Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Terpaksa

Bab 3 Terpaksa

"Ketika hal-hal baik dalam hidup seseorang diambil, sesungguhnya hidup itu sendirilah yang hilang."-Italo Calvino.

"Pulang sekarang!" Reynald berkata lalu berbalik pergi keluar.

Kirena mendesah, dengan patuh dia berjalan mengikuti Reynald sambil sesekali menatap ke arah Kairo yang bersikap sangat santai, tidak peduli jika Reynald salah paham pada mereka, atau memang laki-laki itu sengaja melakukannya agar hubungan Kirena dan Reynald retak.

Setelah kepergian Kirena dan Reynald, Kairo kembali duduk di kursi seraya menyesap espressonya, wajahnya terlihat muram. "Tidak ada cara lain lagi. Maaf, aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan."

Di dalam mobil, suasana begitu hening. Hanya terdengar suara derum mesin. Sesekali Kirena menatap ke arah Reynald yang sampai sekarang masih enggan membuka suara, bahkan meliriknya pun tidak sama sekali padahal Kirena sudah mencoba untuk menjelaskan bahwa dia tidak pernah berselingkuh dengan siapa pun, apalagi dengan Kairo tetapi Reynald sama sekali tidak mempercayainya.

Kirena menyerah untuk menjelaskan semuanya pada Reynald. Dia menyandar ke kursi mobil seraya menatap keluar kaca mobil. Setidaknya pemandangan jalanan yang macetnya minta ampun mengalihkan perhatiannya.

"Kita mau ke mana?" tanya Kirena menyadari bahwa jalanan yang dilalui mereka bukan menuju ke rumah Kleana.

Reynald melirik Kirena datar. "Ikut saja."

Kirena hanya bisa diam, jika sedang marah dan kesal Reynald selalu bersikap dingin dan cuek seperti sekarang, dan kebiasaan itu sangat sulit diubah seberapa kali pun Kirena meminta, laki-laki itu malah balik memarahinya karena terlalu mengatur.

Tidak lama kemudian mobil Reynald berhenti di depan sebuah restaurant mewah. Untuk sesaat Kirena merasa senang karena Reynald mengajaknya makan malam berdua, tetapi ketika mereka memasuki ruangan privat, rasa senang di hati Kirena langsung lenyap begitu saja.

"Kenapa kamu tidak bilang kalau kita akan makan malam sama Mas Daffa?" tanya Kirena berbisik, meski dia terkejut bertemu lagi dengan kakaknya tetapi dia merasa sangat lega karena Daffa tidak datang bersama Papanya.

Lagi, Reynald hanya melirik Kirena dan menuntun perempuan itu menghampiri Daffa. "Maaf telat, Mas. Jalanan macet sekali. Tadi juga ada gangguan."

Sebelah alis Daffa terangkat. "Gangguan apa selain macet memangnya?"

Reynald langsung menatap Kirena yang sedari tadi diam dengan kepala tertunduk. Melihat hal tersebut Daffa langsung tersenyum sangat lebar, terlihat begitu bahagia. Dengan penuh haru dia segera menarik Kirena dalam pelukan.

"Adik Mas yang paling Mas sayang. Kamu ke mana saja? Kenapa tidak pernah angkat telepon dari Mas? Kamu tidak tahu kalau Masmu ini khawatir setengah mati sama kamu?!"

Kirena balas tersenyum, dia menatap Daffa penuh rasa bersalah. "Maaf."

Daffa memutar bola mata. "Tiap kali ditanya pasti bilangnya "maaf"." Seolah menyadari tatapan Reynald yang merasa kesal diabaikan, Daffa tersenyum pada laki-laki itu. "Makasih sudah bawain Kirena ke sini. Kalau saya yang minta pasti Kirena tidak mau."

Reynald balas tersenyum sambil menganggukan kepala. "Tentu, sama-sama. Sudah kewajiban buat saya membantu Mas."

Daffa menganggukan kepala, kedua matanya menyipit menatap Kirena. "Oh iya, kamu benar-benar selingkuh dari Reynald? Kata Reynald kamu sering jalan sama laki-laki lain." tanyanya tiba-tiba.

Sontak saja Kiren melongo, tatapannya langsung tertuju pada Reynald yang memasang wajah tak bersalah. Bagaimana bisa laki-laki itu bilang dirinya selingkuh pada kakaknya? Atau jangan-jangan bahkan Reynald juga bilang pada Papanya kalau dia selingkuh? Memikirkan hal tersebut membuat seluruh tubuhnya hilang tenaga.

"Kenapa muka kamu pucat begitu? Berarti Benar ya kalau kamu ini selingkuh sama laki-laki lain." Daffa berdecak pelan, senyum di wajahnya menghilang tergantikan dengan ekspresi geram. "Kirena?!"

Kirena hanya bisa menundukan kepala, pasti kakaknya marah padanya. Padahal dia tidak pernah berselingkuh dengan siapa pun, Reynald saja yang salah paham padanya.

"Aku tidak selingkuh sama siapa pun." Kirena memberanikan diri untuk membuka suara, dia tidak ingin keluarga apalagi Daffa salah paham padanya lagi seperti dahulu. "Rey salah paham, aku tidak pernah jalan sama laki-laki mana pun."

"Bohong! Reynald bilang pas jemput kamu di kafe, kamu lagi sama laki-laki lain, berdirinya deket sekali lagi. Kalian kelihatan mesra sekali." Daffa memperlihatkan foto Kirena bersama Kairo saat di kafe. "Tuh, lihat. Bahkan tangan kamu dipegang sama dia. Kalau Papa tahu kamu bisa mati benar-benar, lho."

Kirena benar-benar muak dengan sikap Reynald yang satu ini, selalu mengadukan hal yang tidak pernah dia lakukan pada keluarganya.

"Itu karena tangan aku sakit kena air panas, tadinya mau bantu aku buat ngobatin lukanya tapi aku tolak." Saat Kiena membalas perkataan Daffa, kedua matanya menatap Reynald marah. "Kita harus bicara setelah ini."

Reynald mengedikan bahu tidak peduli, percaya diri kalau Daffa tidak akan percaya pada penjelasan Kirena.

Daffa mengembuskan napas panjang, kedua matanya terlihat sangat tajam hingga membuat Kirena takut. Perempuan itu segera melangkah mundur, takut kakaknya memukulnya meski itu adalah hal yang sangat mustahil.

Kirena langsung terdiam saat merasakan pelukan erat, dia menatap Daffa bingung ketika kakaknya itu malah tertawa senang alih-alih marah seperti dugaan Kirena. Daffa bertepuk tangan lalu mengusap rambut Kirena penuh kebanggaan.

"Akhirnya! Akhirnya. Adikku sekarang sudah benar-benar dewasa. Ya Tuhan, aku sangat senang."

Kirena dan Reynald menatap Daffa tidak mengerti, kenapa Daffa terlihat senang jka Kirena selingkuh? Bukankah harusnya laki-laki itu marah besar karena adiknya melakukan kesalahan besar.

"Tidak papa, selingkuh dalam hubungan itu sudah biasa." Daffa kembali berkata, menjawab kebingungan Kirena dan Reynald. "Malah hubungan kalian tidak akan seru kalau kalian terus bersama tidak ada rintangannya. Kan, kalau ada yang selingkuh kesannya kisah cinta kalian seperti film yang sering ditonton Ana, tidak flat-flat amat."

Kirena memutar bola mata melihat kelakuan kakaknya yang tidak jauh berbeda dengan Kairo atau Kai. Jika mereka berkumpul, Kirena yakin kalau mereka bertiga akan membuat grup lawak paling receh yang pernah ada, apalagi kalau ditambah sama Kleana, hancur deh semuanya.

Daffa kembali mengusap rambut Kirena sayang. "Mas benar-benar bangga sama kamu. Kalau mau tetep lanjutin saja sampai kamu bosan. Toh, tidak ada siapa pun yang tahu jodoh kita itu siapa kecuali Tuhan."

Tuh, kan?! Kakaknya itu memang sudah gila, pikir Kirena muram. Namun dia sangat bersyukur karena Daffa malah senang dirinya selingkuh, dengan begitu dia tidak perlu meredakan amarah Daffa.

Daffa menatap Reynald prihatin, dia menepuk bahu laki-laki itu. "Sangat wajar buat kamu marah sama Kirena. Tapi mau gimana lagi, dong, kalau Kirena sudah nemuin laki-laki yang lebih perhatian daripada kamu." Dengan wajah polos dia melanjutkan. "Makanya, kamu itu jangan terlalu sibuk bekerja, kamu "kan jadi tidak bisa perhatian lagi sama Kirena. Kan, kalau Kirena selingkuh kamu juga yang sakit hati."

Kirena tidak tahu harus berkata melihat hal ini, yang dilakukannya hanya menganga. Sejak dahulu, ketika Kirena pertama kali mengenalkan Reynald pada keluarganya, Daffalah yang seolah-olah tidak menerima atau bahkan menentang hubungan dirinya dan Reynald.

"Yang sabar, ya. Tenang saja, Mas akan menyuruh Kirena untuk tidak melakukannya lagi. Jangan khawatir." Daffa tersenyum penuh wibawa. "Sekarang, kalian bicara dulu baik-baik. Mas mau angkat telepon dari klien Mas. Tapi ingat! Kalian tidak boleh berantem."

Setelah Daffa pergi untuk menjawab telepon, Kirena segera duduk di hadapan Reynald. Kedua matanya menatap tajam laki-laki itu. Sedang kedua jarinya mengetuk-ngetuk di atas meja.

"Berhenti menuduhku yang tidak-tidak." Kirena menarik napas panjang. "Berhenti melihat dari sudut pandangmu saja. Yang kamu lihat tidak seperti yang kamu pikirin."

"Aku tidak akan menuduhmu kalau tidak ada bukti. Kamu sering pergi tanpa memberi tahu aku, kamu juga sering hangout sama teman-temen kamu tanpa peduliin aku."

"Sejak kapan aku sering hangout sama temen-temen aku? Temanku bahkan bisa dihitung dengan jari, dan mereka bukan tipe orang yang suka hangout tidak jelas karena mereka lebih sibuk daripada aku."

Reynald melipat tangan di depan dadanya, balas menatap tajam Kirena seraya tersenyum sinis. "Kamu bahkan berani melawanku sekarang. Selain membuatmu selingkuh, apa teman-teman barumu yang sangat sibuk itu juga mengajarimu untuk melawan? Atau bahkan teman-temanmu juga menyuruhmu buat tidak peduli padaku?"

Kirena memejamkan mata, dalam hati bertanya-tanya kapan Reynald akan berhenti salah paham padanya atau pada teman-temannya?

"Berhenti bergaul dengan mereka, mereka bukan orang baik. Mereka bahkan sama sekali tidak terkenal."

"Tentu saja mereka tidak terkenal karena mereka bukan aktris atau model!" seru Kirena kesal.

Kening Reynald berkerut dalam, tampak tidak suka dibentak oleh Kirena.

Kirena menarik napas panjang, berusaha untuk meredakan rasa marah dalam dadanya. "Kamu tunanganku, dan aku sadar betul akan hal itu. Tetapi tidak seperti gini juga. Bukan salah mereka kalau aku seperti gini, mereka sama sekali tidak pernah ngajarin aku yang aneh-aneh, sebaliknya mereka malah bantu aku. Dan, untuk terakhirnya kujelaskan padamu: aku tidak pernah selingkuh sama siapa pun, selain teman dan pelanggan, kami tidak punya hubungan apa pun lagi. Jadi, tolong berhenti menuduhku yang tidak-tidak, dan berhenti untuk menyuruhku pulang ke rumah."

Reynald tersenyum sinis. "Sebelum kamu pergi dari rumah, kamu tidak seperti gini. Kamu menghargai apa yang aku katain. Tapi sekarang? Kamu seolah mengatakan padaku kalau aku ini orang brengsek karena sudah menuduh teman-temanmu, kamu seolah bilang aku orang jahat karena menuduhmu yang tidak-tidak."

Kirena memijat keningnya yang tiba-tiba terasa sakit.

Reynald bangkit berdiri. "Ada baiknya kalau kamu tidak terlalu dekat sama mereka. Asal-usul mereka sama sekali tidak jelas. Aku berkata seperti itu karena aku peduli. Kalau Om Sutiono tahu, beliau pasti melakukan hal yang sama sepertiku."

Tanpa berkata apa pun lagi, Reynald berlalu pergi keluar ruangan meninggalkan Kirena sendirian.

"Kamu yakin masih mau bertahan sama Reynald?" Daffa bertanya pelan.

Kirena melirik Daffa, tidak heran kalau kakaknya itu menguping pembicaraannya barusan. Dia bahkan tidak membela Reynald ketika Daffa mengumpati laki-laki itu yang sudah bersikap kurang ajar pada adik kesayangan.

Daffa menarik napas panjang lalu duduk di kursi yang sebelumnya diduduki oleh Reynald. "untuk apa kamu terus bertahan disisi Reynald kalau kamu tidak pernah sayang apalagi cinta sama Reynald?"

Kirena menyandar ke kursi, tatapannya nyalang seolah memikirkan sesuatu yang begitu berat. "Aku hanya terpaksa ..."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel