyak saja dia syukur allhamdulillah." Untuk kesekian kali Kleana menguap lagi. "Aku lagi malas menghadapi orang temperamental sekarang."

Mendengar hal tersebut, Kirena ingat lagi tujuan utamanya menunggu Kleana bangun pagi ini. Dengan segera dia duduk di samping Kleana, berusaha agar tidak terpancing dengan Kleana yang sepertinya sengaja mengalihkan perhatian.

"Kamu belum jelasin ke aku."

Kleana memutar bola mata, dia menatap Kirena lelah. "Jelasin apaan memangnya?"

"Jelasin tentang Kairo. Kenapa sikapnya berubah tiba-tiba begitu? Dia juga bilang kalau dia bukan Kairo."

Hingga pagi ini, Kirena masih merasa bingung mengenai kejadian tadi malam. Kairo bilang bahwa namanya bukan Kairo, lalu Kleana memanggil nama Kairo dengan nama lain, bahkan sikap laki-laki itu berubah dalam waktu sekejap, seperti bukan diri Kairo. Kirena ingin bertanya tetapi Kleana malah menyuruhnya masuk ke dalam kamar sedangkan Kleana dan Kairo pergi keluar rumah hingga larut malam.

"Kenapa? Kamu mulai suka sama Kairo? Ehh, bukannya sejak dulu kamu memang suka ya sama Kairo?" Kleana bertanya dengan polos.

Bibir Kirena membentuk garis lurus, terlihat begitu kesal. "Aku serius, Le!"

"Aku juga serius." Sikap Kleana semakin menyebalkan saja. "Sejak dulu kamu sudah suka sama Kairo. Cuma kamu tidak pernah bilang saja sama Kairo, belum lagi kamu malah ketemu terus jadian sama tunangan kamu yang pengadu itu." Kleana diam sesaat, tatapannya terlihat ragu. "Mungkin saja kalau kamu tidak melihat kejadian 'itu' semuanya tidak akan seperti gini."

Kirena menelan ludah. "Kenapa kamu malah bicara seperti itu?! Aku nanya kenapa sikap Kairo bisa berubah dalam waktu cepat bukannya membicarakan tentang aku apalagi tentang hal 'itu'."

Kleana kembali tidak bersemangat saat mendengar nama Kairo. "malas aku membicarakan tuh orang." Dia mendesah panjang. "Jangan sebut nama dia di sini. Keramat. Entar dia nongol tiba-tiba seperti semalem."

Kirena mengerjap. "Memangnya Kairo jelangkung?!"

Sebelah alis Kleana terangkat. "Dia lebih parah dari jelangkung. Tunggu, kenapa kamu nanya tentang Kairo? Kamu cemburu sama aku karena semalem kita pergi sampai subuh?" Dia segera berlari saat Kirena hendak memukulnya, perempuan itu tertawa senang. "Jangan penasaran sama Kairo entar dia tambah kesenengan. Mending kamu siap-siap sana. Tunangan kamu sudah nunggu di depan komplek, tuh."

Segala gerakan Kirena terhenti, kenapa Kleana bisa tahu kalau Reynald sudah menunggunya di depan komplek?

Kleana melongokan kepala dari pintu kamarnya, dia tersenyum pada Kitena. "Kamu pasti bingung kenapa aku bisa tahu. Tentu saja aku tahu, aku 'kan menjadikan kamu bahan percobaan proyek aku."

Kirena melongo. "Tidak mau. Seenak jidat saja kamu menjadikan aku bahan percobaan. Pokoknya aku tidak setuju. Jangan coba-coba buat menyelidiki hidupku."

Kleana mengedikan bahu tidak peduli. "Padahal rencanannya sudah mulai dilaksanakan lho."

"Apa?!" Kirena ingin bertanya lebih lanjut tetapi poselnya bergetar. Membaca chat dari Reynald yang memberitahu bahwa laki-laki itu sudah menunggu di depan komplek. Sekilas dia melihat ke arah pintu kamar Kleana yang kini sudah tertutup rapat. Dalam hati dia mendesah kesal dan bersiap pergi.

Begitu melihat mobil milik Reynald di seberang jalan, Kirena segera menyeberang dan masuk ke dalam mobil. Memperhatikan Reynald yang kini tengah menatap jalan yang tadi dilalui Kirena. Dalam hati perempuan itu mendesah, rupanya Reynald masih penasaran dengan rumah Kleana. Kirena memang sengaja tidak memberitahu di mana letak rumah Kleana pada Reynald, jika laki-laki itu tahu tempat tinggalnya maka semuanya akan kacau.

"Sampai kapan kamu mau lihat ke sana? Rumah Kleana bukan di sana." Kalimat Kirena membuyarkan perhatian Reynald.

Reynald berdehem pelan. "Kamu benar-benar tidak mau memberi tahu aku di mana rumah Kleana?"

"Tanya saja sama Mas Daffa, dia tahu di mana rumah Kleana."

"Dia tidak akan memberi tahu."

Kirena balas menatap Reynald datar. "Makanya, waktu Mas Daffa nanya di mana kafe tempat aku kerja dijawab bukannya diam saja."

Sesaat wajah Reynald memerah, dia segera menghidupkan mesin mobil. "Aku tidak bisa memberi tahu mereka. Kalau kamu tidak kerja, kamu pasti tidak akan bisa bantu 'mereka' lagi."

Kirena menyandarkan kepala ke kaca mobil lalu menghela napas panjang. Setidaknya meski terkadang Reynald selalu membuatnya kesal setengah mati, laki-laki itu masih mempunyai hati nurani.

"Pulangnya jam berapa?" Reynald bertanya saat begitu sampai di Gravity Cafe.

Sebelah alis Kirena terangkat, dia tersenyum kecil. "Tidak usah dijemput."

"Iya, dan Mas Daffa akan memarahiku habis-habisan." Reynald memutar bola mata kesal.

Kirena terkekeh. "Itu mah sudah jadi resiko kamu."

Sontak saja wajah Daffa berubah datar, dia mengangguk sekali saat Kirena pamit pergi serta menyuruhnya untuk tidak menjemputnya.

***

"Latte dan capucino untuk meja nomor sembilan." Kirena berkata pada pelayan paruh waktu yang dipekerjakan Kai seraya memberikan nampan.

"Oke." Pelayan paruh waktu itu mengacungkan ibu jari, dengan hati-hati mengambil nampan dari tangan Kirena kemudian pergi secepat yang dia bisa.

Kirena melihat ke arah pintu kafe, dalam beberapa jam terakhir ini bel pintu itu berbunyi tanpa henti. Hal yang sangat jarang atau memang tidak pernah terjadi selama dia bekerja di sini. Kemudian pandangannya tertuju pada Kai yang kini tengah bicara dengan seseorang. Sepertinya Kleana benar-benar menepati janjinya untuk menyuruh semua kliennya mengunjungi Garvity Cafe.

"Jus jambu tanpa gula dan susu."

Perhatian Kirena tertuju pada laki-laki yang baru saja datang lalu duduk di meja bar, wajah laki-laki itu terlihat kusut, bahkan anak rambutnya menjuntai ke atas dahi.

"Tanpa air juga?" Kirena bertanya asal.

Laki-laki itu berpikir sesaat. "Ya jangan, dong. Nanti rasa manis-manisnya kerasa."

Kirena hanya tersenyum lalu membuat jus jambu tanpa gula dan susu. Sekali lagi dia memperhatikan laki-laki itu, setahunya laki-laki itu adalah rekan kerja Kairo di Renero, Sagara. Tetapi kenapa Sagara terlihat muram tidak cerah seperti biasanya?

"Terjadi sesuatu? Wajahmu terlihat kacau."

Sagara mendesah panjang. "Kenapa kamu bisa peka begitu? Tidak seperti Kaisar yang bisanya cuma menghancurkan semuanya."

Mendadak Kirena jadi penasaran tentang Kaisar. "Kaisar itu siapa sebenarnya? Kleana dan Kai selalu kelihatan kesal kalau lagi membicarakan Kaisar."

Sagara menepuk jidatnya sendiri. "Saya lupa. Jangan nyebut nama dia. Keramat."

Kening Kirana berkerut dalam, kalimat yang dikatakan Sagara sama seperti kalimat yang dikatakan Kleana tadi pagi. "Lebih parah dari jelangkung, kan?"

Sagara melongo. "Kok, kamu tahu? Ahh, pasti Lea yang cerita." Dia meminum jus jambunya dengan sekali teguk. "Sepertinya dia tahu kalau Kaisar muncul. Lagian, kenapa juga dia malah muncul disaat seperti gini? Mana deadlinenya bentar lagi."

"Kirena, kalau begini terus kita akan untung banyak." Kai berkata senang sambil melihat ke seluruh ruang kafe, tidak ada meja yang kosong, semuanya terisi penuh. "Mulai sekarang, kita harus bujuk Kleana buat nyuruh semua kliennya datang ke sini."

Kirena ragu Kleana mau melakukannya, namun dia tetap mengangguk juga. Hanya untuk menyenangkan hati Kai.

"seperti Lea mau saja. Dia 'kan orangnya perhitungan sekali." Bukannya mengiayakan saja, Sagara malah menyindir. "Kalau boleh berpendapat, tempat kamu ini kacau sekali tahu. Lihat, whoahh ... jiwa aku sebagai art desainer sekaligus arsitek merasa hancur. Temen sehebat aku, kamu anggurin begitu saja."

Tanpa aba-aba Kai memukul kepala belakang Sagara. "Tapi, kamu tidak pernah mau bantu aku!"

Sagara mengusap kepalanya yang dipukul Kai. "Karena kamu tidak minta. Makanya tidak aku bantu."

"Sialan."

Sehari saja, Kirena berharap tidak harus melihat pertengkaran seperti ini. Lagi pula, kenapa teman-teman Kai suka sekali berantem lalu ujung-ujungnya baikan lagi, berantem lagi, terus saja seperti itu, benar-benar seperti anak kecil.

"Entar aku buatin desain yang bagus buat kamu, biar kafenya makin ramai." Kemudian pandangan Sagara tertuju pada Kirena, sengaja menunggu perempuan itu menyelesaikan pekerjaannya dahulu. "Rena, seperti biasa ya. Cappucino. Gulanya sedikit."

Kai mencibir. "Perut kamu tidak kambung? Habis minum jus barusan."

Sagara mendesah panjang. "Orang pintar seperti aku ini harus minum yang banyak biar otak aku encer."

Kirena menggelengkan kepala sekali, segera membuatkan pesanan Sagara sebelum ada pelanggan lain yang datang. Ketika dia punya waktu luang untuk duduk, kedua matanya malah tertuju pada pintu kafe, tiba-tiba teringat pada Kairo. Biasanya laki-laki itu sudah ada di sini tetapi sekarang sudah hampir malam dan tidak ada tanda-tanda kedatangan Kairo.

Harusnya Kirena merasa senang karena tidak perlu bertemu dan mendengar gombalan tidak sekalinya Kairo, tetapi entah mengapa sesuatu dalam hatinya merasa tidak enak. Dia menarik napas panjang untuk menenangkan hatinya.

"Sekarang kamu yang kelihatan muram." Sagara berkata setelah selesai bicara dengan Kai mengenai desain baru Gravity Cafe. "Kalau kamu mengharapkan kedatangan Kairo, maka harapanmu sia-sia saja."

Wajah Kirena langsung memerah, malu karena Sagara tahu apa yang sedang dipikirkannya. "Siapa juga yang mengharapkan kedatangan Kairo? Saya cuma bingung Kleana bisa buat banyak orang datang ke sini."

Sagara menyengir lebar. "Oh, kirain. Bagus deh kalau kamu tidak mikirin Kairo, soalnya dia tidak akan datang kecuali kalau Kaisar tidur lagi."

Kirena mengerutkan kening, terlihat penasaran juga bingung. "Kaisar? Sebenarnya apa hubungan Kaisar dan Kairo? Kalian selalu melarang saya buat tidak menyebut nama Kaisar di depan Kairo."

Kai menghela napas panjang, ekspresinya terlihat ragu, sesaat dia saling pandang dengan Sagara. "Kaisar itu kepribadian Kairo yang lain."

Kening Kirena semakin berkerut. "Kepribadian yang lain?"

"Kairo itu ... punya dua kepribadian. Kairo dan Kaisar. Mereka dua orang yang sama."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel