Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Iklan Minuman

Bab 4 Iklan Minuman

"Kau tahu, dunia penuh dengan orang kesepian yang takut untuk melakukan langkah pertama."-Green Book

Karena tidak mood makan malam di restauran itu, akhirnya Kirena memutuskan untuk mengajak Daffa pergi ke warung padang yang sering dia kunjungi bersama Kleana dan Kai ketika Kleana mendapat bonus. Tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah Kleana sehingga Kirena tidak akan risau kalau harus pulang sendirian. Dia tidak mungkin merepotkan kakaknya, jarak rumah mereka sangat jauh.

"Ahh, ini pasti tempat makan yang sering dikungjungi Ana kalau lagi tidak punya uang." Daffa melihat ke sekitar dengan pandangan penasaran, meski tempatnya tidak terlalu bagus untuk orang seperti Daffa, tetapi laki-laki itu tidak terlihat risih atau tidak nyaman, sebaliknya Daffa terlihat begitu senang.

Sesaat kepala Kirena meneleng, baru ingat kalau kakaknya ini sangat tergila-gila pada Kleana, sayangnya Kleana selalu menolak perasaan Daffa dengan alasan Kleana lebih suka pada laki-laki beristri, karena itu membuatnya semangat untuk mengambil semua uang laki-laki yang dipacarinya. Ahh, sahabatnya yang satu itu memang sudah tidak waras. Untungnya sampai sekarang cita-cita "mulia" Kleana yang satu itu belum pernah terwujud, tetapi Kleana sering menyebutnya "lagi OTW".

"Ana suka makan apa kalau ke sini?" tanya Daffa penasaran saat pelayan menanyakan pesanan.

Kirena memutar bola mata, tidak pernah memenyangka kalau kakaknya begitu suka pada Kleana. "Mending Mas Daffa duduk saja sana, aku yang pesenin." Perempuan itu menarik napas panjang saat menyadari tatapan Daffa. "Makanan yang sering dipesan sama Kleana tentunya."

Daffa mengangguk seraya tersenyum senang. Baru juga mau duduk, dia kembali menghampiri Kirena dan memberikan tiga lembar uang ratusan ribu.

"Biar tidak keduluan, tidak sekali kalau kamu yang bayarin. Apalagi gaji kamu tidak terlalu banyak."

Kirena tersenyum, dengan senang hati mengambil uang Daffa. Lumayan sisanya bisa dia simpan untuk makan dua hari kedepan.

"Sampai sekarang Mas tidak pernah memenyangka lho kamu akan makan di tempat seperti ini," kata Daffa saat Kirena kembali sambil membawa dua piring, dia segera mengambil salah satu piring dari tangan Kirena agar perempuan itu tidak kerepotan. "Dulu kamu orangnya manja sekali, sudah begitu kamu pilih-pilih sekali kalau mau makan. Harus ditempat bagus dan terjamin kebersihannya."

Kirena melihat ke sekitar. "Di sini bersih, makanannya juga enak. Lagian, aku tidak bisa bersikap seperti itu terus yang ada aku sengsara nanti." Perempuan itu terdiam saat teringat perkataan Reynald tadi ketika menghina dan menganggap rendah Kleana, meski terkadang Kleana dan Kai memang selalu bersikap nyeleneh dan menyebalkan, tetapi kebaikan mereka tulus dari hati bukan karena ada maunya.

Daffa menatap Kirena dalam. "Kamu berubah."

Kirena mencibir. "Berubah makin nyebelin begitu?"

Daffa terkekeh, "Aish, jangan samain Mas sama tunangan kamu yang nyebelin itu, dong. Maksud Mas, kamu berubah dalam hal baik. Kamu makin dewasa setelah pergi dari rumah dan milih hidup mandiri. Tapi ..." Dia menyipitkan mata dan menjitak kepala Kirena. "Mas tahu kamu marah sama Papa, tapi Mama tidak salah apa pun, jadi jangan abaikan Mama! Beliau sedih karena kamu tidak pernah jawab telepon atau bahkan nelepon Mama. Mas bahkan susah sekali ketemu kamu, tiap kali diminta ketemu kamu selalu saja mengelak."

Kirena menyengir lebar sambil mengusap keningnya yang tadi dijitak Daffa. "Bukan gitu. Aku cuma ... habisnya ..."

Dengan sabar Daffa menanti jawaban Kirena dengan sabar, namun adiknya itu malah terus diam hingga membuat Daffa geram juga. Bahkan setengah makanannya sudah hampir habis tetapi Kirena masih juga menggantung jawabannya.

"Lama temenan sama Ana bikin kamu jadi ikutan ngegantungin hati orang, ya. Habisnya apa? Cuma kenapa?" tanya Daffa tidak sabar.

"... Aku Cuma tidak mau buat Mama nangis. Aku takut Mama kecewa sama keputusanku, selama ini pasti Mama diejek sama temen-temennya karena punya anak sepertiku. Aku tidak bisa menelponnya karena aku malu."

Daffa mendesah, sejak awal sudah memenyangka kalau jawaban Kirena akan seperti itu. "Asal kamu tahu, Mama seneng sama keputusan kamu yang milih pergi dari rumah daripada memenuhi perintah Papa. Beliau sama sekali tidak masalah diejek sama teman-temennya, tetapi Mama menganggap masalah terbesarnya adalah karena tidak bisa ketemu sama kamu. Mama pikir kamu kecewa sama Mama karena tidak bisa bela kamu."

Sendok di tangan Kirena terlepas begitu saja lalu menyandar ke kursi plastik, tatapannya menerawang. "Aku sudah keterlaluan, ya?"

"Kenapa baru sadar sekarang?" Daffa bertanya sinis, ikut menyandar ke kursi. "Kamu pasti ada waktu setelah pulang bekerja. Atau seetidaknya kamu kasih tahu kita di mana kafe tempat kamu kerja?"

Sontak saja Kirena menatap datar Daffa. "Iya, terus Papa bakal minta ke pemilik kafenya buat mecat aku lagi."

Daffa menyengir lebar. "Salah kamu juga sih malah lepasin kerjaan kamu yang susah payah Papa dapatin terus malah jadi barista. Gimana Papa tidak marah kalau kamu menyia-nyiakan usahanya."

Kirena terkekeh mengingat hal tersebut, dia melepaskan pekerjaannya sebagai konsultan junior di perusahaan teman sang Papa dan malah menjadi barista, hal tersebut membuat Papanya marah lalu mengusirnya karena mengecewakan juga membuat malu sang Papa.

"Habisnya bekerja sebagai konsultan yang sering diejek karena aku masuk lewat "jalur istimewa" itu Benar-Benar tidak enak. Tiap kali aku berhasil membuat klien terkesan, mereka pasti bilangnya aku sukses karena Papa. Sudah begitu, aku tidak terlalu suka kerja di kantor. Berasa monoton sekali."

Daffa menganggukan kepala mengerti, dia mengulurkan tangan untuk menepuk kepala Kirena. "Adek Mas yang paling cantik ini ternyata benar-benar sudah dewasa, ya. Mas jadi bangga." Masih tersenyum lebar, dia bertopang dagu menatap adiknya penuh rasa ingin tahu. "Tapi Mas masih penasaran, selingkuhan kamu itu seperti gimana? Apa dia lebih tampan dari Mas? Atau bahkan lebih jelek dari Reynald?"

Sontak saja Kirena memutar bola mata, tidak memenyangka kalau kakaknya benar-benar percaya bahwa dirinya selingkuh. "Mas Daffa! Kan, aku sudah bilang kalau aku ini tidak pernah selingkuh sama siapa pun. Kalau tidak percaya Mas bisa tanya ke Kleana."

Kali ini Daffa tertawa senang hingga matanya berair. "Padahal Mas seneng sekali lho kalau kamu benar-benar selingkuh. Dengan begitu Reynald akan kalang kabut." Dia berdecak pelan. "Ahh, Mas benar-benar muak sama dia."

Kirena hanya tersenyum kecil. Baru menyadari bahwa para pengunjung tengah memperhatikan mereka dengan penasaran. Salahkan saja Daffa yang sedari tadi bersikap sangat konyol.

"Serius. laki-laki yang difoto itu siapa? Dia lumayan juga, meski wajahnya kelihatan sekali tengilnya, tapi dibandingin sama Reynald, dia lumayan juga."

Kirena yang saat itu sedang minum langsung tersedak, dia mengerjap menatap Daffa. Apa otak kakaknya itu tiba-tiba jadi konslet karena tidak terbiasa makan ditempat seperti ini? Padahal setahunya, Daffa adalah orang yang sangat gengsi mengakui kemampuan atau kebaikan orang lain, apalagi laki-laki yang dekat dengan Kirena.

Menyadari tatapan Kirena, Daffa berdehem pelan. "Maksud Mas, seetidaknya dia kelihatan tulus daripada laki-laki yang pernah deket sama kamu atau sama tunangan kamu yang pengadu itu."

Kirena tertawa pelan saat melihat wajah Daffa memerah. "Mas tidak perlu tahu siapa dia, dia bukan siapa-siapa, kok. Mas akan nyesel setengah mati kalau kenal sama dia."

"Apa dia nyebelin? Dari wajahnya sih ini orang pasti tengil sekali. Kalau boleh tahu siapa namanya?"

"Aku benar-benar malas membicarakan dia."

"Ya sudah kalau tidak mau jawab. Tapi, ini akan menentukan segalanya." Daffa mendekati Kirena sehingga jarak mereka begitu dekat. "Apa pekerjaannya? Apa dia merupakan orang penting?"

Kirena melongo, seharusnya dia tidak terkejut dengan sifat kakanya yang satu ini; selalu melihat orang dari prestasi dan pekerjaan. Haruskah dia memberitahukan pekerjaan Kairo yang dia tahu dari Kleana dan Kai, pasti kakaknya itu akan terkejut kalau tahu, dan mungkin saja akan langsung mengejek Kairo.

"Malah diam, jadi apa pekerjaannya? Lebih bagus dari Reynald, kan?" Tiba-tiba Daffa tersenyum kecil. "Pasti pekerjaannya tidak sebagus Reynald. Kalau gitu, Papa pasti tetep bakalam nolak."

"Copywriting." Akhirnya Kirena menjawab walau dengan ragu-ragu, dia melihat reaksi Daffa. Seperti yang dia duga, ekspresi Daffa tampak kecewa tapi disembunyikan dalam senyum mengejek. "... Di Renero Group." Kirena mengimbuhkan.

Senyum Daffa memudar, otot wajahnya terasa kaku saat menoleh pada Kirena. "Apa? Kamu bilang apa barusan? Renero Group?"

Kirena yang tidak tahu apa yang dipikirkan Daffa menganggukan kepala. "Iya, kata Kai dia kerja di Renero Group, sebagai Copywriting."

Kali ini Daffa benar-benar terkejut, beberapa kali dia mengerjap dan menatap adiknya tidak percaya. "Renero yang punya gedung delapan belas lantai di pusat kota itu? Tunggu! Apa jangan-jangan ... nama selingkuhan kamu itu Kairo Gerald Yudhistira."

Kening Kirena berkerut dalam, bagaimana bisa Daffa tahu nama lengkap Kairo? Sebagai jawaban dia menganggukan kepala lalu kemudian Kirena benar-benar dibuat terkejut ketika tiba-tiba Daffa berteriak heboh.

"Wahh gila! Mas benar-benar tidak percaya. Kamu benar-benar kenal sama Kairo?"

Lagi, Kirena menganggukan kepala dengan wajah bingung. "Iya, dia sering datang ke kafe tempat aku kerja. Kenapa memangnya?"

Daffa menjentikan jari lalu bertepuk tangan. "Mas dukung hubungan kalian. Jangan pikirin Reynald, biar Mas yang urus kecoak satu itu, kamu tenang saja."

Kirena benar-benar tidak mengerti sungguh, kenapa tiba-tiba Daffa berkata seperti itu? Dia kira Daffa akan mengejek Kairo dan menyuruhnya untuk menjauh dari lak-laki mana pun dan fokus saja pada Reynald.

"Mas Daffa kenapa, sih? Mas kenal sama Kairo?"

Daffa memutar bola mata. "Kamu yang kenapa? Masa tidak tahu sama Kairo Yudhistira?"

Yang Kirena tahu Kairo adalah laki-laki aneh yang membuat harinya sial setiap kali dia melihatnya. "Dia cuma ... pelanggan biasa?"

"Ya ampun!" Daffa menundukan kepala dengan wajah lelah. "Kairo itu kalau dibandingin sama Reynald? Jauhh, deh. Reynald tidak ada apa-apanya dibandingin Kairo. Selama ini Mas sama Papa berusaha buat ngebujuk salah satu rekan Kairo di Tim Kreatif Renero buat ketemu sama Kairo tapi susahnya seperti mau ketemu sama Ratu Elizabeth."

Hal yang tidak masuk akal saat Daffa berkata seperti itu tentang Kairo, apanya yang susah ditemui? Setiap kali dia melihat Kairo, laki-laki itu terlihat seperti tidak ada kerjaan alias pengangguran.

"Kairo itu terkenal sekali lho di kalangan Tim Kreatif dan Marketing. Dia Copywriting paling hebat." Daffa berdecak pelan saat Kirena memasang wajah tidak mengerti. "Kamu ingat iklan minuman yang sering kita komentarin pas nonton televisi? Yang dapat rating sama ulasan bagus."

"Oh, yang lucu itu? Yang ada animasinya itu?"

Daffa mengangguk. "Kairo yang membuatnya."

Seketika Kirena menganga.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel