Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Jangan Membicarakan Orang Tidak Berguna Itu

Bab 12 Jangan Membicarakan Orang Tidak Berguna Itu

"Kau selalu menolong orang, tapi sesungguhnya kaulah yang butuh pertolongan."

Munafik 2

"Seharusnya luka seperti ini diobati di rumah sakit." Kirena berkata pelan saat menyeka darah di dahi Kaisar, kulitnya sobek sedikit. "Luka yang ini perlu dijahit, kalau dibiarin gitu saja pasti makin parah dan sakit."

Kaisar tidak bisa menahan ringisannya saat luka di dahinya terkena alkohol. "Sudah biasa."

Kirena menghela napas, menatap Kaisar sungguh-sungguh. "Bagaimana bisa seorang copywriting mendapat luka seperti ini dan terbiasa mendapatkannya? Apa selain membuat konten iklan kamu juga sering berkelahi?"

Kaisar diam seraya memalingkan pandangannya.

Kirena mendesah panjang. "Lain kali, jangan terluka seperti ini soalnya akan membekas. Kalau Megan Fox lihat wajah kamu penuh bekas luka begitu nanti dia tidak suka sama kamu pas lihat."

Sesaat kening Kaisar berkerut samar, dia berpikir sesaat lalu menganggukkan kepala. "Benar. Ini semua salah Kairo! Dia tidak bisa menjaga wajah ini dengan baik."

Kirena hanya bisa memutar bola mata, Kaisar ini seperti anak kecil saja, dia bahkan harus menahan emosinya untuk menghadapi sikap Kaisar yang sebentar baik dan sebentar kesal.

"Kai bilang kamu lebih sering berkelahi daripada Kairo. Lagian, setahu aku Kairo bukan tipe orang yang suka berantem. Kairo itu ..." Kirena mengingat-ngingat, belum sadar kalau saat ini Kaisar tengah menatapnya dengan tajam, jika mata Kaisar bisa mengeluarkan laser seperti Superman pasti saat ini hidup Kirena sudah tamat. "Meski sikapnya aneh, tapi dia baik. Dia juga ..."

"Berhenti!" Kaisar menggebrak meja, tidak tahan lagi mendengar Kirena memuji Kairo yang notabenenya adalah dirinya yang lain. "Jangan membicarakan orang tidak berguna itu lagi!"

Kirena menelengkan kepala, sedikit terkejut dengan sikap Kaisar yang berubah kasar. "Tidak berguna?"

Tidak hanya wajah Kaisar yang berubah dingin, tetapi tatapan matanya pun berubah menjadi dingin. "Jangan pernah membicarakan orang tidak berguna itu di depanku! Dia ... tidak pantes dibanggain seperti itu. Pengecut itu." Rahang Kaisar mengetat, terlihat jelas kalau laki-laki itu benci pada dirinya yang lain. "... Dia bahkan tidak bisa melakukan hal paling mudah."

Mendengar dan melihat Kaisar yang sekarang secara langsung membuat Kirena mengerti satu hal mengenai Kaisar dan Kairo, hanya saja dia belum tahu penyebab masalah itu. Tetapi, melihat Kaisar yang marah sepertinya masalah yang terjadi pada Kaisar dan Kairo sangat rumit.

"Aku tahu." Untuk kesekian kali, Kirena harus mengalah dan menurut saja apa kata Kaisar demi keaman. Takut laki-laki itu melakukan hal kasar padanya meski itu hal yang tidak mungkin. "Maaf karena sudah memuji si pengecut itu." Dalam hati Kirena mendesah, merasa menyesal karena sudah ikut-ikutan memanggil orang lain dengan sebutan kasar.

Tadinya Kaisar ingin bicara dan memperingatkan agar Kirena tidak pernah menyebut nama Kairo, tetapi ketika dia melihat mata Kirena yang berbinar membuat Kaisar mengurungkan diri. Dia bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata Kirena yang baru dia sadari ternyata sangat indah, saat menatap mata Kirena seluruh dunia yang semula terlihat abu-abu kini terlihat begitu jelas, saat menatap mata Kirena mimpi buruk yang selalu membayanginya perlahan pudar dan tergantikan oleh rasa tenang yang belum pernah Kaisar rasakan.

Kini, Kaisar tahu kenapa Kairo bisa jatuh hati dan mati-matian mengejar Kirena. Karena saat bersama Kirena, perempuan itu seolah menjanjikan akhir bahagia untuknya mau pun Kairo.

"Kenapa tiba-tiba kamu bersikap baik padaku?"

Kirena yang saat itu selesai menempelkan plester ke dahi Kaisar segera menunduk. "Aku sudah bilang tadi."

Sebelah alis Kaisar terangkat. "Tidak tega lihat orang yang kamu kenal terluka?"

Kirena mengangguk sekali, benar-benar tidak menyadari tatapan Kaisar saat ini. "Hem, lain kali jangan lukai wajahmu. Yang ada nanti wajah kamu berubah jadi seperti Joker."

Kaisar menengadah menatap Kirena dalam. "Kamu jijik lihat wajahku yang penuh luka?"

Sontak saja Kirena mengerutkan kening, bingung dengan pertanyaan Kaisar. "Kenapa kamu nanya itu? Meski wajah kamu penuh luka, tapi di mata wanita lain kamu masih kelihatan tampan." Perempuan itu menatap wajah Kaisar dengan seksama. "Aku jadi bingung, sebenarnya kamu itu tidak terlalu tampan. Malah tampanan Adam Levine daripada kamu."

Mendadak wajah Kaisar berubah cemberut, sebal Kirena membandingkannya dengan Adam Levine yang jelas berada di bawah ketampanan Kaisar, setidaknya menurut Kaisar.

"Aku lebih tampan dari Adam Levine atau laki-laki mana pun." Kaisar menggersah. "Pokoknya, mulai sekarang aku akan lebih berusaha buat jaga wajahku supaya tidak terluka."

Kirena mengangguk sambil tersenyum. Dia menoleh ke belakang saat Reza memanggilnya sambil bilang kalau teleponnya terus berdering. Awalnya Kirena pikir yang meneleponnya adalah Kakaknya atau ayahnya tetapi saat Reza bilang Suster Devika yang menelepon, perempuan itu segera berlari dan menjawab telepon.

Kaisar melihat hal tersebut dengan raut wajah bingung, belum pernah dia melihat Kirena sepanik itu, apalagi ini hanya karena telepon.

"Ciee yang sudah sadar cinta sama Kirena. Ciee." Tiba-tiba Karsa datang dan meledek Kaisar. "Gimana? Masih mau nyalahin Mas Kairo karena suka sama Kirena. Atau ... jangan-jangan posisi Megan Fox di hati kamu sudah tergeser."

Kaisar mendelik kesal. "Sudah bosan hidup, ya?"

Karsa langsung tersenyum, dia bahkan bergerak menjauh dari Kaisar. "Bercanda. Tapi, luka kamu. Benar-benar harus diperiksa di rumah sakit."

Kaisar semakin sebal. "Kamu meragukan pengobatan yang dilakukan Kirena."

Karsa menggerutu dalam hati, kenapa tiba-tiba Kaisar seposesif ini pada Kirena? Tetapi, karena Karsa bukan orang yang suka cari ribut seperti Kaisar, lebih baik dia cari aman saja. Karsa kembali menatap Kaisar sambil menggelengkan kepala.

"Tidak. Aku percaya. Sangat. Kirena yang terbaik."

"Apa? Beraninya memuji Kirena tanpa seizin aku?!"

Ingin rasanya Karsa memutar bola mata di depan Kaisar, sepertinya sikap Kaisar akan berubah jadi labil jika menyangkut Kirena.

"Ampuun, deh." Tanpa sadar kata-katanya terucap begitu saja dan menimbulkan kekesalan Kaisar bertambah. Perlahan, dengan perasaan was-was Karsa melangkah mundur. Sambil nyengir lebar Karsa berkata, "eng, aku harus jemput Ocha dulu. Byee!"

Kemudian secepat mungkin Karsa berlari menjauh dari Kaisar sebelum sahabatnya itu mengamuk dan menghabisi nyawanya.

***

"Keniko!" Kleana berteriak pada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang ICU. Perempuan itu berlari menghampiri Keniko bersama Kirena. "Keadaannya gimana? Kenapa kamu bisa keluar dari sana? Dokter Satya mana?"

Andai saja situasinya tidak genting seperti sekarang, dengan senang hati Kirena akan menjitak kepala Kleana karena beraninya bersikap tidak sopan pada seorang dokter.

Keniko menatap Kleana, dari tatapannya terlihat jelas kalau dokter muda itu sedikit jengah pada Kleana. Kemudian, pandangannya tertuju pada Kirena. "Anda wali pasien saudara Jimmy Prasetya?"

Kirena langsung menganggukkan kepala. "Iya, saya. Tadi suster menelepon kalau kondisi Jimmy memburuk."

"Tadi memang sempat memburuk, tapi untungnya segera ditangani sehingga kondisinya ..."

"Keniko." Dengan seenak jidat Kleana memotong penjelasan Keniko. "Bahasanya disederhanain, dong, biar aku ngerti."

Kirena melongo, sepertinya Kleana dan dokter Keniko akrab dilihat dari bahasa yang mereka gunakan. Terlebih, kenapa dia baru tahu kalau ternyata Kleana sebodoh ini.

"Itu sudah yang paling sederhana, Lea." Keniko berkata datar, dia menghela napas, matanya kembali menatap Kirena. "Kondisinya sudah membaik. Anda bisa melihatnya, tetapi jangan terlalu lama agar tidak mengganggu istirahatnya."

Kirena menganggukkan kepala. "Terima kasih, Dokter." Sekilas tatapannya tertuju pada name-tag di jas dokter itu; Keniko T. Hideo, merasa tidak asing dengan nama itu.

Keniko mengangguk. "Dokter Satya menelepon saya dan meminta maaf atas ketidak kompetenannya sebagai dokter." Dokter itu tersenyum kecil. "Saya permisi." Sesaat dokter itu menatap Kleana. "Temui aku saat pulang nanti."

"Iya, kalau aku ingat."

Keniko tidak membalas, hanya mendesah lantas berlalu pergi meninggalkan Kleana dan Kirena.

"Kamu tidak perlu cemas. Keadaannya sudah membaik." Kleana menatap lurus ke arah kaca pintu ruang bernomor 271, di dalam ruangan tersebut ada seorang anak kecil yang terbaring di atas bed dengan banyak alat medis yang menempel di tubuhnya.

Kirena ikut memperhatikan anak kecil itu, perasannya yang semula terasa muram kini berubah jadi lega. Senang karena Jimmy tidak kenapa-napa meski kondisinya sempat drop.

"Makasih sudah antar aku." Kirena tersenyum kecil. "Aku benar-benar bersyukur sekali ada kamu tadi dan sekarang."

Kleana terkekeh pelan lalu menepuk bahu Kirena. "Kita 'kan sahabat. Sebagai sahabat yang baik, aku harus bantuin kamu." Perempuan itu melihat ke sekeliling lorong rumah sakit. "Mbak Hana tidak kamu kasih tahu? Dia pasti cemas kalau tahu kondisi Jimmy sempat drop."

Kirena menggelengkan. "Aku sengaja tidak memberi tahu Mbak Hana, biar dia tenang nyari pekerjaannya."

Setelah mengangguk sekali, entah mengqoa Kleana ingin melihat ke belakang. Matanya membelalak kaget saat melihat siapa yang datang.

"Ren, kita pulang sekarang."

"Kenapa? Aku masih belum ..." Giliran Kirena yang terkejut melihat keberadaan kakak dan ayahnya.

Sial, dia harus segera pergi dari sini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel